Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Titik Balik

12 Januari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tahun 2008 dimulai dengan optimisme yang membuncah. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 6,4 persen, sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Otoritas Bursa Efek Indonesia bahkan memperkirakan kinerja pasar modal Indonesia bakal tumbuh 30 persen. Kalangan industri memiliki optimisme yang sama. Para pelaku industri otomotif, misalnya, yakin penjualan bakal tumbuh 20 persen.

Tapi semua keyakinan itu perlahan-lahan sirna. Harga minyak mentah meroket hingga US$ 147 per barel. Harga komoditas seperti minyak sawit mentah, jagung, hingga padi pun ikut melonjak. Pemerintah akhirnya menaikkan harga bahan bakar minyak pada akhir Mei rata-rata 27,8 persen. Perekonomian mulai melambat, terutama ketika Bank Indonesia menaikkan suku bunga untuk mengerem laju inflasi. Dampaknya, penjualan mobil dan rumah menurun.

Badai pun ikut menerjang dari Amerika Serikat. Krisis subprime mortgage membuat bisnis keuangan sedunia hancur. Bursa di mana-mana kolaps. Rupiah juga tumbang ke level Rp 11.000 per dolar Amerika. Ancaman resesi mulai membayangi perekonomian dunia. Tanda-tandanya sudah muncul. Di Indonesia, misalnya, penjualan bulanan mobil terus menurun. Ekspor juga ikut melemah. Sejumlah industri sudah mulai meneriakkan kemungkinan pengurangan tenaga kerja.

Resesi global yang mulai mencuat pada triwulan terakhir 2008 telah membalikkan keyakinan. Perekonomian hanya bisa tumbuh 6,2 persen. Lebih rendah dari tahun sebelumnya. Tahun ini penuh dengan bayangan yang jauh lebih suram.

Pertumbuhan Ekonomi

2005
5,7%

2006
5,5%

2007
6,3%

2008
6,2%

Inflasi Tahunan

2005
18,38%

2006
6,60%

2007
6,59%

2008
11,06%

Rupiah Tak Sendiri

Sebuah ironi terjadi tahun lalu. Dolar Amerika justru sangat digdaya sepanjang 2008. Padahal, negara itulah sumber malapetaka finansial global. Seperti juga mata uang lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar turun tajam. Inilah kurs terburuk dalam sepuluh tahun terakhir.

  • Won Korea(26)
  • Poundsterling(26)
  • Dolar New Zealand(24)
  • Dolar Australia(21)
  • Dolar Kanada(20)
  • Rupee India(19)
  • Baht Thailand(16,51)
  • Rupiah(16,18)
  • Peso Filipina(15,05)
  • Euro(4,7)
  • Ringgit Malaysia(4,4)
  • Dolar Hong Kong(0,6)
  • Dolar Singapura(0,02)
  • Renminbi Cina 6,9
  • Yen Jepang 13

    Sumber: Berbagai sumber

    Pendapatan Naik

    Kendati dihajar krisis energi dan pangan, pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada 2008 diperkirakan naik menjadi US$ 2.250. Dua tahun lalu, pendapatan rakyat Indonesia masih US$ 1.947. Menurut Badan Pusat Statistik, pendapatan per kapita orang Indonesia sesungguhnya bisa mencapai US$ 2.300-2.400 jika rupiah tidak melemah tajam melewati Rp 9.500 per dolar. Sayangnya, kenaikan pendapatan masyarakat itu kurang diimbangi oleh penurunan jumlah penduduk miskin, yang hanya berkurang 2,21 juta orang.

    Pendapatan per kapita (US$)
    *Perkiraan Badan Pusat Statistik

    2005
    1.256

    2006
    1.662

    2007
    1.947

    2008*
    2.250

    Tingkat Kemiskinan
    *Per Maret 2008

    2005
    15,97%
    (35,10 juta)

    2006
    17,75%
    (39,05 juta)

    2007
    16,58%
    (37,17 juta)

    2008*
    15,42%
    (34,96 juta)

    Pengangguran Masih Tinggi

    Kendati ada kecenderungan menurun, jumlah penganggur masih tergolong tinggi, yakni 9,43 juta orang. Membaiknya sejumlah sektor seperti pertambangan dan jasa membuat penyerapan tenaga kerja meningkat. Tapi ancaman akan datang pada tahun ini. Diperkirakan akan banyak pemutusan hubungan kerja akibat resesi global.

    Tingkat Pengangguran
    *Per Agustus

    2005
    11,24%
    (10,854 juta)

    2006
    10,3%
    (10,93 juta)

    2007
    9,1%
    (10,01 juta)

    2008*
    8,39%
    (9,39 juta)

    Pergerakan Rupiah 2008

    9 Februari
    Rp 9.060

    23 Mei
    Rp 9.350
    Pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 27,8%.

    15 September
    Rp 9.445
    Bursa global rontok setelah Lehman Brothers ambruk.

    1 Desember
    Rp 12.195

    10 Desember
    Rp 10.900
    Mata uang global menguat. Obama yang terpilih menjanjikan perbaikan ekonomi.

    Harga Minyak Dunia 2008 (barel)

    3 Januari
    US$ 100
    Pertama kali menembus US$ 100 per barel

    3 Juli
    US$ 147
    Menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah dipicu oleh penurunan dolar dan krisis nuklir Iran serta pemogokan di Brasilia.

    16 September
    US$ 91,76
    Pasar semakin khawatir krisis global setelah Lehman Brothers bangkrut.

    6 Oktober
    US$ 87,81
    DPR Amerika menolak rencana bail out US$ 700 miliar. Pasar khawatir resesi.

    US$ 36

    Melorot ke level terendah.

    Ekspor Mulai Tergerus

    Indonesia belum mampu meningkatkan daya saingnya di pasar internasional. Berdasarkan data World Economic Forum, Oktober 2008, daya saing Indonesia masih rendah, dan malah memburuk dibanding sebelumnya. Pada 2007-2008, daya saing Indonesia melorot ke peringkat 55 (dari 134 negara). Sebelumnya, Indonesia ada di posisi ke-54. Di Asia Tenggara, Indonesia hanya di atas Vietnam (70) dan Filipina (71), tapi jauh di bawah Singapura (5), Malaysia (21), dan Thailand (34).

    Meskipun demikian, sampai November lalu, ekspor Indonesia masih naik 24 persen menjadi US$ 128 miliar. Angka tersebut juga sudah jauh di atas perolehan pada 2007. Namun krisis global tampaknya akan memberikan pukulan yang keras tahun depan. Ekspor Indonesia terlihat sudah mulai menurun. Selain permintaan dari pasar global yang melemah dan harga komoditas yang makin murah, hal itu juga bisa dilihat dari penurunan impor yang lebih tajam. Ini menandakan kegiatan produksi di dalam negeri juga mulai berkurang.

    Neraca Perdagangan Indonesia (US$ miliar) *sampai November

    2004
    1. 71,6
    2. 46,5

    2005
    1. 57,7
    2. 5,7

    2006
    1. 100,8
    2. 61,1

    2007
    1. 114,1
    2. 74,5

    2008
    1. 128,09
    2. 120,97*

    Ket*
    1. Ekspor
    2. Impor

    Bursa Babak-Belur

    Ini tahun kelabu bagi pasar modal Indonesia. Sepanjang 2008, indeks saham Bursa Efek Indonesia anjlok 51 persen. Penurunannya terbesar keempat setelah bursa Shanghai, Shenzen, dan Mumbai. Padahal, di awal tahun, pengelola dan pelaku pasar yakin bursa akan tumbuh 30 persen. Tapi krisis finansial global telah membuat para pemain pasar modal gigit jari. Kapitalisasi pasar saham tergerus hampir separuhnya, dari Rp 1.988,3 triliun menjadi Rp 1.072,5 triliun. Tahun sebelumnya, indeks Bursa Indonesia menguat 52 persen.

    Kinerja Bursa Global

    Shanghai(Cina)
    -64,81%

    Shenzen(Cina)
    -60,65%

    Mumbai(India)
    -53,83%

    BEI(Indonesia)
    -51,17%

    Hang Seng(Hong Kong)
    -49,00%

    Straits Times(Singapura)
    -48,81%

    Nikkei(Jepang)
    -42,12%

    KLSE(Malaysia)
    -38,40%

    Dow Jones(Amerika)
    -36,00%

    FTSE(Inggris)
    -32,49%

    Sumber: Bapepam

    Harga Komoditas Andalan Turun

    Resesi global telah membalikkan harga komoditas energi, pertambangan, dan perkebunan. Harga minyak dunia sampai akhir 2008 hanya US$ 36 per barel. Padahal harga si emas hitam sempat mencapai US$ 147 per barel. Melorotnya harga minyak membuat harga komoditas lainnya menurun.

    Penurunan Harga Komoditas 2008

  • Nikel :55%
  • Minyak mentah :54%
  • Tembaga :53%
  • Aluminium :36%
  • Gandum :31%
  • Kapas :28%
  • Gas alam :25%
  • Perak :24%
  • Kedelai :18%
  • Kopi :18%
  • Jagung :11%

    Sumber: Bloomberg

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus