Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SATU amplop putih berisi tiga bundel dokumen diterima Inspektorat Kementerian Perhubungan, akhir Mei lalu. Kedutaan Besar Jepang, sang pengirim surat, tidak secara jelas menuliskan kepada siapa dokumen itu ditujukan.
Meski seperti surat biasa, kiriman ini menggemparkan Kementerian Perhubungan. Sebab, surat tersebut berisi informasi pemberian suap dari Japan Transportation Consultants Inc (JTC) kepada sejumlah pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian pada 2012.
Kedutaan Besar Jepang hanya meneruskan temuan yang didapat Japan International Corporation Agency. Lembaga ini membuat laporan adanya setoran gelap itu kepada pemerintahnya. Setumpuk bukti ikut dilampirkan lembaga kerja sama pemerintah Jepang itu. Alur pemberian suap juga dituliskan dalam laporan tersebut.
Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan Wendy Aritenang Yazid mengatakan langsung bergerak menyelidiki kasus ini. Namun, meski penyelidikan sudah hampir dua pekan, belum ada temuan penting yang diperoleh tim pemeriksa. "Kami mendapat kendala karena informasinya sangat terbatas," katanya.
Dokumen yang salinannya dilihat Tempo itu berisi tiga bagian. Pertama, salinan berita yang dimuat Japan Times pada 24 Maret 2014 mengenai kasus dugaan suap ini. Kedua, salinan dokumen yang berisi tabel informasi dugaan suap. Tabel ini terbagi dalam empat kolom yang masing-masing tertulis tanggal pemberian uang, nominal, penerima, dan saldo. Ketiga, salinan keterangan pers dari Kementerian Luar Negeri Jepang dalam tulisan kanji.
Dalam bundel tabel informasi pemberian suap tertulis uang diterima sejumlah pejabat di Direktorat Jenderal Perkeretaapian saat menggelar proyek tiga ruas Jalur Ganda Lintas Selatan Jawa pada 2012. Pemberian pertama, tertulis proyek ruas Kroya-Kutoarjo dan lain-lain, JTC sebagai pihak ketiga disebut membayar kickback kontrak senilai Rp 787,25 juta. Pemberian uang dilakukan pada Januari 2010-Juni 2012.
Kedua, JTC disebut membayar uang suap Rp 1,39 miliar pada September 2010-Januari 2014 untuk ruas Cirebon-Kroya. Terakhir, suap senilai 5 juta yen dibayar JTC pada Desember 2012 untuk pengerjaan ruas Kroya-Kutoarjo.
Meskipun demikian, di dokumen itu tidak tertulis nama-nama pejabat yang menerima setoran. Dalam bagian penerima suap hanya tercantum tujuh pejabat Direktorat Perkeretaapian, yang ditulis dengan sandi I1 hingga I8.
Atase Pers Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, Ayako Masuda, mengatakan tidak bisa berkomentar soal laporan itu. "Aturan diplomasi, kami tidak dapat memberikan informasi apa pun," katanya.
Kantor JTC, yang terletak di lantai 13 gedung Wisma Nugra Santana di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, sudah tidak ada aktivitas lagi. "Semua konsultan sudah dipulangkan, tinggal saya sendiri," ujar petugas operator telepon di kantor itu.
Berdiri pada 1958, JTC khusus bergerak sebagai konsultan di bidang transportasi berbasis rel. Sejumlah proyek jalur kereta di Indonesia yang mendapat pembiayaan dari Jepang kerap menggunakan jasa JTC. "Di proyek jalur ganda lintas selatan, perusahaan itu mengerjakan desain dan supervisi," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Julius Adravida Barata.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Hermanto Dwiatmoko menyatakan sudah meminta keterangan sembilan pejabat yang pernah duduk sebagai panitia lelang. Namun, dia menegaskan, belum tentu mereka yang diperiksa pasti bersalah. "Bisa jadi ada di luar mereka yang terlibat."
Hermanto mengatakan tidak lengkapnya laporan Kedutaan Besar Jepang itu telah menghambat penyelidikan. "Semestinya dibuka saja secara gamblang nama-nama itu," ujarnya.
Di antara para pejabat yang telah diperiksa, salah satunya Haryanto, Kepala Satuan Kerja Peningkatan Jalan Kereta Api Lintas Selatan Jawa. Dia menyangkal pernah menerima suap. "Saya ini orang lapangan. Tidak sekali pun saya menerima suap dari JTC," katanya.
Maria Yuniar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo