Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Momen

16 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KINERJA
Utang PLN Menggelembung

Direktur Perencanaan dan Pembinaan Afiliasi PT PLN Murtaqi Syamsuddin menyatakan utang perusahaan itu berpotensi membengkak dalam beberapa tahun ke depan. Lonjakan terjadi karena model bisnis PLN tak berbanding lurus dengan tugas untuk menyediakan listrik kepada masyarakat. "Kami menjual listrik dengan harga dari pemerintah, tapi biaya produksi menggunakan harga keekonomian," katanya Rabu pekan lalu.

Dalam laporan keuangan 2013, total kewajiban PLN mencapai Rp 462,6 triliun dan total ekuitas Rp 133,2 triliun. Rinciannya, liabilitas jangka panjang Rp 374,3 triliun dan jangka pendek Rp 88,3 triliun. Rasio utang terhadap ekuitas PLN per 2013 sebesar 3,47 kali atau 347 persen.

Menurut Murtaqi, jika hal itu tidak segera dibenahi, rasio utang terhadap ekuitas akan terus melonjak. "Pada 2018, rasio utang perusahaan terhadap ekuitas bisa membengkak jadi 360 persen," ujarnya.

Kondisi ini bisa dicegah jika pemerintah mengucurkan ekuitas kepada PLN. Atau, kata dia, bisa juga dengan memberikan keleluasaan kepada perusahaan untuk mengembangkan pembiayaan internal. "Bisa juga dengan memperbesar margin PLN, sehingga bisa mengurangi jumlah utang," ujarnya.

EKSPANSI BISNIS
Bulog Lirik Sektor Perikanan

Perusahaan Umum Bulog mulai melirik bisnis di sektor perikanan. Direktur Utama Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan, sebagai badan penyangga stok nasional, perusahaan harus tetap menghidupi korporasi. Karena itu, perlu melakukan diversifikasi bisnis ke sektor potensial seperti perikanan.

Sejauh ini Bulog masih pada tahap belajar menggeluti bisnis perikanan. "Sudah ada di Kalimantan Timur, dengan komoditas terbesar bandeng dan kembung," kata Sutarto, Selasa pekan lalu. Kedua komoditas dipasarkan dalam bentuk ikan segar dan ikan beku ke pasar lokal dan luar negeri.

Meski masih baru, pendapatan Bulog dari bisnis perikanan bertumbuh cukup pesat. Pada 2014, pendapatan tercatat Rp 7,9 miliar, naik 20 persen dibanding tahun sebelumnya. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia Riyono berharap Bulog bisa menjadi penyangga di sektor perikanan, seperti yang telah dilakukan pada komoditas pangan lain, misalnya beras, daging, dan gula.

BUMN
Perusahaan Induk Segera Dibentuk

RENCANA membentuk perusahaan induk (holding company) badan usaha milik negara akan direalisasi menjelang akhir masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung menyatakan pendirian holding khusus sektor ketahanan pangan menjadi prioritas karena bisa sebagai solusi atas persoalan petani.

Selama ini banyak dikeluhkan penyaluran bibit yang tidak tepat waktu dan varietas bibit yang tak sesuai dengan harapan petani. "Masalah itu muncul karena PT Sang Hyang Seri tidak punya kemampuan cukup untuk melaksanakan," kata Chairul, Kamis pekan lalu.

Pernyataan ini sekaligus sebagai lampu hijau untuk pembentukan holding perusahaan negara lainnya, di antaranya perkebunan. Sebelumnya, Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan memasang target penggabungan 14 BUMN perkebunan bisa rampung pada sisa masa jabatannya yang tinggal empat bulan.

Menurut Dahlan, Chairul juga menyetujui pembentukan induk usaha BUMN kehutanan. "Holding kehutanan Perum Perhutani dan Inhutani I-V juga akan diproses," katanya.

Dalam rencana induk Kementerian BUMN tercatat akan dibentuk 11 holding BUMN sampai 2020. Namun hingga saat ini baru holding sektor pupuk dan semen yang telah dibentuk.

PERBANKAN
Korea Selatan Incar Bank Nasional

Bank asal Korea Selatan, The Industrial Bank of Korea (IBK), tengah mengincar bank lokal Indonesia untuk diakuisisi. IBK tertarik masuk ke Indonesia karena banyaknya perusahaan Korea Selatan berbisnis di Tanah Air. "Kami sedang menjajaki investasi di sebuah bank lokal setelah mendirikan kantor cabang di Indonesia tahun ini," kata Chief Executive Officer The Industrial Bank of Korea Kwon Seon-joo kepada media lokal, The Korea Times, Selasa pekan lalu.

Salah seorang juru bicara IBK menjelaskan, rencana perseroan membeli bank di Indonesia merupakan bagian dari strategi ekspansi global. IBK berfokus pada pendanaan usaha kecil dan menengah. Hingga kini IBK belum mau terbuka menyebut identitas bank lokal yang tengah diincarnya. Namun dapat dipastikan bank yang akan diakuisisi IBK adalah bank yang juga berfokus pada UKM.

Tahun lalu IBK menjalin aliansi dengan Bank BRI dalam jasa pengiriman uang tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Korea Selatan. Saat ini IBK tercatat memiliki 23 kantor cabang di delapan negara. IBK juga menjalin aliansi dengan 14 bank global sehingga memungkinkan bank ini menyediakan jasa keuangan UKM melalui 68 ribu gerai di seluruh dunia.

MIGAS
Pertamina Incar Ladang Gas di Kanada

PT Pertamina mengincar ladang gas milik Talisman Energy Inc di Duvernay, Alberta, Kanada. Menurut Komisaris Utama Pertamina Sugiharto, pihaknya telah bertemu dengan sejumlah perwakilan Talisman, termasuk CEO Hal Kvisle, untuk membahas kemungkinan akuisisi di zona kaya gas tersebut. "Mereka menyajikan presentasi lengkap tentang Blok Duvernay," katanya seperti dilansir di Reuters, Kamis pekan lalu.

Sugiharto tak bersedia menyebutkan berapa besar saham yang akan dibeli Pertamina. Namun dia mengungkapkan Pertamina telah menganggarkan US$ 7,9 miliar untuk belanja modal tahun ini, termasuk untuk merger dan akuisisi. "Mengakuisisi saham Talisman akan menjadi ekspansi pertama Pertamina di Kanada," katanya. Dalam lima tahun ke depan, Pertamina akan membelanjakan US$ 61 miliar, sekitar 70 persennya untuk pengembangan gas.

Talisman tengah mencari mitra untuk mengembangkan Duvernay dengan mencari dana senilai US$ 2 miliar dari penjualan aset dalam 12-18 bulan ke depan. Tahun lalu Talisman menjual sahamnya di lapangan lepas pantai Northwest Java ke anak usaha Pertamina. Juru bicara Talisman, Kyle Glennie, masih menolak berkomentar tentang rencana tersebut.

KEUANGAN NEGARA
Triliunan Rupiah Piutang Tak Tertagih

Badan Pemeriksa Keuangan menemukan triliunan rupiah piutang bukan pajak tak tertagih pada Bendahara Umum Negara. Akibatnya, lembaga auditor negara ini kembali menilai laporan keuangan pemerintah pusat dengan opini wajar dengan pengecualian.

Ketua BPK Rizal Djalil mengatakan piutang bukan pajak itu berasal dari sektor minyak dan gas. BPK mencatat adanya overlifting Rp 3,81 triliun dari total Rp 7,81 triliun dan penerimaan negara dari penjualan Rp 2,46 triliun dari total Rp 3,86 triliun. Piutang belum bisa ditagih karena pembahasan dengan kontraktor kontrak kerja sama belum selesai.

Selain itu, ada aset kredit eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Rp 3,06 triliun yang tak dicantumkan dalam laporan keuangan. Aset-aset tersebut belum ditelusuri oleh pemerintah hingga kini. "Nilai aset (eks BPPN) yang disajikan hanya Rp 66,01 triliun," ujar Rizal, Selasa pekan lalu.

Auditor juga menemukan kesalahan pencatatan dalam laporan saldo anggaran lebih yang dilaporkan pemerintah sebesar Rp 66,59 triliun. Di samping itu, ada masalah penerimaan hibah langsung yang belum dilaporkan ke negara sebesar Rp 2,69 triliun di 19 kementerian dan lembaga.

BPK juga menyoroti piutang pajak kedaluwarsa yang mencapai Rp 800,88 miliar dan penerimaan negara bukan pajak yang bermasalah di 30 kementerian dan lembaga sebesar Rp 384,97 miliar dan US$ 1 juta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus