TEMPO.CO, JAKARTA - Hasil survie keagenan Inklusi atau
Laku Pandai di Indonesia menunjukan kenaikan pesat dari 700 agen di 2014 menjadi 1.300 di 2017. Namun perkembangan kuantitas tersebut belum beriringan dengan kualitas dari pelayanan agen.
Kepala Direktur Microsave Indonesia Grace Retnowati penyelenggara survei mengakui hal tersebut. "Ini yang masih jadi PR bagi kita semua, bagaimana kualitas sejalan dengan kuantitas," ujarnya di Grand Hyatt Senin 4 Desember 2017.
Laku Pandai singkatan dari Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif, yaitu Program Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Program ini bertujuan untuk penyediaan layanan perbankan atau layanan keuangan lainnya melalui kerja sama dengan pihak lain (agen bank)
Peningkatan jumlah tersebut didukung dengan layanan agen yang lebih ekstensif yaitu, 67 jam perminggu dibandingkan bank yang hanya 35 jam perminggu. "Selain itu prosedur yang mudah dan dukungan dari pemrintah," ujarnya.
Menurut Grace kualitas pada agen, bahwa ia bukan memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri tapi juga masyarakat luas. Karena agen sebenarnya perpanjang tangan dari bank, itu artinya tujuan akhir agen adalah bagaimana masyarakat mersakan layanan yang sama antara agen dan bank. "Sampai layanan dari agen substanceble atau formal," ujar Grace.
Berdasarkan survei Helix bidang riset dan penelitian MicroSave Indonesia yang dilakukan di 15 provinsi dengan sampel 13.000 agen pada Juli hingga September 2017, 96 persen dari agen non dedikasi atau masih memiliki usaha, sumber penghasilan lain. Sedangkan agen yang didekasi hanya 38 persen yang mampu mencapai break even.
Survei juga menunjukan daya transkasi agen di Indonesia masih rendah, rata-rata agen melakukan empat transaksi per hari hal ini berdampak kepada provit dan jaringan agen yang rendah. Sedangkan untuk daerah Jabodetabek rata-rata bisa mencapai 10 transaksi.
Kepala Bidang Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan OJK, Eko Ariantoro mengakui hal tersebut, berdasarkan data OJK satu agen belum bisa membuka 20 rekening dalam setahun. Meski 428.000 agen sudah tersebar di 500 kabupaten Kota. "Ini yang harus kita dorong lagi," ujarnya.
Eko mengatakan perlu kampanye Laku Pandai lagi, selain itu OJK berencana untuk memberi regulasi agar bisa mebuka lebih dari satu bank. "Kalau itu diperlukan, akan kami coba," kata Eko.
Meski hasil survie menemukan 26 persen agen mengalami kerugian dan tidak bisa mencapai break point. Hal ini juga terlihat dari jumlah agen yang hanya 28 persen menawarkan membuka rekening baru. Namun 91 persen agen optimistis bisa menjadi jasa keuangan digital di masa depan.
Berdasarkan hasil survie 51 persen agen
laku pandai dikuasai oleh Bank Rakyat Indonesia, 29 persen BTPN, 10 persen BNI, 8 persen True Money dan 2 persen bank lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini