Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan mengintegrasikan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dengan demikian, para wajib pajak (WP) tidak perlu memiliki NPWP untuk membayar pajaknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil untuk mengintegrasikan data tersebut. Hal tersebut ditandai dengan penandatanganan kerja sama tentang Pemanfaatan NIK, Data Kependudukan, dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik dalam Layanan DJP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut fakta mengenai integrasi NIK menjadi NPWP yang dirangkum Tempo.
1. Berlaku mulai tahun 2023
Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo mengatakan, penggunaan NIK sebagai NPWP akan berlaku penuh mulai tahun 2023. Penggunaan NIK sebagai NPWP diberlakukan mengingat Indonesia menuju integrasi satu data nasional. Data nasional ini akan menjadi acuan dari setiap dokumentasi, aktivitas bisnis, maupun kewajiban perpajakan warga negara.
NIK digunakan sebagai basis administrasi wajib pajak orang pribadi (WP OP). Sedangkan badan usaha akan menggunakan Nomor Induk Berusaha (NIB) untuk menjalankan kewajiban perpajakannya.
2. Sebanyak 52,9 juta NIK sudah terintegrasi
Menurut Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), sudah sebanyak 52,9 juta NIK yang terintegrasi menjadi NPWP per 15 November 2022. Angka ini sebanding dengan 77,2 persen dari total 68,52 juta NIK yang akan terintegrasikan menjadi NPWP.
Pengintegrasian NIK menjadi NPWP bertujuan agar mempermudah Wajib Pajak (WP) dalam mengurus administrasi perpajakan dengan menggunakan identitas tunggal. WP tidak perlu lagi menghapal 15 digit NPWP dan hanya perlu mengingat 16 digit NIK.
3. Tidak semua orang bayar pajak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, tidak semua warga yang sudah memiliki NIK, KTP, dan berumur 17 tahun otomatis menjadi wajib pajak. Sri Mulyani menyebut, ketentuan perpajakan tetap mengacu pada UU pajak, yakni UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam UU, setiap warga negara tidak diambil pajaknya jika penghasilan per bulan tak lebih dari Rp 4,5 juta. Dengan demikian, warga dengan penghasilan Rp 54 juta/tahun tidak ditarik pajaknya. Mereka masih kategori penduduk dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
4. Integrasi NIK telah diterapkan di AS
Penggunaan NIK sebagai NPWP bertujuan untuk mempermudah administrasi perpajakan. Integrasi nomor ini juga memungkinkan warga tidak perlu membuat NPWP lagi ketika resmi menjadi Wajib Pajak (WP). Pun meminimalisir keruwetan karena memiliki nomor pribadi yang berbeda-beda.
Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan, konsep serupa telah diterapkan di AS. Wanita yang berkuliah di AS ini menyebut, negeri Paman Sam itu menggunakan satu Social Security Number untuk semua keperluan.
5. Dua pola aktivasi
Ada dua pola aktivasi NIK menjadi NPWP. Pertama, masyarakat yang sudah memenuhi kriteria wajib pajak bisa memberitahu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk aktivasi NIK.
Kedua, DJP bisa mengaktivasi NIK tersebut secara mandiri bila memiliki data mengenai penghasilan dari hasil bekerja atau dari aktivitas bisnis setiap warga negara. Kemudian, DJP akan memberitahu pemilik NIK bahwa nomornya sudah diaktivasi sebagai NPWP aktif.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.