Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Data dari Kementerian Ketenagakerjaan per September 2024 mencatat hampir 53 ribu orang terdampak PHK. Namun, Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas Menteri Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa jumlah tersebut tidak sesuai dengan data yang dimiliki oleh Dinas Ketenagakerjaan. Menurutnya, jumlah PHK yang terdaftar di dinas jauh lebih rendah dibandingkan angka yang beredar di masyarakat.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sebelumnya melaporkan bahwa hingga 1 Oktober 2024, sebanyak 52.993 pekerja telah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut Indah Anggoro Putri, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, sektor manufaktur menjadi kontributor terbesar dalam angka PHK tahun ini, dengan 24.013 pekerja terdampak.
Indah menjelaskan bahwa tiga sektor utama yang menyumbang angka PHK tertinggi adalah sektor pengolahan dengan 24.013 pekerja, sektor aktivitas jasa lainnya dengan 12.853 pekerja, serta sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan 3.997 pekerja.
Selain itu, tiga provinsi dengan jumlah PHK tertinggi adalah Jawa Tengah, yang mencatat 14.767 pekerja terdampak, diikuti oleh Banten dengan 9.114 pekerja, dan DKI Jakarta dengan 7.469 pekerja.
Indah juga menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah PHK tahun ini, di antaranya adalah turunnya ekspor dan tingginya angka impor. Ia menambahkan, situasi global seperti perang dan melemahnya perekonomian negara lain turut mempengaruhi daya saing perusahaan dalam negeri, yang pada akhirnya berdampak pada banyaknya PHK.
Namun, ia menegaskan bahwa hak-hak pekerja yang terkena PHK tetap dipenuhi. "Jika tidak terpenuhi, hal tersebut akan menjadi perselisihan dalam hubungan industrial," katanya.
Menanggapi pertanyaan tentang langkah Kemnaker untuk menekan angka PHK, Indah menyebutkan bahwa diperlukan langkah-langkah menyeluruh, termasuk reformasi strategi bisnis perusahaan serta dukungan kebijakan ekonomi makro.
"Mencegah PHK memerlukan pendekatan menyeluruh, meliputi reformasi strategi bisnis korporasi dan dukungan kebijakan ekonomi makro," tutupnya.
Melansir dari Antara, Kementerian Sosial menyatakan kesiapannya untuk memberikan bantuan kepada kelompok masyarakat kelas menengah yang rentan terkena dampak pemutusan hubungan kerja, agar mereka dapat melanjutkan kehidupan dengan proporsional.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menjelaskan bahwa saat ini tim Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial sedang melakukan sinkronisasi dan pemutakhiran data mengenai jumlah masyarakat kelas menengah yang rentan akibat PHK.
Ia mengungkapkan bahwa ada individu yang sebelumnya tergolong menengah, namun karena PHK terpaksa mengalami penurunan status ekonomi menjadi miskin. Kementerian Sosial berupaya mengantisipasi situasi ini dengan melakukan langkah-langkah yang tepat.
Selain itu, Kementerian Sosial terus berkoordinasi secara intensif dengan kementerian dan lembaga lain untuk memperoleh data terkini yang valid mengenai jumlah masyarakat menengah yang terdampak PHK.
Kementerian ini juga menggandeng pemerintah daerah dan tenaga pendamping keluarga penerima manfaat di seluruh Indonesia untuk memastikan data yang diperoleh akurat dan sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Target utama mereka adalah mengumpulkan data yang akurat. Semakin tepat data tersebut sejalan dengan NIK, semakin efisien pula langkah-langkah yang akan diambil. Proses ini sedang terus disempurnakan dan diintegrasikan antar lembaga sebelum langkah selanjutnya ditentukan.
ANANDA RIDHO SULISTYA | OYUK IVANI S | ANTARA
Pilihan Editor: Tren PHK Berlanjut, Kemnaker Sebut Green Jobs Bisa Jadi Solusi Lapangan Pekerjaan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini