Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia Sri Mulyani mewaspadai potensi resesi yang menghantui Indonesia disebabkan berdasarkan survei terbaru Bloomberg, seperti dilansir dari Antara, Indonesia menduduki peringkat 14 dari 15 negara di Asia yang kemungkinan mengalami resesi ekonomi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sri Mulyani menuturkan seluruh instrumen kebijakan akan digunakan, baik kebijakan fiskal, moneter, sektor keuangan, hingga regulasi lain untuk mengawasi kemungkinan resesi tersebut, terutama regulasi dari korporasi di Tanah Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam survei tersebut kemungkinan Indonesia mengalami resesi ekonomi ialah sebesar tiga persen. Sedangkan negara yang menempati posisi pertama ialah Sri Langka dengan potensi resesi 85 persen.
Di bawah Sri Langka disusul pula oleh Selandia Baru dengan persentase 33 persen, Korea Selatan 25 persen, Jepang 25 persen, dan China 20 persen. Lantas, apa sebenarnya resesi itu?
Dikutip dari bisnis.com, resesi merupakan perlambatan atau kontraksi besar-besaran dalam kegiatan ekonomi. Penurunan pengeluaran yang signifikan umumnya menyebabkan resesi.
Terdapat beberapa indikator yang menunjukkan tanda-tanda resesi, misalnya banyak penduduk yang kehilangan pekerjaan, perusahaan memproduksi lebih sedikit penjualan, serta pengeluaran atau output ekonomi negara secara keseluruhan turun.
Penyebab Resesi Ekonomi
Berikut beberapa fenomena umum yang dapat menyebabkan terjadinya resesi menurut bisnis.com
1. Guncangan ekonomi yang terjadi tiba-tiba
Misalnya masalah yang datang tiba-tiba yang dapat menimbulkan kerusakan finansial yang serius. Salah satu contohnya wabah virus Covid-19 yang mematikan ekonomi di seluruh dunia.
2. Banyaknya Utang
Saat memiliki terlalu banyak hutang, baik itu individu maupun bisnis, biaya untuk membayar utang dapat meningkat pada titik di mana mereka kesulitan membayar tagihan. Meningkatnya utang dan kebangkrutan kemudian dapat membalikkan perekonomian.
3. Gelembung aset
Ekonomi yang buruk dapat terjadi pula saat keputusan investasi di dorong oleh emosi. Investor dapat menjadi terlalu optimis jika perekonomian kuat. Namun saat gelembung itu meletus, panic selling dapat menghancurkan pasar sehingga menyebabkan resesi.
4. Inflasi tinggi
Sesungguhnya inflasi bukanlah hal yang buruk, namun inflasi yang berlebihan dapat membahayakan. Bank Central AS bisa mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan aktivitas ekonomi.
5. Deflasi berlebihan
Walaupun resesi dapat disebabkan oleh inflasi yang tak terkendali, deflasi dapat menyebabkan sesuatu menjadi lebih buruk lagi. Deflasi ialah saat harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah menyusut, kemudian menekan harga. Ketika lingkaran umpan balik deflasi lepas kendali, orang dan bisnis berhenti mengeluarkan uang sehingga merusak ekonomi.
6. Perubahan teknologi
Memang penemuan baru dapat meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian, namun kemungkinan ada periode penyesuaian jangka pendek untuk terobosan teknologi baru.
Pada abad ke-19, ada gelombang peningkatan teknologi hemat tenaga kerja. Revolusi Industri membuat seluruh profesi menjadi usang, memicu resesi dan masa-masa sulit. Saat ini beberapa ekonom khawatir bahwa Artificial Intellegence (AI) dan robot dapat menyebabkan resesi lantaran pekerja kehilangan mata pencarian.
ANNISA FIRDAUSI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.