Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan Kejaksaan Agung adu saksi dalam sidang gugatan praperadilan tahapan pembuktian saksi ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, yang dilanjutkan hari ini, Jumat, 22 November 2024.
Tom Lembong, yang menjadi tersangka kasus dugaan korupsi impor gula, menghadirkan enam saksi ahli, termasuk pakar hukum acara pidana Chairul Huda dan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan.
Sedangkan Kejaksaan Agung menghadrikan 5 saksi ahli, yakni ahli hukum administrasi negara Ahmad Redi, ahli hukum pidana Agus Surono, Hibnu Nugroho, Taufik Rachman dan ahli perhitungan kerugian negara Evenri Sihombing.
Dalam sidang itu, Tom Lembong mengatakan dirinya menjalankan perintah Presiden Jokowi terkait impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016, yang menyeret dia sebagai tersangka.
"Saya senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat dan menjalankan perintah presiden sebagaimana tertuang di dalam diskusi di berbagai sidang kabinet," kata Tom.
Tom mengatakan selama setahun menjabat sebagai Menteri Perdagangan, harga dan stok pangan menjadi salah satu keprihatinan utama Presiden Jokowi.
Dia menyatakan selama ini membuat kebijakan secara transparan, maka dipertimbangkan ke berbagai pihak termasuk kepada presiden dan menteri terkait. Termasuk segala keputusan dan kebijakan termasuk impor gula yang sekarang dipermasalahkan.
Terlebih, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, dirinya tidak pernah menerima teguran atau sanksi dari pihak manapun dan tidak pernah menjadi subjek investigasi termasuk dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kami tidak pernah diminta klarifikasi atas kebijakan sebagai Menteri Perdagangan," katanya.
Kejagung menyatakan seharusnya untuk memenuhi stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang hanya dapat melakukan impor adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT PPI.
Ketika itu PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan. Menurut Kejaksaan Agung, dengan sepengetahuan dan persetujuan Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah ditandatangani.
Sanggahan Saksi Ahli Tom Lembong
Ahli hukum acara pidana Chairul Huda menilai penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 2015-2016 prematur.
"Belum adanya hasil audit itu menyebabkan penetapan tersangka prematur," kata Chairul dalam sidang gugatan praperadilan itu.
Chairul mengatakan penetapan tersangka tidak sesuai dengan prosedur sehingga dinilai tidak sah.
Dia juga menyebutkan sejumlah faktor penetapan tersangka, yakni berlandaskan dasar hukum merupakan penilaian tentang kewenangan, alat bukti relevan dan persoalan prosedur.
Karena itu, dalam banyak praktik, penetapan tersangka harus dicari dan dikumpulkan bukti-buktinya. Salah satunya, hasil audit investigatif dari auditor negara yang menyatakan bahwa telah ada kerugian keuangan negara yang nyata dan pasti jumlahnya.
"Jadi hasil audit itu yang menentukan, barulah kemudian dicari apakah ada sebabnya adalah adanya perbuatan yang memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi atau tidak," ujarnya.
Ahli hukum pidana yang juga guru besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakkir mempertanyakan kasus yang sudah 10 tahun lamanya baru diperiksa. "Ini menjadi pertanyaan akademik yang saya kira jangan sampai ada lembaga negara yang tidak percaya kepada produk yang dibuat oleh lembaga negara yang lain," kata Mudzakir.
Dia menegaskan, dalam peradilan tidak ada kata prematur melainkan sah atau tidaknya. Dalam hal ini terkait subjek produk yang sudah dilakukan audit oleh BPK.
"Kalau sudah dilakukan audit oleh BPK kemudian diaudit kembali oleh lembaga yang kewenangannya bersumber dari peraturan pemerintah, kalau bahasa kami disebut itu melakukan perbuatan yang melawan hukum," katanya.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyatakan kerugian keuangan negara Rp400 miliar dalam kasus penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dugaan korupsi impor gula tidak benar.
"Pernyataan bahwa ada kerugian keuangan negara sebesar Rp400 miliar dalam pemberian izin impor gula kristal mentah (GKM) pada tahun 2015 dapat dipastikan tidak benar," kata Anthony.
Ia menambahkan pernyataan itu diperkuat dengan tidak ada pengeluaran uang negara dari APBN sehingga tidak ada potensi menaikkan harga (mark up).
Kemudian, pemberian izin impor GKM tidak dipungut biaya alias gratis sehingga tidak ada potensi penerimaan negara lebih rendah dari seharusnya.
"Ada kesalahan logika apabila keuangan negara sebesar Rp400 miliar disebut terjadi akibat pemberian izin impor GKM," katanya.
Sedangkan Guru Besar Fakultas Pertanian IPB Dwi Andreas Santosa menyatakan, keputusan impor GKM untuk membuat GKP pada tahun 2015 dan 2016 adalah keputusan yang tepat.
"Impor yang dilakukan pada tahun 2016 telah berhasil meningkatkan stok akhir gula kristal putih dari 817 ribu ton di akhir 2015, menjadi sebesar 1.6 juta ton di akhir 2016," ujar Andreas.
Peningkatan stok tersebut berhasil menekan harga gula kristal putih menjadi Rp14.300 per kilogram di Desember 2016 dan tren penurunan tersebut terus berlanjut hingga menyentuh harga Rp12,737 per kg di Desember 2017.
Pilihan Editor Ini yang Dilakukan Apple di Vietnam hingga Membuat Indonesia 'Jeles'?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini