Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sentimen perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina diperkirakan bakal ikut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2019 dan bertengger di angka 5,22 persen. Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro memproyeksi pertumbuhan ini ditopang oleh belanja pemerintah yang cukup baik hingga saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Akselerasi belanja pemerintah sudah baik. Tapi tantangan tetap mendorong ekspor, salah satunya dalam mendorong wholesale spending untuk mendorong ekonomi domestik," kata Andry dalam acara "Macro Economics Outlook 2019" di Plaza Mandiri, Rabu 16 Mei 2019.
Badan Pusat Stastitik atau BPS sebelumnya mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2019 mencapai 5,07 persen, tumbuh tipis dibandingkan triwulan I 2018 sebesar 5,06 persen. Adapun, proyeksi Bank Mandiri ini lebih rendah dari pemerintah yang mematok pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3 persen sepanjang 2019.
Menurut Andry, pertumbuhan konsumsi pemerintah memang meningkat dari 2,71 persen di triwulan I/2018 menjadi 5,21 persen di triwulan I/2019. Dia mengatakan, pertumbuhan tersebut didukung oleh persiapan Pemilu 2019 dan realisasi bantuan sosial yang meningkat.
Kendati demikian, lanjut Andry, hal itu tidak diikuti oleh realisasi pembentukan modal, yang mana pertumbuhan PMTB tercatat melemah dari 7,94 persen di triwulan I/2018 menjadi 5,03 persen di triwulan I/2019. Hal ini karena terjadi perlambatan pertumbuhan realisasi penanaman modal, terutama PMA yang terkontraksi sebesar 0,9 persen. "Pada tahun politik ini, investor cenderung bersikap wait and see di tahun politik."
Andry melihat pada triwulan II/2019 PMA akan kembali tumbuh pada paruh kedua 2019. Pertumbuhan ini, kata dia, seiring dengan semakin meredanya ketidakpastian akibat tahun politik dan pengumuman kabinet kerja yang baru.
Dalam kesempatan itu, Andry juga mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia masih dihantui volatilitas akibat sentimen perang dagang antara Cina dengan Amerika Serikat (AS). Kondisi ini menyebabkan nilai tukar yang terus bergejolak dan mudah arus modal keluar.
"Risiko penurunan permintaan dunia dan kembali meningkatnya tensi perang dagang antara AS dan Cina sekarang ini akan menjadi faktor risiko bagi ekonomi Indonesia untuk tumbuh lebih tinggi ke depannya,” kata Andry.