Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Adu satelit di atas pasifik

Segera terjadi perang diskon di arena pasar satelit. rimsat, yang mengorbit pada posisi yang sama dengan palapa b2, merupakan saingan tangguh.

11 Desember 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSAINGAN satelit komunikasi di kawasan Asia Pasifik tampaknya semakin seru. Pertengahan bulan lalu, Kerajaan Tonga telah menempatkan satelitnya yang kedua, Rimsat, di posisi yang berdekatan dengan Palapa B2. Dan awal Desember ini, satelit bikinan Rusia seharga US$ 130 juta itu siap beroperasi dengan 7 transponder. Posisinya di garis Bujur Timur (BT) 134 derajat, yang berdekatan dengan satelit (bekas Palapa B2) milik PT Pacific Satellite Nusantara (PSN), dulu sempat memancing tanda tanya. Tapi sekarang bukan masalah lagi. ''Sengketa itu sudah diselesaikan antara pemerintah Tonga dan Indonesia,'' kata James Simon, Managing Director Rimsat, yang dikontak wartawan TEMPO Bambang Harymurti dari Washington. Dalam kesepakatan itu, kata Simon, kedua satelit akan memakai frekuensi yang berbeda. ''Bila satelit PSN sudah mati (tahun 1995), maka PSN harus keluar dari slot itu,'' katanya. Dirut PT PSN, Adi R. Adiwoso, membantah pernyataan Simon. Sebab, PSN telah mendapat lisensi menempati BT 134 untuk 10 tahun. Artinya, PSN kelak boleh mengganti satelit bekas Palapa B1 itu dengan satelit lain. Lagi pula, posisi strategis satelit di BT 134 itu merupakan sebuah ruang angkasa sebesar 60 km kubik, sedangkan ukuran satelit cuma sekitar 5 m kubik. Kesepakatan antara pemerintah RI dan Kerajaan Tonga, menurut Adi, adalah kedua negara akan membagi frekuensi secara optimal. Bahkan, kedua pemerintah telah sepakat untuk menjajaki pembelian satelit secara bersama. Soal studi ini barangkali baru sekadar basa-basi bahwa kedua negara yang satelitnya bertetangga itu tidak akan berseteru. Yang tak bisa dibantah ialah bahwa Rimsat dan PSN akan menjadi dua perusahaan yang bersaing ketat. Maklum, kedua satelit itu tentu akan mencari penyewa di kawasan yang sama. Sebab, satelit kedua perusahaan itu akan menyoroti kawasan Asia, Australia, dan Lautan Pasifik. Dan persaingan itu tidak cuma sebatas Palapa dan Rimsat. Seperti diketahui, dewasa ini di Indonesia ada tiga perusahaan pemilik satelit. Ada PT Telekomunikasi Indonesia, yang kini memiliki satelit Palapa B. Lalu ada PT Satelindo, yang akan menggusur PT Telekomunikasi dengan satelit Palapa C mulai tahun 1995. Sementara ini, sudah ada PT PSN. ''Kalau Satelindo menangani satelit-satelit baru, PSN menangani satelit-satelit bekas,'' kata Adi. Dewasa ini PSN baru memiliki satu satelit bekas (Palapa B2). Tapi satelit kedua perusahaan ini akan sama-sama menyoroti area Asia Pasifik. Dengan demikian, mereka akan bersaing melawan Rimsat. Jangan lupa, di kawasan ini ada juga satelit Intelsat (milik konsorsium beberapa negara industri), Pan Am Sat (milik AS), Asiasat (milik Hong Kong), Thaicom (milik Thailand), Cina, dan satelit komunikasi lainnya yang akan mengorbit. Menurut Adi, dalam tempo 18 bulan mendatang, di kawasan Asia Pasifik akan muncul 160 transponder baru. Untuk menghadapi persaingan itu, PSN kini telah mengubah statusnya jadi PMA. Tadinya perusahaan ini dimiliki Adi dan Iskandar Alisjahbana (30%), PT Telekomunikasi Indonesia (40%), dan PT Electrindo Nusantara (30). ''Sekarang di PSN ada perusahaan Hughes dari AS dan Telesat Kanada, masing-masing memegang 10% saham,'' kata Adi. PT Satelindo (milik PT Telekomunikasi, PT Indosat, dan Bimantara) ternyata juga telah menjalin kerja sama dengan Telesat Kanada. Menurut Presdir Satelindo, Iwa Sewaka, perusahaannya telah meneliti pasar di kawasan Asia Pasifik dengan Telesat. Saat ini perbandingan jumlah transponder dengan jumlah penduduk di Asia Pasifik adalah 0,1 transponder : 1 juta penduduk. Sedangkan proyeksi tahun 2000 untuk 1 juta penduduk dibutuhkan 4 transponder. Artinya, jumlah transponder yang ada sekarang masih 40 kali lebih banyak dari kebutuhan. Hal ini diakui Iwa, yang pernah menjabat sebagai Dirut PT Asuransi Jasa Indonesia dan Dirut PT Danareksa. Transponder yang ada sekarang 714, sedangkan permintaan baru 458. Pada tahun 2000 pun, suplai akan lebih besar yakni 1.143 transponder, sedangkan permintaan cuma 950. ''Jelas, sekarang ada persaingan harga. Tapi ada faktor lain yang ikut menentukan harga, misalnya teknologi,'' kata Iwa kepada Joewarno dari TEMPO. Tarif sewa transponder Palapa sekarang antara US$ 1,5 juta dan US$ 2 juta, tergantung banyaknya transponder dan lama kontrak. Semakin banyak transponder, tentu akan semakin banyak perang potongan harga. Tapi calon penyewa di Indonesia diperkirakan akan meningkat. Dari kalangan televisi misalnya, diperkirakan nanti akan ada 30-50 stasiun pemancar televisi di Indonesia. Untuk satelit Palapa C1, yang akan diluncurkan tahun 1995, Satelindo telah mendapatkan 12 penyewa dari Indonesia, 8 dari Filipina, 7 dari Thailand, 3 dari Malaysia, 4 dari AS, 2 dari Australia, dan masing-masing 1 dari Kamboja, Papua Nugini, Makao, Vietnam, Hong Kong, Prancis, dan Selandia Baru. Rimsat, yang didirikan oleh 60 pemodal swasta AS, dan raja bisnis telepon dari Malaysia, Tajuddin Ramli, juga mengaku sudah mendapatkan penyewa. Menurut James Simon, Rimsat kini sedang bernegosiasi dengan satu perusahaan yang akan menyewa 3 transponder. India akan memakai 1 transponder. Tarif sewanya dirahasiakan. ''Kalau Anda mau jadi penyewa, baru kami beri tahu,'' kata Simon kepada TEMPO. Munculnya Rimsat ternyata tidak juga menimbulkan kekhawatiran pada PT Telekomunikasi Indonesia. Ir. Taufik Akbar, yang menjabat Kepala Wilayah Operasi SKSD Palapa, menegaskan bahwa pasar satelit Palapa B yang masih mengorbit sampai 1996 masih besar. ''Sekarang saja masih banyak calon pelanggan yang antre. Praktis, sampai 1996 tak ada transponder Palapa B yang kosong,'' kata Taufik. Tapi dewasa ini ada 6 penyewa dari Thailand yang, kabarnya, sudah ditekan negaranya untuk segera pindah ke satelit Thaicom. ''Kalau mereka pergi, ada 3 penyewa dari Filipina dan 3 dari Malaysia, dan 3 perusahaan Indonesia lagi yang siap mengambil oper sewa,'' ujar Taufik. Menurut pejabat Telkom ini, satelit buatan Hughes Amerika lebih unggul dari buatan Rusia. ''Buktinya, Vietnam yang selama ini menyewa satelit Rusia, kini mau pindah ke Palapa,'' kata Taufik pula. Selama Telkom memonopoli pasar Indonesia, tentu saja saingan luar itu belum seberapa berbahaya. Tapi di pasar Asia Pasifik, setiap pelaku tak terkecuali Telkom dan Satelindo tentu saja akan diuji efisiensinya.Max Wangkar (Jakarta), Taufik Abriansyah (Bandung), Bambang Harymurti (Washington)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus