Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Agar tak besar pasak

Tiga hari sebelum pensiun, menteri keuangan sempat mengeluarkan rambu-rambu dana pensiun. ada yang menyambut, tapi kritik pun tak kurang.

13 Maret 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELANG dua hari sebelum surat pensiun anggota Kabinet Pembangunan V dibagikan Presiden Soeharto, 1 Maret lalu, Menteri Keuangan J.B. Sumarlin sempat mengeluarkan lima keputusan menyangkut urusan dana pensiun. Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang dituangkan dalam lima nomor itu (KMK Nomor 227 sampai Nomor 231) memang ditunggu banyak pihak. Soalnya, mulai 20 April depan, Undang-Undang Dana Pensiun (UUDP) sudah mulai berlaku, sementara rambu-rambu petunjuknya masih kurang. Kelima KMK itu memang merupakan petunjuk pelaksanaan UUDP. KMK Nomor 227, misalnya, adalah petunjuk teknis bagaimana supaya dana pensiun mendapatkan pengesahan Menteri Keuangan. KMK Nomor 228 mengatur bank atau perusahaan asuransi jiwa yang ingin menjalankan dana pensiun lembaga keuangan. KMK Nomor 229 merupakan syarat-syarat untuk orang yang dapat ditunjuk sebagai pengurus dana pensiun pemberi kerja. Menarik diamati adalah KMK Nomor 228, mengingat kebijaksanaan yang diatur dalam KMK Nomor 228 cukup keras. Untuk menjalankan bisnis dana pensiun, sebuah perusahaan asuransi harus memenuhi tingkat solvabilitas sekurang-kurangnya selama 8 bulan terakhir, memiliki kinerja investasi yang sehat, memiliki tingkat kesinambungan pertanggungan yang sehat sekurang- kurangnya dalam 2 tahun terakhir. Selain itu, setiap triwulan sanggup melaporkan hasil penilaian solvabilitas dan investasi, dan perusahaan telah berjalan sekurang-kurangnya 5 tahun. Bagi bank umum yang ingin melaksanakan program dana pensiun, berlaku ketentuan harus sehat selama 24 bulan terakhir, memenuhi ketentuan modal minimum bank, aktiva produktifnya harus dalam kategori sehat, dan memenuhi ketentuan batas maksimum pemberian kredit. Beratnya ketentuan yang tercantum dalam KMK Nomor 228 bisa dimaklumi karena dana pensiun nilainya miliaran. KMK Nomor 230 memuat 26 pasal dan paling tebal, mengatur iuran serta besarnya (manfaat) pensiun. Ditentukan, antara lain, penghasilan dasar pensiun dalam setahun paling tinggi adalah Rp 60 juta, sedangkan maksimum manfaat pensiun tidak boleh melebihi 80%. Meski ketentuan ini akan membatasi besarnya pensiun para eksekutif yang kini bergaji di atas Rp 5 juta, belum terdengar ada eksekutif yang memprotes beleid itu. Adapun KMK Nomor 231 memberi pengarahan bagaimana mengelola kekayaan serta investasi dana pensiun. Menteri Keuangan menetapkan bahwa kekayaan dana pensiun hanya bisa di- investasikan di lima instrumen. Pertama, deposito berjangka di bank yang tidak ada kaitannya dengan pendiri atau mitra pendiri dana pensiun bersangkutan. Kedua, membeli surat berharga yang diperdagangkan di bursa efek, seperti saham atau obligasi. Opsi (hak membeli saham) dan warrant (semacam surat utang dengan jaminan saham) tidak boleh dibeli. Ketiga, membeli surat berharga pasar uang (SBPU) dengan bunga dan pengembaliannya dijamin bank. SBPU yang merupakan surat pengakuan utang ini hanya boleh dibeli dari badan hukum yang tidak ada hubungannya dengan pendiri. Jumlah yang bisa dibeli dari masing-masing badan hukum tidak boleh lebih dari 1% dari kekayaan dana pensiun. Keempat, dana pensiun boleh digunakan untuk membeli saham atau surat pengakuan utang berjangka lebih dari satu tahun yang diterbitkan badan hukum di Indonesia. Tapi surat pengakuan utang itu harus memberikan bunga serta pengembaliannya dijamin bank. Jika saham, obligasi, atau surat utang ini pasar perdananya kurang dari 3 tahun atau dalam 4 tahun tapi tidak memperoleh keuntungan atau obligasinya gagal memberikan keuntungan, investasi di sini tak boleh melebihi 10% dari kekayaan dana pensiun. Kelima, investasi dalam bentuk tanah dan bangunan. Namun, tanah dan bangunan itu harus yang sudah mulai dibangun atau sudah selesai. Nilai investasi dalam tiap unit maksimal 2% dari kekayaan. Direktur Dana Pensiun PT Krakatau Steel, Kadarisman, menilai semua ketentuan yang digariskan Menteri Keuangan itu baik. ''Itu menunjukkan perlindungan Pemerintah. Banyak dana pensiun masih perlu diarahkan investasinya. Aset dan utang perlu diseimbangkan agar tidak besar pasak daripada tiang,'' ujarnya. Sementara itu, Presdir PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia, Sonny Dwi Harsono, menilai KMK Nomor 231 terlalu mengendalikan perusahaan asuransi dari segi lembaga keuangan. Pendapat serupa dikemukakan pula oleh Direktur Yayasan Dana Pensiun Astra (YDPA) Hartoyo Danudirgo. ''Saya pikir peraturan itu terlalu kaku. Kalau kita punya cash flow aman untuk 10 tahun mendatang, mengapa tak boleh mencoba investasi ke properti?'' katanya. Hartoyo juga mempersoalkan batasan 2% untuk ke properti itu terlalu kaku. ''Kalau tak bisa bergerak, nanti balik lagi ke deposito,'' ujarnya menambahkan. Berbeda dengan Sonny dan Hartoyo, Direktur Yayasan Dana Pensiun Perkebunan (YDPP), Anang Musa, menilai bahwa keputusan Menteri Keuangan itu merupakan rambu-rambu yang bagus. ''Dulu investasi di tanah sangat aman, tak mungkin hilang, malah terus bertambah. Tapi sekarang susah,'' tuturnya. ''Beli saham juga runyam. Ada yang kami beli Rp 10.000, kini nilainya cuma Rp 3.500, dan itu pun tak bisa dijual.'' Kekayaan YDPP kini bernilai Rp 230 miliar. Hampir separuh kekayaan itu (45%) ditanamkan dalam bentuk deposito, 36% dalam saham dan obligasi, 8% dalam tanah dan bangunan, 11% penyertaan di PT Asuransi Jasa Tania (100%), PT Tania Antara (90%), PT Wiga Guna (80%), dan PT Bank Agro Niaga (60%). YDPP juga pernah bekerja sama dengan PT Bukaka, tapi proyek patungan mereka pada 1991 rugi Rp 900 juta lebih. Yayasan dana pensiun adalah lembaga yang harus mengamankan dan memperbesar kekayaan anggotanya. Menjalankan misi itu tidaklah semudah mengikuti rambu yang ada. Ketentuan Menteri Keuangan yang bagus, kalau tidak diikuti tindakan pengawasan yang baik, atau tidak ada sanksinya bagi bank atau asuransi yang tidak memenuhi ketentuan tadi, apa gunanya? Kasus tersangkutnya dana masyarakat di Bank Majapahit dan Bank Summa merupakan pengalaman dan pelajaran yang mahal. Max Wangkar dan Bina Bektiakti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus