Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Menparekraf Sandiaga Uno mengatakan soal 6 aplikasi travel agen online atau OTA yang terancam diblokir lantaran belum memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik atau PSE, jika beroperasi di Indonesia harus mengikuti perundang-undangan yang berlaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Di Amerika saja TikTok mau di-banned juga. Jadi, sama dengan semangat seperti itu, kami ingin setiap entitas yang akan beroperasi di Indonesia mengikuti peraturan perundang-undangan,” kata Sandi di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis, 14 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 6 OTA itu yakni Booking.com, Airbnb.com, Agoda.com, Klool.com, Trivago.co.id dan Expedia.co.id diancam diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) karena belum memiliki izin sebagai PSE.
Enam perusahaan travel agen online itu hingga kini belum mematuhi dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No.10/2021. Beleid itu mengatur tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.5/2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Sandiaga juga menggarisbawahi bahwa pemerintah Indonesia selalu membuka peluang investasi di sektor ekonomi digital. Oleh sebab itu, pihaknya siap memfasilitasi 6 OTA untuk melengkapi perizinan agar tidak diblokir Kominfo.
Adapun Kementerian Kominfo sebelumnya sudah mengirimkan surat peringatan kepada enam OTA asing per Selasa, 5 Maret 2024. Peringatan ini dalam rangka pengawasan dan penegakan hukum atas kepatuhan kewajiban pendaftaran yang dilakukan oleh pemerintah.
Dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak dikirimkannya surat peringatan, OTA asing wajib melakukan pendaftaran PSE Lingkup Privat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Pemerintah berikutnya akan memberikan asistensi dalam melakukan pendaftaran berdasarkan respons dan permohonan OTA asing," seperti dikutip dari keterangan tertulis Kominfo. Jika keenam OTA itu tidak merespons surat peringatan, maka Kementerian Kominfo dapat memberikan sanksi administratif berupa Pemutusan Akses (access blocking) terhadap sistem elektronik tersebut.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia atau PHRI Hariyadi Sukamdani menyatakan dengan tidak mendaftarkan perizinannya, enam OTA itu diduga tak menjalankan kewajiban pembayaran pajaknya. "Level playing field-nya harusnya sama," katanya.
Sebelumnya, ia juga pernah menyoroti bagaimana proyeksi penetrasi pasar OTA bakal meningkat hingga 45 persen di Tanah Air dengan nilai Rp 12 miliar pada 2025. Namun hal tersebut kontraproduktif dengan pendapatan industri perhotelan nasional.
"Gap antara peningkatan valuasi OTA pemasukan hotel di tanah air diperkirakan akan menghambat target tersebut," kata Hariyadi melalui keterangan tertulisnya.
Menurut Hariyadi, anomali itu muncul lantaran OTA milik perusahaan asing yang memberikan suntikan modal promosi besar sambil menekan harga hotel di Indonesia. Selain itu ada perusahaan tersebut memungut komisi yang besar terhadap industri perhotelan mitra OTA.
Perusahaan travel agen online itu, kata Hariyadi, tidak membayar pajar dan membebankannya ke hotel karena OTA tidak berbadan tetep di Tanah Air. Walhasil, pemasukan hotel saat ini belum kembali normal seperti periode sebelum pandemi Covid-19.