Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Produsen sepatu Adidas buka suara soal pemotongan upah buruh hingga lebih dari Rp 1 juta. Direktur PT Panarub Industry, Budiarto Tjandra mengakui telah dua kali memangkas gaji karyawan pada masa pandemi Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang terjadi pada masa Pandemi tersebut sebagaimana dialami oleh semua perusahaan, PT Panarub juga mengalami dampak secara finansial yang sangat berat," ujar Budiarto saat dihubungi Tempo, Rabu, 10 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK), tutur Budiarto, maka perusahaan meliburkan karyawan selama beberapa hari. Namun selama karyawan diliburkan, perusahaan membayarkan upah sebesar 50 persen.
Budiarto mengklaim pemotongan upah buruh tersebut, sebelumnya telah dibicarakan dengan pihak serikat pekerja atau buruh yang ada di PT Panarub. "Kami mendapatkan persetujuan dari serikat pekerja atau buruh yang mayoritas," ucapnya.
Menurutnya, mekanisme pembayaran upah tidak penuh itu juga telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Aturan yang dimaksud adalah Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19.
Selanjutnya: Tujuh Serikat Buruh Menyatakan Adidas ...
Sementara itu, tujuh serikat buruh yang tergabung dalam Koalisi Clean Clothes Campaign menyatakan PT Panarub Industry selaku produsen sepatu Adidas melakukan pemotongan upah buruh dan memberhentikan ribuan pekerja secara sepihak. Perusahaan diduga memaksa para pekerjanya untuk mengambil cuti tahunan.
"Pemaksaan pengambilan cuti yang dilakukan PT Panarub diindikasi menjadi modus perusahaan untuk tidak membayar upah buruh," ucap Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Emelia Yanti Siahaan melalui keterangannya kepada Tempo, Senin, 8 Mei 2023.
Emelia menilai hal ini berkaitan erat dengan sistem kerja 'no work no pay' yang diatur dalam Pasal 93 UU Nomor 13 Tahun 2003. Tetapi, dia menegaskan dalam beleid itu disebut bahwa upah boleh tidak dibayar apabila pekerja atau buruh tidak melakukan pekerjaan atas kemauan sendiri, bukan karena perintah atau kemauan perusahaan.
Sedangkan menurut Koalisi Clean Clothes Campaign, PT Panarub memaksa buruh untuk mengambil cuti tahunan. Karena itu, mereka menuntut perusahaan Adidas dan PT Panarub Industry untuk berhenti memaksa para karyawan mengambil cuti tahunan dan mengembalikan upah yang telah dipotong.
Berdasarkan hasil investigasi dan perhitungan koalisi ini, gaji para buruh rata-rata dipotong Rp 800.000 hingga Rp 1.300.000. Pemotongan upah dilakukan pada dua periode, yaitu Juni-Juli dan Agustus-September 2020.
“Kami meyakini, Panarub dan Adidas mengambil banyak keuntungan dari praktik melanggar hak-hak buruh,” ujar Emelia Yanti.
Ihwal dampak pandemi Covid-19 yang menjadi alasan perusahaan, menurut Emelia perusahaan justru berhasil menaikkan pendapatan sebanyak 1 persen. Di samping itu, Adidas mencatatkan peningkatan penjualan sebesar 6 persen atau € 22.511 juta pada 2022 jika dibandingkan dengan 2021 yang memperoleh € 21.234 juta keuntungan.
Karena itu, Koalisi Clean Clothes Campaign juga menuntut Adidas dan PT Panarub membuka data order dan produksi secara transparan kepada buruh dan serikat buruh. Hal itu menurutnya baru bisa menjadi dasar negosiasi yang adil.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.