Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta perbankan untuk memberikan suku bunga spesial kepada para eksportir yang menempatkan devisa hasil ekspor atau DHE di dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Permintaan tersebut disampaikan Airlangga lantaran masih banyak eksportir yang hanya sebentar menempatkan DHE di Indonesia dan kemudian dipindahkan ke perbankan di luar negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini persoalannya klasik, selalu eksportir mengatakan di luar negeri mereka mendapat bunga 3 persen, sedangkan di Indonesia tingkat bunga untuk penempatan dolar AS itu relatif masih over the counter," ujar Airlangga dalam acara "Kompas100 CEO Forum 2022" yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, kondisi itu sangatlah disayangkan karena neraca dagang Indonesia sudah mengalami surplus 30 bulan berturut-turut, di mana rata-rata setiap bulan surplus mencapai 5 miliar dolar AS.
Dengan demikian keuntungan tersebut seharusnya bisa menjadi dukungan ketahanan eksternal Indonesia, namun nyatanya cadangan devisa Indonesia justru menurun saat ini.
Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2022 tetap tinggi sebesar 130,2 miliar dolar AS, meski sedikit turun dibandingkan dengan posisi pada akhir September 2022 yang sebesar 130,8 miliar dolar AS.
Maka dari itu, Airlangga menilai turunnya cadangan devisa menjadi pekerjaan rumah untuk memperdalam sektor ekonomi yang menghasilkan dolar AS, terutama yang melakukan ekspor.
"Kemarin Gubernur BI juga sudah mengatakan bahwa akan memberikan Giro Wajib Minimum (GWM) khusus untuk menarik devisa ke dalam negeri," tambahnya
Selain cadangan devisa, ia mengungkapkan penurunan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia turut menjadi kekhawatiran saat ini.
Meski masih dalam level ekspansi, yakni 50,3 pada November 2022, tetapi level tersebut kian menurun dari Oktober 2022 yang sebesar 51,8 dan September 2022 sebesar 53,7.
Penurunan PMI Manufaktur itu juga dirasakan oleh berbagai negara seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Tiongkok yang sudah berada di bawah level 50.
Mantan Menteri Perindustrian ini mengatakan turunnya PMI Manufaktur tersebut pada akhirnya akan berkaitan pula dengan kondisi ketenagakerjaan Indonesia. Oleh karena itu saat ini pemerintah terus menyiapkan berbagai langkah antisipatif agar kondisi ketenagakerjaan domestik bisa terus bertahan.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.