Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Alasan Gen Z Sulit Menabung, Benarkah karena Bergantung pada Paylater?

Ada beberapa alasan Gen Z sulit menabung. Salah satunya adalah karena bergantung pada paylater untuk kesenangan. Ini penjelasannya.

7 Februari 2024 | 15.49 WIB

Ada beberapa alasan Gen Z sulit menabung. Salah satunya adalah karena bergantung pada paylater untuk kesenangan. Ini penjelasannya. Foto: Canva
Perbesar
Ada beberapa alasan Gen Z sulit menabung. Salah satunya adalah karena bergantung pada paylater untuk kesenangan. Ini penjelasannya. Foto: Canva

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Gen Z merupakan generasi yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012. Selain dikenal sebagai generasi yang manja dan sering mengeluh, Gen Z juga terkenal sulit menabung. Ada beberapa alasan Gen Z sulit menabung, salah satunya adalah tingkat gaji Gen Z yang tidak sebanding dengan biaya hidup mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Disamping hal tersebut, faktanya saat ini hanya 24% masyarakat Indonesia yang memiliki dana darurat yang memadai dan menurut hasil penelitian Finder, 31% dari Gen Z tidak memiliki tabungan. Bahkan jika ada tabungan, jumlahnya jarang melebihi 10 juta rupiah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Artikel berikut ini akan membahas lebih lanjut alasan lain yang membuat generasi Z kesulitan menabung.

Alasan Gen Z Sulit Menabung

1. Fear Of Missing Out (FOMO)

FOMO menjadi salah satu hal yang menyebabkan Gen Z sulit untuk menabung. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2020 yang dilakukan oleh BPS, Gen Z merupakan kelompok yang memiliki potensi besar sebagai pangsa pasar di berbagai segmen, baik yang bersifat konsumtif maupun produktif dan mampu mempengaruhi arah perkembangan ekonomi dan perilaku konsumsi di masa depan.

Meskipun banyak yang berpendapat bahwa gaya hidup Gen Z cenderung boros, sebenarnya ada faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan ini dan membuat mereka kesulitan menabung.

Salah satu faktornya adalah akses internet yang semakin mudah. Gen Z dapat dengan cepat mengakses informasi, membuka e-commerce, dan terhubung dengan media sosial.

Akses internet yang luas ini, sayangnya membawa dampak negatif seperti fenomena FOMO atau "Fear of Missing Out". Ketika seseorang mengalami FOMO, mereka merasa cemas dan takut ketinggalan tren. 

Penelitian menunjukkan bahwa Gen Z yang mengalami FOMO cenderung memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah karena terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain. 

Bahkan, buruknya FOMO dapat membuat seseorang terburu-buru mengambil keputusan tanpa riset atau analisis yang matang, termasuk dalam pembelian barang.

2. Bergantung pada Paylater

Penyebab Gen Z sulit menabung juga karena tersedianya sistem peminjaman fintech dan paylater pada masa kini.

Terdapat fakta menarik terkait perilaku keuangan Gen Z yang perlu dicermati. Menurut data dari OJK pada Desember 2022, terlihat bahwa Gen Z dan Generasi Milenial memiliki tingkat utang yang lebih tinggi dibandingkan dengan generasi lainnya, terutama terlihat dari kepemilikan rekening dan jumlah pinjaman yang belum lunas pada fintech P2P lending.

Dari statistik tersebut, 62% rekening pada fintech P2P lending dimiliki oleh kelompok usia 19-34 tahun dan sekitar 60% dari total pinjaman yang disalurkan oleh fintech ini juga diperuntukkan bagi kelompok usia yang sama.

Tingginya jumlah utang di kalangan Gen Z tidaklah mengherankan mengingat kemudahan akses teknologi yang semakin maju. Aplikasi digital, seperti fintech pendanaan dan fitur paylater. mempermudah proses pengajuan pinjaman dengan persyaratan yang lebih sederhana dan praktis. 

Selain itu, aplikasi untuk belanja online dan fitur paylater memberikan kenyamanan dalam bertransaksi bagi penggunanya. Namun di sisi lain, bisa mendorong praktik utang yang konsumtif.

Meski memiliki penghasilan, kurangnya kemampuan mengelola keuangan dapat membuat mereka cenderung konsumtif. Jika pendapatan tidak cukup untuk menutupi pengeluaran, utang menjadi pilihan sementara meskipun faktanya bisa menjadi sumber masalah di masa depan.

3. Tuntutan Biaya Hidup yang Tinggi

Sebagian besar dari Generasi Z menghadapi beban biaya hidup yang tinggi, termasuk biaya pendidikan yang semakin mahal, biaya perumahan yang melonjak, dan utang pendidikan yang memberatkan. 

Menurut laporan dari Federal Reserve, biaya pendidikan perguruan tinggi telah meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir, melebihi laju inflasi. 

Akibatnya, banyak dari generasi ini terbebani oleh utang pendidikan atau student loan yang signifikan sejak awal dewasa, sehingga membuat menabung menjadi lebih sulit.

4. Penghasilan yang Rendah

Meskipun Generasi Z cenderung sangat terampil secara teknologi dan berpendidikan tinggi, mereka sering kali masuk ke pasar kerja dengan penghasilan yang relatif rendah. 

Laporan dari Pew Research Center menunjukkan bahwa tingkat pengangguran dan ketidakstabilan pekerjaan sering kali tinggi di antara generasi ini, menyebabkan penghasilan yang tidak pasti dan tidak cukup untuk menutupi kebutuhan dasar, apalagi menabung untuk masa depan.

5. Ketidakstabilan Ekonomi

Tantangan ekonomi global, seperti resesi dan pandemi COVID-19, telah meningkatkan ketidakpastian finansial bagi Generasi Z. 

Banyak dari mereka telah mengalami pemotongan jam kerja, pengangguran, atau penurunan penghasilan selama periode ekonomi sulit ini, mengakibatkan kesulitan dalam menabung atau bahkan memenuhi kebutuhan dasar.

Tips Mengelola Keuangan Untuk Gen Z

Untuk mengatasi berbagai hal yang menyebabkan Gen Z kesulitan menabung, berikut ini terdapat beberapa tips bagi Gen Z untuk mengelola keuangan.

1. Lakukan Budgeting

Pertama, budgeting 50:30:20. Istilah ini sering disuarakan oleh influencer keuangan dan menjadi metode yang familiar bagi anak muda jaman sekarang. Namun, sebelumnya penting untuk memahami alasan di balik perlunya melakukan budgeting dengan metode ini. 

Banyak orang kesulitan menabung karena tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang seberapa besar alokasi yang harus diberikan untuk kebutuhan, keinginan, dan tabungan, sehingga seringkali penghasilan habis untuk kebutuhan dan keinginan saja tanpa sisa.

Dalam metode budgeting ini, penghasilan dapat diatur dengan pembagian proporsi 50:30:20. Sebagai contoh, jika Anda memiliki gaji sebesar Rp3.000.000, Anda dapat mengalokasikan 50% untuk kebutuhan sehari-hari seperti tempat tinggal, makan, dan transportasi. 

Kemudian, 30% dapat dialokasikan untuk memenuhi keinginan seperti belanja pakaian, sepatu, atau bersantai di cafe favorit. Sisa 20% dapat disimpan sebagai tabungan. 

Dengan cara ini, semua kebutuhan, keinginan, dan tabungan dapat terpenuhi secara seimbang. Meskipun demikian, metode budgeting tidak hanya terbatas pada 50:30:20 tetapi bisa disesuaikan dengan penghasilan dan pengeluaran bulanan masing-masing.

2. Tetap Menabung Meski Sedikit

Lalu, tips yang kedua berkaitan dengan sebuah pepatah yang mengatakan "Sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit”. 

Dalam konteks menabung, pepatah ini mengajarkan pentingnya menabung dalam jumlah kecil namun rutin setiap bulan.

Menabung secara konsisten membantu membangun kebiasaan menabung sejak dini, yang dapat dijalankan sepanjang hidup. 

Dengan cara ini, Anda tidak hanya membangun tabungan, tetapi juga mempraktikkan kebiasaan positif yang dapat diwarisi hingga usia tua.

GHEA CANTIKA NOORSYARIFA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus