Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ambisi sebuah koperasi

Gkbi mulai mengupayakan berbagai terobosan bisnis. bikin holding company, buka pabrik di bangladesh, dan mendirikan gedung 34 tingkat.

8 Mei 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH angan-angan kini berproses menjadi kenyataan. Tak terlalu lama lagi, gedung tua yang mojok di sebuah sudut Semanggi, Jakarta, itu akan digantikan oleh pencakar langit 34 tingkat. Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI), pemilik gedung itu, memastikan akan membangun pencakar langit tersebut dengan investasi Rp 200 miliar. GKBI Square begitulah namanya dijamin tak kalah megah dibandingkan dengan gedung-gedung di sekitarnya. Pembangunan gedung itu merupakan proyek kerja sama GKBI dengan Mulia Tower, grup yang terkenal paling andal dalam bisnis properti. Andil GKBI dalam proyek tersebut cuma sebatas penyediaan lahan seluas 1,1 hektare, sementara Mulia Group akan menanggung seluruh pembiayaannya. Menurut Ketua GKBI, Noorbasha Djunaid, dengan sistem BOT (built operation transfer), kerja sama itu juga akan menguntungkan mitra kerjanya. Hak pengelolaan gedung selama 20 tahun merupakan ''imbalan'' yang akan diperoleh Mulia Tower. Optimisme ini juga didukung oleh lokasi yang strategis di wilayah segi tiga emas, yang diperkirakan laku keras. Pembangunan gedung tersebut boleh dibilang gebrakan awal dari langkah GKBI dalam memantapkan performance-nya. Sampai akhir tahun 1980-an, GKBI digembar-gemborkan terlilit kesulitan uang yang cukup serius. Selain manajemen yang salah kaprah, utang dalam skala besar juga membelit gabungan koperasi ini. Klimaksnya terjadi pada tahun 1985, ketika pasar lesu. Kerugian yang harus ditanggungnya mencapai Rp 19 miliar, sementara cicilan utangnya membengkak hingga Rp 47 miliar (TEMPO, 28 September 1991). Berbagai ikhtiar memang diupayakan untuk mengatasi kesulitan tersebut. Antara lain, gedung GKBI itu sempat ditawarkan untuk dijual seharga Rp 7,5 miliar. Rencana ini batal setelah Pemerintah turun tangan dengan dana lunak sebesar Rp 12 miliar, dilengkapi tim manajemen dari Ditjen Bina Usaha Koperasi. Kondisi GKBI, dengan sekitar 8.000 anggota (dari 40 koperasi primer), berangsur-angsur membaik. Apalagi setelah dibentuk badan pemasaran bersama pada tahun 1986. Hasil penjualannya meningkat dari Rp 45 miliar pada 1985 menjadi Rp 240,7 miliar pada tahun 1991. Aset yang dimilikinya sekarang ini mencapai Rp 500 miliar, dengan lebih dari 12 unit usaha delapan berupa pabrik tekstil. Sebenarnya, berbagai terobosan sudah mulai digalakkan dua tahun silam, setelah organisasi ini membentuk holding company. ''Sudah saatnya GKBI melebarkan sayapnya ke sektor lain, tidak melulu di bidang tekstil,'' ujar Noorbasha, yang berambisi mengangkat GKBI menjadi sebuah konglomerat. Bersama ''kongsi lamanya'' dari Jepang, Toyobo Group, GKBI siap melakukan ekspansi ke Chittagong, Bangladesh. Di sana mereka akan membangun pabrik garmen yang menelan investasi US$ 75 juta. Sebesar 75% dari pembiayaan proyek tersebut akan diperoleh berupa pinjaman jangka panjang (1015 tahun) dari Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB), International Finance Corporation (IFC), dan sebuah lembaga keuangan dari Jepang (JAIDO). Sisanya adalah equity dari kongsi. GKBI sendiri, menurut Noorbasha, ''menyumbang'' 20%. Christianto Wibisono, bos PDBI (Pusat Data Bisnis Indonesia), tak sedikit pun meragukan kemampuan GKBI dalam melakukan terobosan. Hanya saja, menurut penilaiannya, ada sedikit kelemahan, yakni dalam menegakkan citra GKBI. Terbukti, sampai sekarang, gabungan koperasi yang didirikan tahun 1948 ini belum mampu memasarkan produknya dengan merek GKBI. Moebanoe Moera, Taufik T. Alwie, dan Bina Bektiati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus