Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Berita Tempo Plus

Anak ingusan menjadi primadona

Pamor bursa indonesia semakim cemerlang. dinilai sebagai salah satu pilihan terbaik di asia. mulai melangkah menjadi primadona dan akan melampaui bursa filipina. gambaran bursa hong kong, muangthai, dll.

2 September 1989 | 00.00 WIB

Anak ingusan menjadi primadona
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PAMOR pasar modal Indonesia di mata kapitalis kakap mancanegara semakin cemerlang. Menghadapi saingannya seperti Singapura -- cuma satu jam terbang dari Jakarta -- sebagai bursa saham yang dinilai terbaik kelima di dunia, Jakarta mulai melangkah menjadi primadona. Baru berusia 12 tahun, Bursa Jakarta boleh dibilang anak ingusan. Apalagi di masa sepuluh tahun pertama. Ia terbelenggu batasan kenaikan harga yang tak boleh lewat 4%. Angka itu pun ditentukan begitu saja sebagai cerminan kekhawatiran Pemerintah jika langsung membuka lebar-lebar pintu bursa. "Dipetik dari langit," kata Ketua Bapepam, Marzuki Usman, tentang perhitungan 4% itu. Maka, Jakarta baru benar-benar menjadi pasar ketika pintu dibuka. (Lihat Biar Mereka Tetap Betah). Dengan cepat BEJ melesat. "Karakteristik pasar yang masih baru memang begitu " kata Presdir PT Deemte Artadharma, Micky Thio. Boleh jadi dia benar, sebab Deemte adalah anak perusahaan DMT Securities Co. yang banyak makan asam garam bursa-bursa di kawasan Asia Timur. Ini juga diakui oleh Ketua Bapepam yang menilai masa boom Bursa Saham Jakarta ini baru mulai. "Lima tahun lagi saya kira keadaan akan seperti ini," Marzuki menuturkan. Meskipun sedang bullish -- istilah orang bursa untuk pasar yang lagi panas tentunya pemodal tidak main tubruk. Apalagi mereka rata-rata adalah pemain raksasa yang pasti tak mau rugi. Mereka akan melirik kiri kanan dulu, membanding-bandingkan sebelum menanam uang. Ada beberapa cara menghitung untung rugi main di bursa saham. Sebut saja faktor laju inflasi dan suku bunga yang tentunya berbeda di tiap negara. Demikian pula kemampuan pasar serta stabilitas politik. Belum lagi pertumbuhan tiap perusahaan yang amat beragam di tiap negara. Maka banyak orang tak begitu peduli dengan peringkat yang disusun berdasarkan angka-angka itu. Cuma, sebagai bahan analisa, angka-angka bisa bicara banyak. Singapura, selain dianggap lima terbaik dunia ia memutar uang US$ 67,4 milyar kapitaiisasi pasar di lantainya. Kapitalisasi pasar memang bisa dijadikan ukuran besar kecilnya sebuah pasar modal. Angka ini berasal dari jumlah keseluruhan harga saham yang sudah dikalikan dengan jumlah saham yang beredar. Dengan demikian, angka ini mencerminkan berapa duit yang berputar di pasar itu. Sepintas sudah terlihat. Membandingkan Jakarta dengan Singapura tentu tak adil. Tengok saja kapitalisasi pasar Bursa Saham Jakarta yang tak lebih dari Rp 2,5 trilyun. Singapura juga bukan pasar kemarin sore. Ia sudah memulai perdagangan pada awal abad ini. Lagi pula, Singapura juga punya beberapa saham yang didaftarkan juga di bursa Kuala Lumpur, Cross Listing istilah kerennya. Setua itu, tentu Singapura sudah tergolong pasar yang mapan. "Memang, Singapura termasuk well regulated market," kata Micky Thio. Artinya, semua aturan yang berlaku di sana sedemikian jelas dan tegas. Membangun peraturan yang tegas dan jelas tentu tak mudah. Sebagai misal pengalaman gegernya Pasar Modal Singapura gara-gara krisis penjualan saham Pan Electric pada tahun 1986 lalu. Krisis itu muncul akibat ulah beberapa broker alias pialang yang berdagang saham melebihi kemampuannya. "Mereka umumnya kekurangan modal," kata Deputy Chairman Singapura Stock Exchange, George E.K. Teo, lewat makalahnya di depan seminar How to Invest in Indonesia Stock Market yang diadakan Yayasan Pusat Pengkajian Hukum di Jakarta pekan lalu. Akibat krisis itu, aturan segera diubah dalam waktu tak sampai setahun. Antara lain semua anggota bursa diwajibkan bermodal paling sedikit Sin$ 250.000. Jika modal itu melorot di bawah modal minimal selama empat minggu berturut-turut, mereka akan kehilangan keanggotaannya. Demikian pula jika utangnya melebihi 1.200% dari modal minimum tadi, izinnya pun dicabut. Bukan cuma itu. Krisis Pan Electric ini boleh dibilang menjadi pemicu mengetatnya aturan main di pasar modal Singapura. Termasuk dibentuknya Komite Disiplin yang berwenang menyelidiki dan menghukum anggota-anggota bursa yang menyeleweng. "Peraturan itu membakukan dan menegakkan disiplin anggota bursa," kata Teo. Pasar dengan aturan yan teas dan jelas itulah yang sebenarnya menjadi dambaan pemodal. Seperti dikatakan Wakil Presiden Jardine Fleming Nusantara Finance, Philip K. Brewer, "Beri kami aturan tertulis yang pasti, investor akan datang." Tak heran jika Bursa Singapura -- dengan 329 perusahaan yang menjual saham di sana -- menjadi tujuan investor di kawasan ini. Bukan berarti tak ada usaha Bapepam untuk bikin aturan. "Biar dulu, kalau belum apa-apa sudah diatur akan suli berkembang," kata Marzuki Usman. Ia mencontohkan era permulaan pasar modal dulu. Dengan sedemilian banyak aturan, nyatanya pasar memang mandek. Tetapi buat ketua Brokers Club, Sani Permana, masih ada jalan. Yaitu dengan mengambil aturan dari berbagai bursa lalu menyianginya. Dicari mana yang cocok lalu dipakai di Jakarta. "Daripada bayar konsultan mahal, dan lama tak beres-beres," katanya . Dari berbagai ukuran tadi, jelas terlihat bahwa Jakarta bukan bandingan Singapura. Yang agak rendah kelasnya sebagai bandingan adalah Muangthai. Dengan 143 perusahaan plus 4 Trust yang Go Public, ia adalah contoh baik untuk sebuah bursa yang sedang tumbuh. "Mereka memulai lebih dulu, jadi wajar kalau unggul," tutur Marzuki Usman mengakui kemajuan Muangthai . Berdenyutnya pasar modal Muangthai ini dimulai sekitar tiga tahun lalu mengikuti pertumbuhan ekonominya yang cukup ajaib. Dan itu diperkirakan akan terus berlanjut, dengan perhitungan GDP tahun ini mencapai 9%. Salah satu pompa yang kuat mendesak pertumbuhan ini adalah besarnya investasi asing, terutama asal Jepang. Sampai Maret 1989 kemarin, rata-rata pertumbuhan investasi Jepang di Muangthai masih terus naik. Di antara negara-negara Asia, cuma Muangthai yang mendapat rezeki seperti itu. Bagaimana dengan pasar modalnya? "Pasar Muangthai akan tetap bullish," kata Micky, yang berpatungan dengan mitra lokal di hursa Muangthai. Selain pasar yang kuat, bursa ini masih belum mapan dan terus membengkak dijejali anggota baru. Sampai akhir Juli saja, sudah tujuh perusahaan baru masuk bursa menjual saham.Itu belum apa-apa, sebab Pemerintah mematok target 35 perusahaan akan go public tahun ini. Tampaknya, di paruh kedua tahun ini, bursa Muangthai bakal dibanjiri sisa perusahaan yang sudah antre itu. Sebenarnya, di bursa Muangthai -- yang total kapitalisasi pasarnya akhir Mei lalu tercatat US$ 13,4 milyar -- peranan asing tak begitu vital. Maklum, selain ada aturan pertukaran devisa yang tidak bebas, jatah asing untuk beli saham pun dibatasi. Mereka cuma boleh membeli 49 persen saham-saham perusahaan yang bergerak di sektor industri. Sedangkan untuk saham perusahaan keuangan lebih sedikit lagi jatah mereka, cuma 25 persen. Bedanya dengan Jakarta, pasar lokal mereka kuat dan sudah terbiasa dengan bursa. Mirip dengan Muangthai, tetapi dengan ukuran jauh lebih besar, adalah Taiwan. Pasar Taiwan ini boleh dibilang tertutup sama sekali buat orang asing. "Itu tak masalah, sebab rakyat mereka sudah menjadikan bursa sebagai sarapan sehari-hari," Micky menuturkan. Selain itu, daya beli mereka cukup hebat dengan menguatnya dolar Taiwan sejak 1986. Dua kantung neraca Taiwan juga sama-sama gemuk dengan surplus di tahun 1988. Neraca perdagangan surplus US$ 10,9 milyar, sementara neraca transaksi berjalan mencatat surplus US$ 10,2 milyar. Dengan penampakan ekonomi seperti itu, Taiwan tak memerlukan lagi orang asing untuk menggerakkan roda pasar modalnya. Dengan total kapitalisasi pasar sebesar US$ 232,7 milyar, Taiwan hanya mengizinkan orang asing membeli empat macam saham yang jumlah keseluruhan nilainya tak lebih dari US$ 783 juta. Maka, di bursa Taiwan, yang tampak sehari-hari adalah perdagangan yang ramLi dengan orang-orang lokal. Bursa sebesar itu bahkan lebih mirip rumah judi. M.lklum, bursa saham memang sulit dipisahkn dari spekulasi untuk mencari capital glil7 alias laba. Lebih-lebih lagi,"Pada dasarny sifat orang sana memang suka judi," kat Micky lagi. Untuk ukuran kakap, selain Taiwan, di Asia masih ada Hong Kong dan Jepang. Yang terakhir ini malah yang terbesar di dunia dengan total kapitalisasi pasar mcncapai US$ 3,458 trilyun. Sementara Hong Kong saat ini sedang murung. Kecemasan menghadapi tahun 1997 dan bayang-bayang pembantaian mahasiswa di Cina membuat bursa mereka terus merosot. "Volume perdagangan di sana memang turun jauh. kata Micky yang kantor pusatnya berpangkalan di Hong Kong. DMT Securities memang merasakan langsung lesunya pasar itu. Beberapa Bursa yang sudah disebut tadi tampaknya masih susah dilewati Bursa Jakarta. Paling tidak dalam 3-4 tahun ini. Tetapi, jika perkembangan Bursa Saham Jakarta terus seperti ini, Marzuki optimistis akan naik tingkat melewati satu bursa di negara tetangga, yakni Manila. Dengan total kapitalisasi pasar Cumi US$ 8,85 milyar, tampaknya bursa Manila memang tak begitu jauh di atas Jakarti. Diam-diam, Bapepam juga sudah pasang ancang-ancang untuk melewatinya. "Kau sampai tahun depan ada 100 perusahaan yang go public, saya yakin kita akn unggul," kata Marzuki. Sekarang tinggal bagaimana mereka berdandan adu cantik di depan investor.Yopie Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum