Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, menghawatirkan pengelolaan fiskal era presiden terpilih, Prabowo Subianto. APBN tahun depan dibayangi beban pembangunan Ibu Kota Negara atau IKN dan utang jatuh tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu, mengatakan tekanan makin berat karena program baru. Di tahun awal pemerintahan biaya dari kas negara juga digunakan untuk makan bergizi gratis. “APBN 2025 memang akan menghadapi tantangan fiskal yang cukup complicated,” ujarnya dihubungi Jumat, 12 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seluruhnya harus dipikul berasamaan, seperti misalnya utang jatuh tempo pada 2025 yang mencapai Rp 800,33 triliun. Utang ini berasal dari pembiayaan Covid-19. Kas negara dua tahun selanjutnya akan menghadapi masalah yang sama. Ajib mengatakan negara tidak bisa gagal dalam membayar utang ini.
Terkait beban komitmen program berkelanjutan ibu kota baru, ia mengatakan ini masih akan menyedot keuangan negara. Alokasi pembangunan saat ini masih bertumpu dengan kekuatan APBN. “Pemerintah harus tetap mengalokasikan dana khusus agar ritme pembangunan tetap bisa berjalan dengan baik, ujarnya.
Di saat bersamaan, Ajib mengatakan, program populis pemerintah Prabowo tentang makan bergizi gratis juga memakai porsi besar kas negara. Dengan alokasi awal ideal di angka mencapai Rp 400 triliun dan sementara hanya bisa dialokasikan sebesar sebesar Rp 71 triliun. Untuk tahun-tahun selanjutnya, tentunya program ini memerlukan alokasi dana yang semakin besar.
Dengan beban yang ada, APBN 2025 bahkan sudah dirancang mengalami defisit di kisaran 2,29- 2,82 persen dari produk domestik bruto atau PDB. Meski demikian, ia mengatakan defisit diskal 0 persen terhadap PDB bisa dilakukan dengan pengelolaan yang baik.
Langkah yang bisa dilakukan menurt dia adalah meningkatkan penerimaan, termasuk pajak. Tahun 2024 ini proyeksi tax expenditure mencapai Rp 374,5 triliun. “Pengelolaan alokasi ini perlu diefisienkan agar bisa menambah kemampuan fiskal secara keseluruhan,” ujarnya.
Peningkatan juga bisa dilakukan dari sisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dengan sumber daya yang berlimpah, penerimaan sektor ini bisa lebih ditingkatkan dari target.
Selanjutnya dengan memaksimalkan peningkatan penerimaan dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Juga dengan mengatur pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN).
Sebelumnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan negara pada semester awal terkontraksi 6,2 persen. Sementara belanja negara meningkat 11,3 persen. Dengan demikian defisit APBN pada tahun ini diperkirakan mencapai 2,70 persen terhadap PDB atau meleset dari target 2,29 persen terhadap PDB.