Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di zona merah setelah Donald Trump dinyatakan menjadi pemenang Pilpres Amerika Serikat (AS). Padahal, bursa saham AS atau Wall Street bergairah usai politikus Partai Republik itu unggul dari pesaingnya, Kamala Harris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dosen Universitas Prasetya Mulya sekaligus pendiri Hungrystock, Lukas Setia Atjama, mengatakan riwayat Trump saat menjabat sebagai Presiden ke-45 AS jadi salah satu sentimen yang membuat IHSG anjlok. Menurutnya, Trump dikenal dengan riwayat perang dagang dengan Cina dengan penerapan tarif impor yang tinggi ke negara Tirai Bambu tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“(Kemenangan Trump) ini pasti dampaknya ke ekonomi Cina. Nah, kalau Cina kena, pasti kita juga kena. Karena kita mitra dagangnya Cina,” kata Lukas dalam diskusi yang disiarkan di YouTube IDX, dikutip Senin, 11 November 2024.
Lukas mengatakan, saat Donald Trump memenangkan Pilpres AS pada 2016 lalu IHSG juga merespons dengan berada di zona merah. Saat itu, kata dia, saham-saham bank di Indonesia merosot.
Selain itu Trump dikenal dengan kebijakan peningkatan produksi minyak dan gas (migas) sehingga saham migas dalam negeri menurutnya sempat memerah beberapa waktu lalu. Ia menambahkan, Trump memang dikenal dengan kebijakan yang kurang pro dengan energi hijau.
Selanjutnya, Lukas menilai Trump memiliki arah kebijakan untuk meningkatkan suplai produk sehingga harga komoditas menurun. Selain itu, juga berambisi meningkatkan daya beli masyarakat AS. Sehingga, kata dia, inflasi AS cenderung akan tinggi.
“Suku bunga cenderung tinggi, perang dagang tarif tinggi juga membuat dolar akan menguat. Dolar menguat itu bad news buat kita,” ujarnya.
Pasalnya, penguatan dolar AS akan berpengaruh pada industri manufaktur Indonesia yang masih bergantung pada barang impor. Sehingga, imbasnya akan terjadi di industri dalam negeri.
Lukas juga menilai Trump dikenal dengan kebijakan yang tidak menentu. Kebijakan-kebijakannya seringkali membuat ketidakpastian di pasar keuangan meningkat dan volatilitas di bursa akan semakin tinggi.
“Namun tentu tidak perlu khawatir, karena kita pernah mengalami masa-masa itu,” ucapnya.
Seperti diketahui, IHSG turun 2,91 persen ke level 7.287 pada perdagangan 4-8 November 2024 dibanding pekan sebelumnya yang ditutup di level 7.505. Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mencatat penurunan kapitalisasi pasar bursa sebesar 2,86 persen atau turun Rp360 miliar.
“Perubahan dialami oleh kapitalisasi pasar Bursa sebesar 2,86 persen menjadi Rp12.241 triliun dari Rp12.601 triliun pada pekan sebelumnya,” kata Sekretaris Perusahaan BEI, Kautsar Primadi Nurahmad dalam keterangan resminya, Jumat, 8 November 2024.
Pilihan Editor: Saham NET TV Anjlok, Analis: Pengaruh Mundurnya Manoj Punjabi