Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia mencatat pertumbuhan kredit UMKM masih melambat. Berdasarkan data analisis uang beredar BI yang dipublikasikan 23 September 2024, total penyaluran kredit perbankan ke UMKM pada Agustus sebesar Rp 1.379 triliun. Atau mengalami pertumbuhan 4,3 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Setelah tumbuh 5,1 persen yoy pada bulan sebelumnya,” demikian dipaparkan dalam analisis uang beredar BI dikutip Selasa, 24 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angka itu pun melambat dibanding Juni, yang tumbuh sebesar 5,6 persen yoy. Pertumbuhan kredit terus anjlok. Di awal tahun misalnya, penyaluran kredit perbankan untuk UMKM tumbuh 8,9 persen yoy, menguat menjadi 9,4 persen yoy pada Februari, lalu terus turun hingga saat ini.
Ketua umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny mengatakan kurangnya sosialisasi dan rumitnya prosedur kredit membuat penyaluran kredit UMKM turun. Menurut dia, banyak pelaku UMKM yang belum memahami persyaratan program kredit usaha.
Pelaku usaha. menurut dia. memilih tidak masuk dalam program semisal Kredit Usaha Rakyat (KUR) karena beberapa kewajiban Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) maupun Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) yang diminta. “Kadang mereka tidak dapat sosialisasi lolos SLIK seperti apa lolos SIKP seperti apa,” ujarnya.
Lesunya kredit perbankan untuk UMKM juga diakui Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi. Ditemui di Jakarta sebelumnya, ia mengaku masalah tersebut sedang dibahas di internal OJK. “Sedang dibahas bagaimana kita sama-sama support untuk UMKM supaya target kredit UMKM tercapai,” ujarnya.
Intinya, Friderica melanjutkan, OJK berusaha mendorong peningkatan kredit UMKM namun tidak bisa dilakukan secara serampangan, karena juga mempertimbangkan kerugian perbankan. Manajemen risiko dan analisis kredit diserahkan seluruhnya ke bank untuk menentukan siapa yang layak mendapat pembiayaan.
Pengamat perbankan, Paul Sutaryono mengatakan tingkat kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) ditengarai juga menjadi salah satu alasan penurunan kredit UMKM. “NPL UMKM yang mendekati ambang batas 5 persen mendorong bank lebih selektif dalam mengucurkan kredit,” kata dia.
Berdasarkan data OJK tingat NPL UMKM pada akhir tahun lalu berkisar 3,71 persen. Pada Juli 2024 di kisaran 4,04 persen. Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pertumbuhan kredit UMKM yang mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain itu, berakhirnya relaksasi restrukturisasi kredit terkait pandemi Covid-19, menyebabkan rasio NPL kredit UMKM mengalami peningkatan.