Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Anindya N. Bakrie: Jangan Lari dari Masalah

2 Oktober 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DELAPAN tahun silam, Anindya N. Bakrie harus menelan pengalaman pahit. Securities and Exchange Commission, badan pengawas pasar modal Amerika Serikat, menggugatnya di Pengadilan Distrik Selatan, New York.

Analis finansial yunior di Global Power Group, unit usaha Salomon Smith Barney Inc. (New York), ini didakwa melakukan insider trading, alias praktek curang perdagangan orang dalam, ketika membeli saham Washington Gas Light Company senilai US$ 650 ribu. Roy Handojo, rekannya, ditangkap. Anin balik ke Indonesia, bekerja di Grup Bakrie.

Dari situlah kariernya melesat. Di usianya yang ke-32, kini putra sulung Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie ini bahkan telah menduduki posisi puncak di stasiun televisi ANTV dan PT Bakrie Telecom.

Gaya bisnisnya pun menjadi lebih konservatif. "Hilangkan dulu utang sebelum bisa menikmati untung," kata lulusan Universitas Northwestern dan Universitas Stanford, Amerika Serikat, itu mengungkap resep suksesnya mendandani ANTV.

Berkat keberhasilannya, Anin konon telah dipersiapkan menjadi putra mahkota kerajaan bisnis keluarga Bakrie. Itu sebabnya, ketika sang ayah kini tak bisa lagi banyak cakap, ia pun tak lagi kikuk menjawab berbagai pertanyaan seputar bisnis keluarga Bakrie dalam wawancara khusus dengan Heri Susanto dan Yandhrie Arvian dari Tempo di Wisma Bakrie, Kuningan, Jakarta, dua pekan lalu.

Kasus lumpur Lapindo mengganggu bisnis Bakrie?

Alhamdulillah tidak. Tapi kami bertanggung jawab atas apa pun yang terjadi. Meski begitu, perusahaan Bakrie lainnya tidak bisa bertanggung jawab untuk Lapindo.

Menurut Anda, Lapindo bersalah?

Lapindo adalah kontraktor, bukan pemilik ladang migas. Kontraktor itu terikat perjanjian bagi hasil dengan pemerintah. Masa, kalau rugi hanya Lapindo yang menanggung? Kami ingin jelas. Kalau tidak, nanti Bakrie Telecom bikin menara di Gunung Merapi, kemudian gunungnya meletus, Bakrie Telecom ikut bertanggung jawab.

Apakah kasus Lapindo mengganggu rencana ekspansi bisnis dan keuangan Grup Bakrie?

Tidak. Alhamdulillah, kami masih bisa jalan seperti biasa. Pengaruhnya mungkin di jumlah sumbangan Grup Bakrie ke masyarakat. Dananya menurun karena biaya akan tersedot ke Lapindo.

Apa perbedaan Grup Bakrie dulu dengan sekarang?

Dulu utang besar. Kalau untung besar, cari utang juga besar. Giliran rugi, terpukulnya dua kali: rugi aset dan saham, plus harus membayar ke pemegang obligasi. Sekarang utang dibuat minimal, sesuai dengan kesanggupan bayar saja.

Ada perubahan komposisi di kalangan profesional?

Ya. Di Grup Bakrie sekarang, 10 persen profesional asing. Dulu hanya 1 persen. Ini permintaan pasar menuju pemain kelas dunia.

Berapa aset Bakrie sekarang?

Tahun 1997, sebelum krisis, US$ 1,5 miliar (Rp 13,7 triliun). Sekarang jumlahnya dua kali lipat, dan kini lebih banyak aset ketimbang utang.

Sebagai generasi ketiga Bakrie, bagaimana Anda melihat sosok Achmad Bakrie?

Saya hanya bertemu beliau sampai usia 14 tahun. Jadi, tak belajar soal bisnis ke beliau, tapi belajar nilai-nilai. Ini penting karena bisnis bukan cuma soal beli murah jual mahal.

Apa nilai-nilai itu?

Jangan lari dari masalah. Kalau you utang, you tidak bisa memalingkan muka. Jangan serakah, dan bawa perusahaan menjadi kelas dunia.

Nilai itu kini masih dipegang?

Kami terus pegang. Itulah mengapa Bakrie tetap ada selama 64 tahun.

Tapi, tiap generasi tampaknya beda karakter. Achmad Bakrie pedagang tulen....

Saya rasa nilainya sama. Implementasinya disesuaikan dengan zaman. Hasilnya toh tetap untuk masyarakat. Dulu tidak ada perusahaan publik karena pasar modal belum berkembang. Di generasi kedua, ada yang go public. Generasi ketiga, lebih banyak lagi. Sekarang Pak Nirwan dan Pak Indra pegang bisnis sejak Pak Ical (Aburizal) terjun ke politik.

Benarkah Anda sudah dipersiapkan menjadi putra mahkota?

Tidak ada yang disiapkan. Hampir semua perusahaan milik publik. Daripada menyiapkan putra mahkota atau putri mahkota, lebih baik menyiapkan manajemen tangguh yang bisa membuat perusahaan berhasil dan menghasilkan dividen untuk dinikmati bersama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus