Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Antar basis dan kotak-kotak

Pendidikan perburuhan di indonesia, a.l diselenggarakan oleh yytki, pemerintah, aafli (asian-american free labour institute) kerjasama dengan fbsi. berperan untuk menyadarkan hak-hak buruh. (eb)

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGAPA belakangan ini buruh terlihat makin "militan"? Selain latar belakang pendidikan mereka yang lebih baik pendidikan perburuhan yang diberikan pada mereka rupanya berperan juga dalam menyadarkan buruh pada hak-haknya. Pendidikan perburuhan di Indonesia diselenggarakan beberapa pihak: Pemerintah serta Yayasan Tenaga Kerja Indonesia (YTKI) dan AAFLI (Asian-American Free Labour Institute) bekerjasama dengan FBSI. Jumlah yang dididik belum begitu banyak, namun hasilnya tampak lumayan. Pendidikan perburuhan yang diselenggarakan Depnakertrans meliputi para buruh, pengusaha dan pejabat pemerintah, dan sejak 1974 telah mendidik sekitar 20 ribu orang. Sebelum itu, antara 1969-1974, suatu yayasan dari Jerman Barat Friedrich Ebert Stiftung (FES) langsung memberikan pendidikan pada tiga ribuan buruh. Sejak 1974, pendidikan itu diselenggarakan YTKI bekerjasama dengan FES yang pada 1976 membentuk Pusat Pengembangan Sumberdaya Manusia (PPSM). Sampai 1980 YTKI telah menyelenggarakan pendidikan pada sekitar lima ribu buruh. Yang diselenggarakan YTKI bukan pendidikan perburuhan, tapi pendidikan perserikatburuhan. Selain itu lemaa ini juga menyelenggarakan non trade-union education mengenai ketenagakerjaan pada pemuda, petani, wanita, nelayan, wartawan serta koperasi. "Pada tingkat pertama -- sampai 1976 -- pendidikan buruh ini diarahkan pada konsolidasi FBSI," kata H.A. Gani Samil, 60 tahun, Direktur PPSM. Konsolidasi ini dianggap perlu, mengingat sejarah kelahiran FBSI yang merupakan fusi dari berbagai organisasi buruh. "Dengan pendidikan itu kami mencoba menyatukan sikap dari unsur-unsur yang berfusi," ujar Samil. Antara 1976-1978 diadakan program kilat untuk membina kader. Antara 1978-1980 konsentrasi pendidikan diarahkan untuk membina pemimpin serikat buruh di tingkat perusahaan dan juga membina jururunding. "Supaya mereka mampu bicara setaraf dengan pimpinan perusahaan untuk menentukan nasib buruh," kata Samil. Di atas semua itu, dalam pendidikan itu, ditanamkan nilai-nilai Hubungan Perburuhan Pancasila. Namun di waktu mendatang PPSM akan mengarahkan pendidikan yang diselenggarakannya pada pendidikan perburuhan, bukan hanya perserikatburuhan. "Agar buruh nanti juga mengenal kewajiban nasional dan sosialnya," kata seorang pimpinan PPSM. Saat ini di PPSM ada lima tingkat pendidikan: tingkat dasar, lanjutan, pendidik, perunding dan manajemen serikat buruh. Kurikulum untuk masing-masing tingkat berbeda. Pada tingkat dasar misalnya, meliputi antara lain Perserikatburuhan, HPP, Kondisi kerja dan Hukum Perburuhan, Perjanjian Kerja Bersama dan Penyelesaian sengketa perburuhan. Di samping pendidikan selama 10 hari yang diselenggarakan di beberapa kota di Indonesia, PPSM menyelenggarakan juga semacam diskusi akhir pekan yang berlangsung sehari bagi para aktivis buruh. Biaya pendidikan yang dikeluarkan PPSM sekitar Rp 260 juta setahun dari keseluruhan anggaran mereka yang Rp 550 juta. Para buruh umumnya menganggap pendidikan tersebut bermanfaat. Namun banyak juga kritik. "Pendidikan itu baru terasa manfaatnya untuk mereka yang ikut dan belum bisa dikembangkan untuk anggota yang lain," kata Soepono, staf Sekretariat PP SBPAR (Pariwisata) yang telah beberapa kali mengikuti pendidikan perburuhan. Menurut Soepono, banyak pimpinan SB yang telah mendapat pendidikan namun tak sempat melakukan pembinaan pada anggota basisnya karena kesibukannya sebagai buruh. Soal peserta pendidikan? Ook Moedjoko, Wakil Ketua SB-PAR DKI Jaya menyesalkan pihak penyelenggara pendidikan yang dianggapnya kurang teliti menyeleksi peserta, sekalipun itu dilakukan atas nama organisasi. "Karena kurang tenaga, yang dikirim biasanya yang ituitu saja," katanya. Diusulkannya agar diselenggarakan juga semacam kursus malarn agar tidak mengganggu kerja para peserta. Gani Samil sendiri mengakui adanya kelemahan itu. Antara lain penggunaan pendidikan buruh tersebut guna mencari massa. Para peserta pendidikan itu adalah mereka yang mendapat rekomendasi dari FBSI, sedang FBSI walau merupakan fusi namun unsur asal tampaknya masih tidak dilupakan. Hingga masih ada unsur suka dan tidak suka dalam pemilihan peserta kursus. "Tapi ini hanya sementara saja," kata Samil optimistis. Alasan Samil: kini muncul generasi buruh baru dengan pemimpin yang berusia sekitar 30 tahunan di tingkat basis dan mereka tidak pernah mengalami keadaan sebelum 1965 yang terkotak-kotak. Akibatnya timbul jurang kepemimpinan dan kepercayaan antara pemimpin buruh di tingkat pusat dan daerah, yang merupakan generasi "tua" dengan para pemimpin muda di tingkat basis. Hingga di samping membuat melek buruh, pendidikan perburuhan yang melahirkan pemimpin buruh baru tampaknya akan mempengaruhi susunan FBSI kelak. Pada saat ini saja telah tampak adanya semacam persaingan antara FBSI Pusat dan Daerah dengan SBLP (Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan) yang merupakan anak organisasinya. Misalnya beberapa pengurus pusat SBLP menganggap DPP FBSI menyelonong dan melangkahi kewenangan mereka dengan meresmikan pembentukan Pengurus Daerah SBLP tanpa sepengetahuan Pengurus Pusat. "Padahal yang punya buruh itu kan sebetulnya SBLP. Kalau tak ada SBLP tidak mungkin ada FSI," kata seorang aktivis buruh. Saat ini FBSI mempunyai 276 cabang meliputi 21 SBLP dengan 9731 basis. Tampaknya FBSI masih perlu membenahi mekanisme organisasinya lebih dahulu kalau tidak ingin memperlebar jurang antara pimpinan pusat dan daerah dengan pimpinan basis. Sebab tanpa persatuan kuat di antara buruh sendiri, bagaimana mereka bisa membela dan meningkatkan nasib mereksendiri?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus