KHAWATIR jualannya tak laku, Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional Syafruddin Temenggung meminta Bank Indonesia menarik peraturan Bank Indonesia Nomor 4 Tahun 2002. Dalam peraturan ini, BI membatasi bank membeli aset kredit yang ditawarkan BPPN. Kali ini bank hanya boleh membeli sampai 50 persen dari modal intinya.
Syafruddin mendapat dukungan kuat dari anggota Komisi Keuangan DPR. Dalam rapat dengar pendapat awal pekan lalu, BPPN dan para wakil rakyat itu menyerang petinggi Bank Indonesia. Salah seorang anggota komisi itu bahkan meminta agar peraturan tersebut—topik yang seharusnya tak dibahas dalam rapat hari itu—segera dicabut.
Kata Syafruddin, Kamis pekan lalu, peraturan pembatasan modal ini ibarat mulut singa, sementara peraturan sebelumnya, yang menetapkan provisi 100 persen, adalah mulut buaya. "Ini sama saja keluar mulut buaya, masuk mulut singa," kata Syaf, yang belakangan aktif mempromosikan dagangannya.
Benarkah? Deputi Gubernur BI Miranda Goeltom membantahnya. Kalau peraturan ini diterapkan, katanya, hanya satu bank yang terkena. Bank lainnya masih punya kapasitas untuk membeli. Pernyataan Miranda ini diamini Direktur Utama Bank Danamon Arwin Rasyid.
Jadi, siapa sebenarnya yang berbahaya buat negeri ini? Buaya, singa, atau keinginan mencabut peraturan itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini