Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Waspada Efek Domino Gelombang PHK

Gelombang PHK di sejumlah sektor industri memperburuk kinerja perekonomian.

20 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Karyawan korban pemutusan hubungan kerja (PHK) menerima uang Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Sidoarjo, Jawa Timur. ANTARA/Umarul Faruq

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA- Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus terjadi di sejumlah sektor industri membawa efek domino yang berpotensi memperburuk kinerja perekonomian. Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira Adhinegara, berujar angka kemiskinan terancam meningkat akibat lesunya pendapatan masyarakat dan terbatasnya kesempatan kerja yang ada, sedangkan inflasi dan kenaikan harga barang serta jasa masih berlanjut. Adapun hingga September 2022, tingkat inflasi Indonesia secara tahunan tercatat telah menembus 5,95 persen.

“Daya beli masyarakat rentan khususnya akan turun, sehingga mereka akan jatuh ke garis kemiskinan,” ujarnya kepada Tempo, kemarin. Di sisi lain, angka pengangguran bakal meningkat tajam, apalagi di tengah momentum bonus demografi Indonesia, ketika jumlah masyarakat dengan usia produktif cukup besar. Walhasil, akan ada kesenjangan antara jumlah lulusan dan lapangan kerja yang tersedia. “Ke depan, diprediksi ada 4 juta angka tenaga kerja baru setiap tahunnya yang siap bergabung di pasar tenaga kerja.”

Konsekuensi berikutnya, bukan tak mungkin akan terjadi fenomena stagflasi, di mana jumlah pengangguran dan inflasi naik secara bersamaan, sehingga berpotensi berpengaruh pada konsumsi rumah tangga nasional. “Kondisi selanjutnya adalah hysteresis, di mana keahlian pekerja yang di-PHK akan hilang dalam waktu lama, karena tidak terlatih di tempat kerja,” ucap Bhima.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pekerja yang terdampak PHK melakukan aksi di Bandung, Jawa Barat. TEMPO/Prima mulia


Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono, menuturkan gelombang PHK, terutama bagi mayoritas pekerja yang merupakan kelas bawah, akan langsung berdampak pada penurunan pendapatan dan kesejahteraan. Yusuf pun sepakat, pada akhirnya angka kemiskinan juga akan melonjak.

Dia merinci, masalah ketenagakerjaan bagi kelompok miskin pada umumnya mengambil dua bentuk, yaitu tingginya angka pengangguran dan setengah menganggur, serta sifat dasar pekerjaan di mana nilai imbal hasil dibagi jumlah tenaga kerja hasilnya rendah dan tidak menentu. “Dengan rendahnya kualitas modal si miskin, kebijakan paling berharga adalah akses pada pekerjaan yang stabil dengan arus pendapatan yang memadai,” kata Yusuf.

Buruh Terimpit Kenaikan Harga

Kalangan buruh dan pekerja sebelumnya sudah menyampaikan kegelisahan atas dampak gelombang PHK terhadap kemampuan untuk bertahan hidup di tengah situasi ekonomi yang tak menentu, khususnya pasca-tren kenaikan inflasi. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi pemicu melonjaknya harga berbagai kebutuhan barang dan jasa, dari bahan pangan pokok, transportasi, hingga tempat tinggal.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, menuturkan kaum pekerja sudah semakin terimpit di tengah kenaikan harga-harga yang terus berlanjut namun upah yang diterima tak memadai. “Pada tahun ini, kenaikan upah minimum rata-rata provinsi hanya sebesar 1 persen, sehingga tak mencukupi untuk mengkompensasi berbagai lonjakan biaya hidup yang dialami pekerja,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan, Adi Mahfudz Wuhadji, menyampaikan pengusaha sebisa mungkin sangat menghindari PHK, khususnya jika tidak terjadi ancaman serius terhadap ketidakmampuan untuk menjalankan proses produksi. “Namun PHK pun juga tidak bisa terhindarkan jika perusahaan sudah tidak lagi membayar utang dan terlebih tidak mampu membayar upah pekerja,” katanya.

Dengan kondisi saat ini, menurut Adi, penurunan kemampuan finansial perusahaan sudah mulai terjadi. Namun pelaku usaha berusaha tetap optimistis dengan peluang bisnis pada 2023 mendatang, serta senantiasa mengedepankan terobosan dan inovasi. “Kondisi gelap harus kita ubah menjadi terang dan musibah pun harus dapat kita sikapi menjadi berkah untuk terus bergerak,” ujarnya.


ANNISA NURUL | GHOIDA RAHMAH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus