MUSIM semi baru mulai di RRC. Udara masih dingin di Peking.
Menurut Ketua PBSI Sudirman, yang baru kembali dari sana, masih
sekitar 7øC (lihat Luar Negeri). Tapi di kota Canton, dua jam
perjalanan dengan pesawat Ilyusin buatan Soviet, kini tengah
berlangsung Spring Canton Fair.
Para delegasi datang dari berbagai negeri, membuka pavilyun
mereka di arena dagang yang diadakan dua kali setahun itu. Tak
ketinggalan dari Asean, termasuk Malaysia dan Pilipina yang
belum membuka hubungan diplomatik dengan RRC. Indonesia,
sekalipun hubungan diplomatiknya masih belum cair dengan RRC
sejak akhir 1965 itu, akan mengutus lagi suatu delegasi tak
resmi ke Canton.
Delegasi Kamar Dagang Indonesia (Kadin) ke Canton kali ini lebih
besar dan lebih berbobot dari sebelumnya. Di bulan Nopember
lalu, delegasi 5 orang dipimpin Wakil Ketua Kadin Pusat H. Nur
Amin. Tapi yang menurut rencana akan berangkat ke Canton 4 Mei
ini, selain dipimpin sendiri oleh Ketua Kadin Pusat Marsekal
Suwoto Sukender, berjumlah 20 orang. Sama halnya dengan yang
dulu, delegasi dagang itu kabarnya juga akan disertai beberapa
pejabat dari Departemen Perdagangan.
Salah seorang di antaranya adalah Nn. dr. Rosita Noor, dikenal
sebagai eksportir minyak atsiri. Wanita pengusaha itu kini
mengetuai bidang pembinaan pengusaha kecil di Kadin Pusat.
Kepada TEMPO yang menemuinya, Rosita belum bersedia memberi
keterangan. Tapi Suwoto Sukendar, dalam suatu interpiu dengan
wartawan Yunus Kasim, merasa agak puas juga. "Kini sudah ada
tanggapan positif dari RRC, dan itu baru diketahui setelah
delegasi Kadin yang pertama kembali dari sana," katanya. Adapun
yang dinilai positif oleh Ketua Kadin itu adalah kesediaan RRC
untuk membuka hubungan dagang langsung dengan Indonesia.
Hubungan Indonesia dengan RRC selama ini dilakukan lewat pihak
ketiga, seperti Hongkong dan Sinapura. Kalau terjalin hubungan
langsung, diperkirakan barang-barang RRC yang masuk di pasaran
Indonesia bisa lebih murah 20-30%, tapi itu tergantung pada
kemahiran bisnis. Barang dari RRC sejak lama merasuki pasaran di
Indonesia, separoh daripadanya seperti pernah dikemukakan Kepala
Bakin Letjen Yoga Sugama, masuk secara selundupan via Hongkong
dan Singapura (TEMPO, 28 Januari).
Yang Rugi
Pupuk, karet dan kina oleh pihak Kadin disebut sebagai
barang-barang yang ingin dibeli RRC, bila terjalin kontak
langsung. Juga rotan dan minyak kelapa sawit. RRC selama ini
mengimpor karet dari Malaysia, sedang pupuk dibeli dari Jepang,
yang akhir-akhir ini makin senang mengimpor minyak mentah dari
RRC.
Tentu ada yang merasa rugi bila terjalin hubungan dagang
langsung. Selain Taiwan, adalah Hongkong dan Singapura yang akan
merasa berkurang peranannya sebagai pialang. Tapi menurut Suwoto
Sukendar, kontak dagang langsung itu setidaknya akan lebih
memungkinkan Indonesia mengontrol barang-barang RRC yang masuk
kemari. Dengan demikian, katanya, industri dalam negeri tidak
selalu akan merasa terancam gara-gara saingan barang RRC yang
masuk secara tak resmi itu.
Nur Amin memperkirakan barang-barang RRC yang membanjiri pasaran
Indonesia --berbagai mesin, barang kelontong, tekstil, makanan
kaleng, dan lain-lain -- meliputi nilai US$500 juta setahun.
Akhir-akhir ini di Pasar Induk Cipinang, Jakarta sudah pula
dikenal 'beras Hongkong'. Mengingat Hongkong itu tak punya
sawah, kabarnya beras itu berasal dari RRC, yang masuk ke
Indonesia via koloni Inggeris itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini