Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG di lantai dua gedung C kampus Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi dan Sekretaris ASMI di kawasan Pulomas, Jakarta Timur, itu terlihat sepi Kamis siang pekan lalu. Dari balik kaca pintu yang tertutup rapat, tampak hanya ada satu meja dan empat kursi putih.
Siapa sangka, ruang seluas tiga perempat lapangan bulu tangkis itu kantor PT Ragi Mandiri Sejahtera. Anehnya, tak ada papan nama perusahaan atau petunjuk lainnya di luar ruangan. Di dalam kantor juga tak ada aktivitas sama sekali. "Itu kantor Ragi Mandiri Sejahtera. Kami berbagi ruangan dengan mereka," kata Sekretaris Yayasan ASMI Nining Karningsih kepada wartawan Tempo Inu Kertapati, Kamis pekan lalu. Nining menjelaskan, perusahaan itu berdiri sejak 2008. Lingkup bisnisnya meliputi pertanian, gas, dan perdagangan.
Ragi Mandiri belakangan menjadi sorotan komite audit PT Perusahaan Gas Negara Tbk setelah disebut-sebut sebagai makelar tambahan volume gas di perusahaan milik negara itu. Kasus dugaan percaloan ini terungkap setelah Direktur Pengusahaan PGN Michael Baskoro melaporkan dugaan praktek tersebut kepada Dewan Komisaris dan Komite Audit PGN pada awal Desember lalu.
Alih-alih menerima apresiasi, sebulan lalu Dewan Komisaris PGN memberhentikan sementara Baskoro dari jabatannya. Sumber Tempo menyebutkan laporan itu membikin gerah manajemen pemasok gas pelat merah tersebut. Penyebabnya, laporan itu menyebutkan keterlibatan Direktur Utama PGN Hendi Priyo Santoso dalam kasus percaloan Ragi Mandiri.
Berawal dari turnamen golf PGN di padang golf Pantai Indah Kapuk pada akhir 2010, Hendi mengenalkan Paul Hahijary kepada seorang General Manager PGN Jawa Timur. Paul merencanakan bisnis dengan pelanggan Si Api Biru—julukan PGN—terutama yang meminta penambahan gas. Hendi dalam beberapa kesempatan disebut "memerintahkan" agar karyawan PGN di Surabaya membantu rencana bisnis Paul.
Alhasil, pada Maret 2011, Paul, yang juga komisaris PT PGas Solution—anak perusahaan PGN—menyodorkan dua pelanggan PGN di Jawa Timur: satu produsen velg dan satu produsen aluminium. Dua perusahaan ini sedang memohon amendemen kontrak penambahan pasokan gas.
Permohonan kedua perusahaan itu dikabulkan dengan jangka waktu enam bulan hingga September 2011. Pasokan gas kepada produsen velg diubah menjadi 540 ribu meter kubik per bulan dari sebelumnya maksimal 400 ribu. Pasokan buat produsen aluminium awalnya paling banter 115 ribu menjadi 235 ribu meter kubik per bulan.
Ternyata Paul menggunakan Ragi Mandiri untuk mengikat kontrak kerja sama dengan kedua perusahaan tadi buat jasa konsultasi dan penyewaan alat efisiensi gas. Dari dokumen perjanjian dengan salah satu pelanggan PGN, Ragi Mandiri memperoleh bayaran Rp 500 dari penghematan setiap meter kubik gas.
Sepintas tak ada yang salah dari perjanjian tersebut. Namun sumber Tempo di PGN meyakinkan kerja sama itu hanya kedok dari jasa percaloan. Ragi Mandiri tak memberikan konsultasi, apalagi menyewakan alat efisiensi gas. Penghematan dalam perjanjian bukan berarti menggunakan gas lebih sedikit daripada biasanya, melainkan cara membayar yang lebih murah.
Modusnya, mengakali sistem penalti (surcharge) PGN kepada pelanggan yang menyedot gas melebihi batas atas kontrak. Pelanggarnya dikenai denda dua-tiga kali lipat dari harga dalam kontrak. Sistem ini diperlukan buat menjaga keseimbangan bagi setiap pelanggan. Kebetulan di wilayah Jawa Timur penalti kelebihan pakai gas PGN 200 persen. Duit hasil penalti ini, kata si sumber, setiap tahun bisa menyumbang 5 persen pendapatan PGN.
Sebelum amendemen, dua perusahaan itu sering kena penalti lantaran permintaan pasokan gasnya berlebih. Jika dihitung, selisih antara kuota lama dan baru produsen velg mencapai 120 ribu meter kubik per bulan. Artinya, seandainya kontrak tak difasilitasi Paul, produsen velg harus membayar denda Rp 242,2 juta setiap bulan karena kelebihan konsumsi. Tapi, karena amendemen kontrak menaikkan batas atas pasokan, perusahaan itu tak terbebani penalti tersebut.
Begitu pula produsen aluminium yang mendapat tambahan 140 ribu meter kubik per bulan. Mereka tak perlu khawatir terkena denda Rp 282,8 juta per bulan karena kelebihan konsumsi. Keduanya cukup membayar "jasa" kepada Ragi Mandiri. Katakanlah seluruh tambahan volume itu dihabiskan tiap bulan, maka sejak April tahun lalu, Ragi Mandiri—perusahaan yang dipimpin Petor Makentur Mogot—setiap bulan bisa meraup duit Rp 130 juta hanya dengan ongkang-ongkang. Angka tersebut hasil dari perkalian 260 ribu meter kubik tambahan pasokan buat produsen velg dan perusahaan aluminium dengan biaya Rp 500 per meter kubik.
Sebaliknya, bagi PGN, percaloan ini jelas mengurangi potensi pendapatan Rp 425,4 juta per bulan dari penalti kedua perusahaan tadi. Dalam laporan Baskoro, hingga Oktober 2011, total kerugian PGN akibat percaloan Paul mencapai Rp 2,97 miliar. Hendi mengetahui masalah ini, bahkan menyetujui langkah Paul. Hendi meneken pula surat persetujuan perpanjangan amendemen kontrak volume gas kepada kedua perusahaan tadi pada September tahun lalu, yang berlaku hingga Maret ini.
Lantas, siapa Paul? Paul ternyata pernah menjadi Ketua Dewan Pimpinan Cabang Jakarta Barat Partai Barisan Nasional (Barnas). Sempat mencalonkan diri dalam pemilihan anggota legislatif tapi gagal menjadi anggota DPRD Jakarta. Sumber di Barnas menyatakan, pria kelahiran 10 Maret 1964 itu juga pernah diangkat sebagai staf khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral era Darwin Zahedy Saleh. Barnas adalah partai yang didirikan oleh sebagian tokoh Partai Demokrat yang kecewa.
Belakangan Paul tiba-tiba menjadi komisaris PT PGas Solution, anak perusahaan PGN. "Ook dititipkan di sana," kata sumber ini, merujuk panggilan kecil Paul. Sumber Tempo di PGN membenarkan Hendi yang membawa Paul ke PGas Solution. Sampai akhir pekan lalu, Paul Hahijary belum dapat dimintai konfirmasi. Dua nomor teleponnya tak merespons panggilan Tempo. Pertanyaan majalah ini lewat pesan pendek juga tak berbalas. Permohonan wawancara yang dilayangkan ke rumahnya juga belum ditanggapi.
Saat Tempo menyambangi rumahnya di Kompleks Billy & Moon, Jakarta Timur, Benny Tengker, si pemilik rumah, mengakui Paul pernah tinggal di sana. "Sekarang sudah pindah. Dia jarang ke sini," kata Benny, yang juga pemilik ASMI. Menurut Benny, Paul suami Angelica Tengker, rektor dan direktur di Kampus Ungu—sebutan lain bagi ASMI.
Petor Mogot tak dapat ditemui di ruangannya di ASMI. Nining Karningsih mengatakan Petor jarang ke kantor. "Datangnya tidak tentu," ujarnya. Benny menyatakan, ada hubungan antara Petor dan Paul. Keduanya beripar karena Petor menikahi kakak Paul, Petra Hahijary.
Hendi enggan mengomentari laporan Baskoro kepada Dewan Komisaris PGN. Namun Sekretaris Perusahaan PGN Heri Yusup mengatakan telah mendengar laporan Michael Baskoro tentang kasus percaloan volume gas. Dia ragu akan kebenaran informasi itu. "Kalau benar ada, pasti sudah ramai. Tapi tidak ada apa-apa."
Direktur Utama PGas Solution Erlangga menjelaskan, Paul Hahijary masih menjabat komisaris di perseroan. Namun dia mengaku tak paham dengan aktivitas Paul. "Itu sudah di luar pengetahuan saya. Mungkin dia punya bisnis lain," ujarnya.
Bobby Chandra, Agoeng Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo