Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo.Co, Jakarta - Direktur Keuangan Perum Perindo Arief Goentoro, ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia atau Perum Perindo. Penunjukkan ini tertuang pada surat No.S-77/DP/IX/2019, tanggal 25 September 2019, Perihal Penunjukkan Plt Direktur Utama.
"Arief Goentoro akan menjabat sebagai Plt Direktur Utama Perum Perindo sampai dengan ditetapkannya Direktur Utama Definitif dari Kementerian BUMN," kata Sekretaris Perusahaan Perum Perindo Boyke Andreas dalam keterangan tertulis, Kamis, 26 September 2019. Sementara itu, Farida Mokodompit, tetap menduduki jabatan sebagai Direktur Operasional Perum Perindo.
Dia mengatakan setelah 29 tahun beroperasi, Perum Perindo terus berkembang menjadi salah satu BUMN Perikanan terkemuka dengan fokus pada tiga lini usaha diantaranya Kepelabuhanan, Budidaya dan Perdagangan. Kinerja perusahaan juga terus mengalami peningkatan, dari capaian pendapatan di kisaran 200 milyaran di tahun 2016, 603 Milyar di tahun 2017 hingga tumbuh di tahun 2018 dengan capaian di angka Rp 1 triliun.
Sebelumnya, KPK menetapkan Risyanto dan Mujib sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kuota impor ikan 2019. "KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka yakni MMU dan RSU," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta Selatan pada Selasa, 24 September 2019.
Saut menjelaskan, Perum Perindo merupakan BUMN yang memiliki hak mengimpor ikan. Pengajuan kuota impor itu diajukan Perum Perindo kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Adapun PT Navy Arsa Sejahtera (NAS) merupakan salah satu perusahaan importir ikan yang telah masuk daftar hitam sejak 2009 karena melakukan impor ikan melebihi kuota. Alhasil, PT NAS tidak bisa mengajukan kuota impor.
Lalu, melalui mantan Pegawai Perum Perindo, Mujib selaku Direktur PT NAS berkenalan dengan Risyanto, yang menjabat sebagai Dirut Perum Perindo. Keduanya membicarakan kebutuhan impor ikan.
Pada sekitar Mei 2019, Mujib dan Risyanto pun bertemu. "Saat itu disepakati bahwa MMU akan mendapatkan kuota impor ikan sebanyak 250 ton dari kuota impor Perum Perindo yg disetujui Kementerian Perdagangan, sehingga meskipun kuota impor diberikan kepada Perum Perindo, pada kenyataannya yang melakukan impor adalah PT NAS," kata Saut.
Setelah 250 ton ikan berhasil diimpor oleh PT NAS, kemudian ikan-ikan tersebut berada di karantina dan disimpan di cold storage milik Perum Perindo.
Saut mengatakan, berdasarkan keterangan Mujib modus ini dilakukan untuk mengelabui otoritas yang berwenang agar seolah-olah pengimpor adalah Perum Perindo.
Selanjutnya pada 16 September 2019 lalu, Mujib kembali bertemu dengan Risyanto di salah satu lounge hotel di kawasan Jakarta Selatan. "Karena RSU menganggap MMU berhasil mendatangkan ikan, RSU menanyakan apakah MMU sanggup jika diberikan kuota impor ikan tambahan sebesar 500 ton untuk Oktober 2019," ujar Saut.
Mujib pun menyanggupi permintaan Risyanto. Ia juga diminta Risyanto menyusun daftar kebutuhan impor ikan yang diinginkan.
Pada pertemuan tersebut Risyanto menyampaikan permintaan uang sebesar US$ 30 ribu kepada Mujib untuk keperluan pribadinya.
Risyanto, kata Saut, meminta Mujib untuk menyerahkan uang tersebut kepada perantaranya bernama Adhi Susilo. "ASL akan menunggu di lounge hotel tersebut pada tempat duduk yang sama dengan yang sedang RSU duduki saat itu," ucap dia.
Selang tiga hari kemudian atau tepatnya pada 19 September 2019, Risyanto dan Mujib kembali bertemu di salah satu cafe di Jakarta Selatan. Mujib menyerahkan daftar kebutuhan impor ikannya kepada Risyanto.
Daftar tersebut berbentuk tabel yang berisi informasi jenis ikan dan jumlah yang ingin diimpor. Daftar itu juga berisi commitment fee yang akan diberikan kepada pihak Perum Perindo untuk setiap kilogram ikan yang diimpor. "Commitment fee yang disepakati adalah sebesar Rp 1.300 per kilogram," ucap Saut.
Total uang yang diberikan Mujib kepada Risyanto sebesar US$ 30 ribu. Kendati demikian, KPK, kata Saut, juga akan mendalami dugaan penerimaan sebelumnya dari perusahaan importir lain yakni sebesar SGD 30 ribu dan SGD 50 ribu.
HENDARTYO HANGGI | ANDITA RAHMA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini