ISU perdagangan regional kian merebak. Senin pekan lalu di Jakarta berlangsung seminar sehari tentang Blok Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA), yang direncanakan terbentuk 1 Januari 1994. Dua hari kemudian Perdana Menteri Malaysia Dr Mahathir Mohamad melontarkan gagasan pembentukan Blok Perdagangan Bebas Asia Timur di Forum Ekonomi Asia-Eropa di Hong Kong. PM Mahathir mengajak seluruh negara ASEAN menjadi anggota blok itu, ditambah Kambodja, Taiwan, Cina, Hong Kong, dan Jepang. Dan ia mendapat banyak tanggapan simpatik. Gagasan Mahathir itu kabarnya dipersiapkan untuk menghadapi sidang para menteri ekonomi ASEAN di Manila (Filipina), 22-24 Ok tober ini. Selain Blok Perdagangan Asia Timur, juga sudah direncanakan pembentukan Kaukus Ekonomi Asia Timur (East Asian Economic Caucus atau EAEC). Ternyata ide pembentukan EAEC tidak disambut baik oleh Amerika Serikat (AS). Alasannya konon karena EAEC dianggap akan menjadi blok antiBarat. EAEC sebagai kaukus mestinya bernaung di bawah organisasi yang lebih besar. Dalam sidang para Menteri ASEAN, EAEC diusulkan bernaung di bawah Forum Kerja Sama Asia Pasifik (APEC). AS adalah anggota APEC. Tapi Mahathir menolak AS diikutsertakan dalam EAEC karena negara itu sudah membentuk NAFTA. Seperti biasanya, untuk meluncurkan gagasan-gagasannya, Dr Mahathir tak lupa tampil dalam sebuah konperensi pers. Di Hong Kong, misalnya, ia memojokkan AS. "Jika Jepang atau Malaysia mau menjual barang yang bermutu tinggi tapi sangat murah, maka itu tidak baik untuk ekonomi Amerika," sindir Mahathir. Sambil bergurau ia bertutur bahwa apa yang terjadi di kawasan Asia sebenarnya tak lepas dari kebijakan yang diterapkan oleh negara-negara kapitalis Barat. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Asia Timur, misalnya, juga karena mengikuti anjuran Barat mengenai "privatisasi" -- di Indonesia lebih populer sebagai deregulasi dan debirokratisasi. Menurut Mahathir, kalau kini Asia Timur hendak membentuk blok perdagangan bebas, ini pun masih berkaitan dengan ide Eropa yang siap membentuk Pasar Tunggal (1993), dan ide blok Perdagangan Bebas Amerika Utara (1994) dengan AS, Kanada, dan Meksiko. ASEAN akhirnya terdorong pula untuk membentuk AFTA (Blok Perdagangan Bebas Asia Tenggara). Dan AFTA kini hendak diperluas menjadi EAEC dengan mengundang beberapa negara di luar ASEAN, termasuk Jepang. Tapi Jepang, yang diharapkan tampil sebagai pemimpin EAEC, sejauh ini masih bersikap mendua. Di satu sisi Jepang sangat berkepentingan untuk memelihara pasarnya di Asia, tapi di sisi lain negara itu khawatir jangan-jangan sentimen antiJepang kelak berkobar lagi. Sejauh ini persiapan AFTA -- dua tahun -- sudah mulai terlihat hasilnya. Awal Januari lalu para kepala negara ASEAN sepakat untuk menerapkan Common Effective Preferential Tariff (CEPT). Yang dimaksud dengan CEPT adalah semacam dis kon tarif bea masuk untuk beberapa jenis barang yang diperdagangkan antaranggota AFTA. Untuk sementara baru 15 jenis komoditi tercatat dalam CEPT, seperti mebel kayu dan rotan, tekstil, dan kertas. Dalam lima tahun tarif akan dipangkas sampai 20%. Lalu dalam tujuh tahun berikutnya diturunkan lagi secara bertahap hingga tinggal 1%. Yang tak dapat dihindari: karena hampir semua negara ASEAN memproduksi barang sejenis, perundingan di Singapura Januari lalu bagaikan pasar yang ramai dengan tawar-menawar. Suka atau tidak, pembentukan AFTA memang lebih "berkerikil" ketimbang pembentukan NAFTA. NAFTA dikembangkan dari Pasar Bebas Amerika-Kanada, yang sudah terbentuk tahun 1988. Meksiko lalu menjajaki blok ini tahun 1989. Setelah berembuk sampai 45 kali barulah pada 12 Agustus 1992 keluar draf NAFTA dalam buku setebal 2.000 halaman (dokumen AFTA baru sepuluh halaman). Aturan main dan etika bisnisnya juga tercantum di sana. Misalnya, ditetapkan aturan pemangkasan tarif produk otomotif, kimia, elektronika, produk baja, produk kayu, ikan, kereta api, sampai tekstil. Jenis produk yang akan dibebaskan tarifnya meliputi 10.000 jenis komoditi. Selama 15 tahun ketiga anggota NAFTA akan memangkas tarif bea masuknya secara bertahap hingga 0%. "NAFTA bukan merupakan perjanjian ekslusif, bukan kesatuan pabean, dan juga bukan pasar tunggal," kata Dubes Meksiko untuk Indonesia, Dubes Alberto Campillo. Menurut Campillo, belum lama ini seorang pejabat tinggi dari Singapura telah menyatakan hasratnya untuk mengaitkan ASEAN dengan NAFTA. Presiden Bush dan Duta Besar Amerika John M. Huntsman telah pula menyatakan dukungan untuk gagasan itu. "Sebaiknya kita mempelajari dulu secara mendalam," kata Dr Dorodjatun Kuntjoro Jakti dalam seminar tentang NAFTA. Namun Menteri Hartarto khawatir akan nasib produk ekspor Indonesia, yang bisa dirugikan oleh blok seperti NAFTA. Sebaliknya, Menteri Muda Perdagangan Soedrajad Djiwandono melihat bahwa persekutuan dagang merupakan suatu jalan keluar jika berada dalam kesulitan (second best alternatif). Yang kini nyatanyata dalam kesulitan adalah GATT (General Agreement on Trade and Tariff), yang membiarkan seratus lebih anggotanya terombang-ambing. Kesulitan itu disebabkan adanya bentrok antaranggota mengenai hasil pertanian. AS, Eropa, dan Jepang condong mempertahankan proteksi, hingga perundingan Putaran Uruguay tak juga menelurkan hasil. Dalam keadaan yang serba tidak pasti itu dua kekuatan ekonomi (AS dan Eropa) malah gencar membentuk blok perdagangan. PM Mahathir boleh saja menjagokan Jepang -- untuk sebuah blok yang lain -- namun agaknya akan lebih realistis bila posisi AFTA dimantapkan dulu. Max Wangkar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini