Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Peraturan Perlu Diperbaiki Dan Diperjelas

Wawancara Tempo dengan steve sondakh, direktur hero supermarket antara lain tentang strategi pemasaran hero dan persaingan dengan supermarket asing tentang sistem jual langsung.

24 Oktober 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGAI satu-satunya supermarket yang sudah go public, Hero kini memiliki 47 cabang di seluruh Indonesia, 30 di antaranya di Jakarta. Tingkat penjualan melonjak dari tahun ke tahun. Tiga tahun lalu, Hero hanya mampu mengisi "warungnya" dengan barang senilai Rp 155 milyar, tahun 1991 nilai barang itu menjadi Rp 300 milyar. Dan tahun ini ditargetkan sekitar Rp 500 milyar. Tentu saja laba pun meningkat. Tahun 1989 baru Rp 2,9 milyar setelah pajak, tahun 1991 sudah menjadi Rp 14,2 milyar. PT Hero Supermarket juga memegang saham mayoritas di Matahari Hero Agung, Susana Ardy, Mitra Trada Budi Selaras, Buana Hero Agung, Caturabadi Jayasakti, Hero Inti Mitra, Tri Manunggal Hero Lestari, Mahkotadynasti Kencana, dan Mitra Hero Pioneerindo. Di tengah jamur bisnis eceran yang terus bertambah dan adanya ancaman pedagang asing, Hero tampaknya harus memasang kuda-kuda. Namun, seperti diutarakan Steve Sondakh (Direktur Hero Supermarket) dalam wawancara dengan Dwi S. Irawanto dari TEMPO, Hero siap menghadapi persaingan yang semakin ketat. Petikannya: Dalam tiga tahun terakhir ini supermarket tumbuh seperti jamur. Tapi masih juga muncul yang baru. Apakah peluang pasar masih memungkinkan? Industri eceran makanan belum sampai pada titik jenuh. Dengan melihat tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, menurut saya, pertumbuhan konsumen sekitar 20% per tahun. Apakah karena itu Hero terus melebarkan sayap membangun cabangcabang baru? Ya. Setiap tahun Hero menambah enam sampai sepuluh cabang baru. Ini salah satu strategi untuk memperbesar keuntungan. Karena margin keuntungan kami kecil sekali, hanya sekitar 17% dan kalau dipotong pajak tinggal 2%. Jadi kami mesti menjual dalam volume besar. Bagaimana Hero menerapkan strategi pemasarannya. Misalnya, bagaimana cara menempatkan cabang-cabang? Di kota besar, seperti Jakarta, yang sudah supermarket minded, kami beroperasi sampai ke kawasan permukiman. Sedangkan di kota-kota biasa, kami hanya masuk ke pusatnya. Tapi kalau memungkinkan kami juga masuk ke permukiman. Itulah sebabnya kami menugaskan divisi riset pasar untuk melihat tingkat hunian dan pangsa pasar. Perlu Anda ketahui, 65% cabang kami berada di kawasan permukiman. Dengan munculnya franchisefranchise supermarket dengan bendera asing, seperti Sogo, apakah masih tersedia cukup ruang untuk Hero? Di samping segmennya lain, mereka itu masih sedikit dan biasanya beroperasi di pusatpusat kota, sedangkan kami kebanyakan di lingkungan permukiman. Kami merasa mereka belum mengancam kami. Belum ada tanda-tanda omzet kami turun karena franchise. Jadi kalau ditanya waswas atau tidak, saya jawab tegas: tidak. Kalau tak salah, Hero memiliki Mega Grosir yang tampaknya dibangun untuk menyaingi franchise yang bernama Makro. Apa ini bukan manifestasi kekhawatiran? Mega Super Grosir memang dibentuk untuk menyaingi Makro. Kecuali itu kami juga bikin perusahaan-perusahaan sejenis. Ada Toy's City yang tadinya kami bangun untuk menangkal masuknya Toys N'Ach dari Amerika Serikat yang akhirnya tak jadi masuk kemari. Kalau begitu apa masih bisa dikatakan franchise tidak akan merepotkan di masa depan? Sudah menjadi rahasia umum, kalau Makro (industri perkulakan dari Belanda) itu memasuki suatu negara harus memegang saham mayoritas. Artinya, kalau tidak hati-hati mereka akan menguasai kita. Lalu apa yang mesti kita lakukan? Bukannya kami cengeng, minta proteksi. Tapi kami masih menganggap peraturannya perlu diperbaiki. Dari sisi perizinan misalnya. Sekarang tingkat Kanwil sudah dapat memberikan izin masuk franchise asing. Apa tidak lebih baik perizinan itu ditangani langsung oleh Departemen Perdagangan, yang lebih bisa menilai apakah kontrak franchise itu tidak merugikan? Kecuali itu, peraturannya mesti diperjelas. Dirinci mana yang boleh mana yang tidak. Katanya bisnis eceran itu masuk DNI (Daftar Negatif Investasi) tapi nyatanya, lha, kok mereka masuk? Bagaimana dengan ancaman penjual yang langsung mendatangi konsumen (direct selling)? Untuk direct selling, saya kira tergantung barang yang dijajakan. Saya kira kalau makanan dan minuman masih sulit dipasarkan secara langsung. Buah, misalnya. Orang kan ingin pilih sendiri mana yang lebih masak, lebih manis, lebih besar. Kan nggak bisa cuma dengan brosur-brosur. Dan karena jualan Hero 80% makanan dan minuman, saya kira direct selling tak akan banyak mengancam kami. Kiat apa yang Anda pergunakan agar Hero tetap laris? Yang jelas, bukan potongan harga. Kami lebih senang mengincar konsumen yang loyal. Agar mereka tak lari, kami mengutamakan servis. Untuk itu kami melatih karyawan yang jumlahnya 10 ribuan itu secara teratur. Kami juga mengandalkan pelayanan purnajual. Misalnya, bila Anda membeli buah atau daging yang kebetulan busuk, silakan kembalikan. Tak perlu menunjukkan bukti barang, dan Anda akan peroleh yang baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus