Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretariat Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP), Nuryati menanggapi penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 soal kebijakan dan pengaturan izin impor sebagai turunan dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nuryati mempertanyakan aturan baru impor barang komplementer untuk barang tes pasar dan barang layanan purna jual karena pada aturan sebelumnya membutuhkan pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian. "Kami ajukan pertanyaan terkait impor untuk barang komplementer tes pasar dan barang layanan purna jual," kata Nuryati dalam diskusi daring sosialisasi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang diakses Tempo melalui kanal YouTube Dirgen Daglu pada Selasa, 21 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada diskusi tersebut, Nuryati meminta kepastian untuk izin tekstil purna jual. Pasalnya dia belum mendapat kepastian apakah aturan anyar ini sudah bisa membuat para pelaku usaha langsung mengajukan izin purna jual.
Asosiasi tempat Nuryati bernaung berkutat pada importasi bahan baku, bahan penolong, serta produk manufaktur dalam negeri memenuhi permintaan lokal maupun ekspor. Ia berharap terbitnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024 itu bisa memperjelas tata kelola ekspor dan impor. "Untuk meningkatkan performa industri nasional dan menjadi bagian dari global suplai chain," tuturnya.
Dalam forum yang sama, Analis Perdagangan Ahli Madya Kementerian Perdagangan, Priyo Tri Atmojo memastikan tak ada lagi kewajiban pertek di aturan baru. Hal serupa ditegaskan Direktur Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Arif Sulistiyo, menurut dia skema impor barang manufaktur sebagai barang komplementer terutama keperluan tes pasar dan layanan purna jual diatur dalam lampiran 7 Permendag Nomor 8 Tahun 2024. "Pertama pastikan PI (persetujuan impor) dari Kemendag masih berlaku. Barang purna jual ini persyaratannya tidak lagi ada pertek cukup rencana impor," ujarnya.