Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Kritik Protes BP2MI yang Tidak Setuju dengan Permendag 36

Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia mengkritik protes BP2MI yang tidak setuju dengan Permendag Nomor 36 tahun 2023.

15 April 2024 | 10.41 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pedagang tengah menata gulungan kain dalam toko di kawasan Cipadu, Tangerang, Banten, Kamis, 11 Januari 2024. Sementara Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, industri industri TPT mengalami perlambatan sejak kuartal ketiga 2022 hingga mencatat penurunan di tahun 2023 sertakondisi ekonomi global menjadi hambatan ekspor dan tingginya stok Cina menyebabkan barang impor legal dan ilegal membanjiri pasar domestik. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengkritik protes Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dalam pemberlakuan Permendag Nomor 36 tahun 2023 Juncto Permendag Nomor 3 tahun 2024 yang mengeklaim menyudutkan pekerja migran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, Kepala BP2MI, Benny Rhamdani protes ke Bea Cukai lantaran barang Pekerja Migran Indonesia dipersulit membawa barang dari luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum Asosiasi APSyFI Redma Gita Wirawasra menyebut stakeholder tekstil minta aparat penegak hukum menyelidiki protes Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

Redma mengatakan stakeholder industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) akan meminta aparat melakukan penyelidikan mendalam lantaran ada dugaan barang tersebut adalah barang importir yang dititipkan dengan meminjam identitas Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Menurutnya Permendag dibuat pemerintah untuk mengembalikan fungsi industri padat karya dalam menyerap tenaga kerja pasca Covid-19 yang disusul dengan gejolak geopolitik dunia. “Tanpa sedikitpun menuduh pekerja migran menjadi penyebab turunnya kinerja industri dan IKM tekstil,” kata Redma melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Senin, 15 April 2024.

Menurutnya sektor TPT menghasilkan devisa US$ 13 miliar. Dia mewajarkan sebagai pahlawan devisa wajar membawa barang ketika pulang. Namun, jika terlalu banyak akan berpotensi dijual lagi. “Tapi kalau bawa banyak oleh-oleh ya turis namanya. Dan kalau dijual lagi ya pedagang namanya bukan PMI,” ujarnya. 

Dia meminta kalau barang-barang itu dijual lagi harus membayar pajak. Menurutnya, langkah pemerintah sudah tepat di mana pasar domestik menjadi tumpuan utama sektor manufaktur agar dapat menyerap tenaga kerja dan menghemat devisa.

“Ini kebijakan merugikan importir terutama penyelundup yang selama ini mengimpor tanpa izin dan tanpa bayar pajak. Jadi importir dengan segala macam cara akan terus menggoyang kebijakan ini sampai mereka menemukan celah yang direlaksasi,” tuturnya.

Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya Nandi Herdiaman mengatakan Permendag itu sudah sangat tepat untuk mendorong kegiatan produksi khususnya di industri kecil menengah. Regulasi tersebut sudah lama diperjuangkan untuk menghentikan tren PHK di sektor tekstil.

“Kami harap devisa yang diperoleh PMI dapat dibelanjakan produk-produk dalam negeri yang merupakan hasil karya tanah air,” ujarnya.

Dia mengklaim setelah aturan itu diberlakukan, IKM konveksi kebanjiran order dari brand lokal, retailer hingga platform online. “Kapasitas produksi kami penuh sampai 2 bulan ke depan dan pasca Lebaran ini kami sudah kembali memanggil penjahit yang kemarin pulang kampung karena dirumahkan,” ujarnya. 

Nandi berharap aturan itu dapat terus dijalankan agar sektor dalam negeri dapat berjalan normal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus