Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta- Ketua Asosiasi Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (ASPPHAMI) Boyke Aarie Pahlevi mengatakan kerugian akibat rayap di Indonesia mencapai triliunan rupiah. Dengan begitu, pasar untuk jasa pengendalian hama terbuka lebar di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami memperkirakan, kerugian ekonomis yang ditimbulkan oleh rayap secara nasional sebesar 2,8 triliun setiap tahunnya,” ungkap dia dalam keterangan tertulis yang Tempo terima, Rabu, 21 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kondisi cuaca Indonesia yang beriklim tropis, kata Boyke, merupakan salah satu penyebab banyaknya serangan rayap di perumahan, gedung, maupun perkebunan. Ditambah kelembaban udara yang tinggi, sekitar 70-90 persen, dan tanah yang kaya akan bahan organik. "Hampir 70 persen wilayah Indonesia berpotensi terhadap serangan rayap," tutur dia.
Saat ini, lanjut Boyke, permasalahan rayap telah menjadi sorotan kalangan profesional. Dalam dua dekade terakhir, paling tidak telah berdiri 700 perusahaan lokal jasa pengendalian hama. Menurut Boyke, hal ini jelas menjadi perhatian perusahaan asing untuk berlomba-lomba melakukan investasi di Indonesia.
Kepala Pusat Penelitian Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sulaeman Yusuf mengatakan bahwa bahaya serangan rayap di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Meski begitu, kesadaran masyarakat masih rendah terhadapnya.
Oleh karena itu, kata dia, seminar The 12th Pacific-Rim Termite Research Group (PRTRG) digelar untuk memangun kesadaran masyarakat. “Kami berharap melalui pelaksanaan PRTRG yang ke-12 ini dapat mengakselerasi pertumbuhan riset dasar dan terapan di bidang biologi rayap dan pengendaliannya,” kata Sulaeman.
Seperti diketahui, PRTRG merupakan komunitas ilmiah di kawasan Pasifik yang dibentuk pada 2004. Kali ini Peserta PRTRG dihadiri dari 14 negara, antara lain Indonesia, Thailand, Sri Lanka, Australia, Amerika Serikat, Jerman, Vietnam, Filipina, Cina, Jepang, Hong Kong, Taiwan, Malaysia dan Singapura.