Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Perlindungan data pribadi selalu menjadi masalah.
Perusahaan penyedia identitas digital kian menjamur.
Regulasi penggunaan tanda tangan digital akan rampung dalam waktu dekat
JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika akan merampungkan regulasi penggunaan tanda tangan digital dalam waktu dekat. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan fitur pengenalan identitas berbasis elektronik itu semakin marak diadopsi masyarakat sehingga aturan mainnya harus disempurnakan.
“Kalau perlu selesai pada Maret ini atau setidaknya kuartal ini karena pembahasannya sudah lama sekali,” ucap dia kepada Tempo, kemarin.
Saat bisnis aplikasi dan perbankan digital menjamur, bisnis penyedia identitas digital di Indonesia pun kian makmur. Sepanjang 2018-2020, jumlah sertifikat elektronik yang terbit lewat perizinan Kementerian Komunikasi terus meningkat, sudah termasuk berkas yang dilengkapi dengan tanda tangan elektronik.
Merujuk pada data Kementerian Komunikasi, terdapat 2,27 juta sertifikat digital yang terbit di sepanjang 2020. Meski penggunaan sertifikat digital didominasi sektor swasta, hingga 97 persen, Semuel menyebutkan instansi pemerintah pun gencar mengadopsi skema teken modern ini. “Bahkan ada yang memakai cap jari digital,” tuturnya. “Mayoritas pejabat tinggi pemerintah sudah memakai tanda tangan elektronik."
Bisnis verifikasi dokumen elektronik selama ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Aturan turunan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik itu pun dilengkapi dengan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 11 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik (PSrE) untuk mengatur penyedia jasanya.
Meski wajib tersertifikasi, kata Semuel, entitas PSrE yang juga menyediakan jasa tanda tangan elektronik belum terhubung ke sistem induk (root) yang dipegang Kementerian Komunikasi. Agar pengawasan dan pengamanan data pengguna semakin terkontrol, revisi PP Nomor 71 Tahun 2019 kini dikebut. “Semua pelaku harus tersambung dengan root agar bisa dipastikan keberadaannya. Sistem PsrE harus terbaca oleh induk.”
Dia memastikan peran root yang dipegang Kementerian Komunikasi pun selalu diaudit secara terbuka, sama halnya dengan audit PsrE yang dijadwalkan per dua tahun. Saat ini terdapat delapan PsrE yang terdaftar di Kementerian Komunikasi. Enam dari jumlah itu merupakan pemain swasta.
Situs web vida.id. Tempo/Ijar Karim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Chief Executive Officer PrivyID, Marshall Pribadi, mengatakan jumlah individu pengguna fitur identitas digital yang disediakan perusahaannya sudah menembus 20 juta orang, tumbuh tiga kali lipat sejak 2017. Jasa usaha rintisan (start-up) yang berdiri pada 2016 itu pun sudah dimanfaatkan lebih dari 1.300 entitas usaha.
“Sudah ada 69 juta tanda tangan digital yang diurus melalui Privy,” tutur dia, kemarin.
Marshall mengimbuhkan, ekspansi perusahaan sudah lintas sektor. Di bidang keuangan dan asuransi, manajemen melayani pembukaan rekening tabungan, rekening sekuritas, pengajuan kartu kredit dan polis, serta pinjaman dari penyedia teknologi finansial. Fitur Privy pun dipakai untuk transaksi jual-beli kendaraan, penandatanganan faktur, dan pengukuhan kontrak sewa
Dengan sokongan regulasi baru, dia optimistis PrivyID bisa mengejar target kemitraan dengan 200 pengguna jasa registrasi digital. “Jadi, login atau registrasinya lewat jasa kami.”
Era Tanda Tangan Digital
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Co-Founder dan CEO Verified Identity for All (Vida), Sati Rasuanto, mengatakan sertifikat elektronik lebih menjamin keamanan identitas, termasuk keabsahan secara hukum. “Kami menawarkan teknologi biometrik kelas dunia yang dilengkapi layanan verifikasi dan otentikasi identitas.”
Adapun Kepala Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, memperkirakan fitur tanda tangan digital akan menjalar ke berbagai transaksi, dari sekadar belanja barang hingga perjanjian investasi bernilai jumbo. “Hambatan perkembangannya selalu soal perlindungan data pribadi pengguna. Sudah jadi isu klasik,” ucapnya.
YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo