Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Awas! Itu Adalah ...

Pt johnson & son membuka pabrik obat nyamuk baru di pulogadung Jakarta Timur. Lembaga konsumen masih terus mengamati efek sampingan obat anti serangga yang banyak beredar di Indonesia kini.

4 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"CILAKA Johnson buka pabrik lagi!" Kabar buruk itu (bagi nyamuk?) tertulis jelas dan gambar nyamuk terbang terbirit-birit pun menyertai undangan pembukaan pabrik PT SC Johnson & Son Indonesia Senen pekan lalu. Di samping kabar buruk bagi nyamuk, mungkin juga bagi para saingannya. Yaitu pembuat obat nyamuk semprot yang setaraf dan -- terutama -- pembuat obat nyamuk bakar. Pengusaha obat nyamuk bakar, yang menggunakan bubuk gergaji sebagai bahan baku, memang yang paling terpukul oleh jenis semprot. Tapi apa boleh buat: obat semprot anti nyamuk atau serangga lainnya adalah andalan perusahaan PMA Johnson Indonesia yang pabrik barunya ai Pulo Gadung Jakarta Timur. Terletak di atas tanah 31 Ha, dan menampung sekitar 120 karyawan, separoh dari kegiatan Johnson adalah memprodusir obat pembunuh nyamuk dan serangga. Dan siapa yang tak kenal si Kapten Raid yang selalu muncul di iklan TV? Didirikan 90 tahun silam di kota Racine, Wisconsin (AS) produk Johnson bersaudara ini mulai terkenal di sini sejak 5 tahun lalu. Mulai dari pabrik pertamanya yang kecil di Pasar Minggu itu produk mereka kini sudah diedarkan di 16 kota propinsi -- mulai Medan sampai Manado. Tentu bukan cuma obat pembasmi serangga saja yang dibuat Johnson. Menurut catatan dalam buku prospektus, kini Johnson Indonesia sudah membuat 157 jenis produk. Meliputi alat pemeliharaan keperluan rumahtangga, industri, pemeliharaan gedung & hotel, rumah sakit hingga pemeliharaan badan seperti obat ketiak. Dirutnya, Anak Agung Gde Agung, 28 tahun, tampak bangga di antara para undangan: antara lain Barli Halim, Ketua Badan Koordinasi PMA, Bung Hatta dan nyonya dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Syafei. Dia, putera sulung bekas Menlu Anak Agung Gde Agung, memang boleh bangga: pemuda lulusan Universitas Harvard di AS itu mendapat kepercayaan memegang posisi tertinggi di Indonesia dari induknya di AS memiliki saham 90%. Agung berpendapat, masih banyak lagi jenis barang yang akan dibuatnya. "Kami akan selalu memperkenalkan dan menentukan alat-alat baru pada masyarakat", katanya. "Jumlahnya tak terbatas dan selalu ada saja". Nyonya Sen Johnson memang nampak unggul dalam pemasaran. Iklannya termasuk iklan yang paling menarik di Indonesia kini. Tapi obat-obat semprot juga menyebabkan orang-orang di Lembaga Konsumen mengawasi sambil geleng kepala. "Raid masih baik, karena mencantumkan aturan pakai dan peringatan penggunaannya untuk melindungi kesehatan konsumen", komentar Permadi dari Lembaga Konsumen Jakarta. Namun ada beberapa obat semprot yang berani menuliskan pada kaleng kemasnya dengan kata-kata: "Membunuh serangga, tidak berbahaya bagi manusia bila disemprotkan". Syukur iklan begitu sudah ditarik dari pemutarannya di TVRI. "Betapapun kecil pengaruh zat pembunuh serangga itu pada manusia, konsumen harus diberitahu dan diingatkan bahayanya", ujar Permadi. "Jangan malah seperti yang sudah diiklankan: memamerkan penyemprotan zat pembunuh itu dekat makanan atau dekat anak yang sedang tidur", tambahnya. Seberapa jauh berbahayanya zat pembunuh serangga terhadap tubuh manusia memang belum diselidiki oleh Lembaga itu. Tapi apakah itu juga menyemprot mati jenis obat nyamuk bakar? Nyonya Sen San, yang pernah punya pabrik obat nyamuk bakar Cap Kompa, mengatakan: "Dulu saya tahu ada 40 perusahaan obat nyamuk di Jakarta, tapi sekarang kalau tak salah tinggal dua saja". Pabrik Cap Kompa-nya sendiri juga sudah gulung tikar. "Obat nyamuk seperti yang kita bikin tidak laku. Payah", keluhnya. Sekalipun begitu ada juga beberapa merek obat nyamuk asap yang bertahan. Seperti cap Menjangan, Kepala Kambing dan cap Kodok, yang bentuknya lebih bagus, warna hijau menarik dan bungkusnya yang mengkilap dicetak dengan mesin off-set. Berisi 5 pasang dalam satu bungkus, cap Menjangan -- yang rupanya lebih mampu mengusir nyamuk di tempat terbuka -- masih bisa dibeli hanya Rp 75. Ketiga fabrikan merek itu selain membuat sendiri, juga memesan bahannya dari beberapa bekas pabrik obat nyamuk. Sedang cap Lonceng yang bentuknya lebih kasar, berwarna coklat dalam bungkus karton yang sederhana berisi 6 pasang obat nyamuk, juga masih punya konsumen yang lumayan. "Dulu produksi kami cuma 1.000 doos sehari", kata Kie Seng pemilik pabrik cap Lonceng. "Sekarang sudah 3.000 sehari". Tapi dengan cepat Kie Seng -- yang pabriknya di jalan KH Mas Mansur, Tambora -- menambahkan bahwa pasarannya tetap payah. "Modal kita kecil dan banyak yang ambil barang secara hutang", katanya. "Kalau terus-terusan begini lama-lama bisa berantakan".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus