Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Burmah Oil Dan Uang Pelicin

Kongres AS mengusut soal pembuatan tanker milik burmah oil di perusahaan general dinamics AS. tanker pesanan pertamina itu diduga dibiayai dengan uang pemerintah AS dan ini tak dibenarkan.

4 September 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH skandal ala Lockheed kembali diusut dalam Kongres AS. Kali ini yang menjadi sasaran adalah Burmah Oil -- maskapai minyak tertua di Inggeris -- yang nyaris bangkrut itu. Adalah Burmah Oil yang melalui salah satu anak perusahaannya telah memesan pembuatan 8 kapal tanker untuk Indonesia (Pertamina) kepada perusahaan General Dynamics di AS. Pembuatan tanker meliputi kontrak $AS 1 milyar itu dimaksud untuk mengangkut gas alam cair (LNG) dari Indonesia kepada para konsumen di Jepang. Menurut berita dalam harian terkemuka New York Times 19 Agustus lalu, embuatan sejumlah tanker LNG itu -- yang kini dikerjakan di galangan kapl General Dynamics di kota Quincy, Massachussets AS -- telah mendapat bantuan kredit dari Pemerintah AS. Tak jelas apakah Burmah Oil yang memiliki tanker itu. Tapi kalau sampai terbukti pemiliknya adalah Burmah, dikuatirkan maskapai minyak yang lagi susah itu akan dituduh melakukan pemalsuan. Sebab, menurut peraturan yang berlaku di AS, hanya kepada perusahaan domestik AS bantuan kredit itu bisa diberikan. Sejak beberapa waktu lalu kasus Burmah itu sedang diselidiki oleh sebuah Komisi Keuangan Pemerintah AS, Badan Maritim Pemerintah AS, dan paling sedikit sebuah Komisi dari Kongres. Anggota Kongres Les Aspen, salah seorang wakil Partai Demokrat dari negara bagian Wisconsin, telah meminta pada Jaksa Agung Edward Levi untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap kelompok Burmah Oil yang dituduh telah memanipulir kredit Pemerintah AS itu. Menurut harian Sinar Harapan, yang menontak sebuah sumber perwakilan Indonesia di Washington, fihak State Department (Deplu-nya AS) menanggapi persoalan itu secara serius. Bagaimana nasib Burmah Oil -- yang dalam skala lebih kecil pernah menderita krisis keuangan di tahun 1974 seperti Pertamina -- masih harus ditunggu. Tapi yang menarik bagi Indonesia adalah tuduhan beberapa pejabat penting di Indonesia telah menerima uang pelicin (pay-off) dari kelompok Burmah. Mengutip sebuah laporan, berita NYT itu mengatakan bahwa tuan Williams, bekas Direktur Pelaksana Burmah Oil, mengaku perusahaannya telah memberikan uang pelicin kepada pejabat-pejabat Indonesia. Caranya adalah dengan mendirikan anak cabang antara lain di Indonesia. Williams, yang diberhentikan sektar 9 bulan lalu, menurut laporan sebuah kantor pengacara itu, mengatakan: " . . . dalam bagian dunia itu jalan satu-satunya untuk melakukan bisnis adalah dengan cara mendirikan perusahaan-perusahaan untuk memberikan kepada orang-orang (tertentu) sejumlah uang". Salah satu dari perusahaan tersebut, Astrofina Del Mar, menurut Williams "adalah perusahaan di mana para pejabat Indonesia memperoleh uang". Laporan itu tak menyebutkan nama seseorang pejabat pun. Demikian pula tak dijelaskan siapa yang duduk dalam perusahaan yang disebut Del Mar itu. Tapi laporan itu banyak menyebutkan kegiatan tuan Kulukundis, bekas Dirut anak perusahaan Burmah Oil -- yakni Burmah East Shipping Corporation yang bermaksud men-carter-kan tanker-tanker LNG mereka kepada Pertamina. Laporan itu mengatakan bahwa Elias J. Kulukundis asal Junani, "punya hubungan dengan Pertamina sebelum dia masuk dalam kelompok Burmah". Tapi sebuah keterangan dari kantor pusat Burmah Oil di London menolak semua tuduhan yang dialamatkan kepada anak perusahaannya yang mengurusi soal tanker itu. Menurut mereka, "perjanjian telah dibuat sesuai dengan undang-undang yang berlaku di AS". Ketua dan pimpinan sehari-hari Burmah Oil selepas krisis di akhir tahun 1974 dipegang oleh Alastair Down dan Stanley Wilson sebagai direktur pelaksana. Yang juga menjadi pertanyaan beberapa orang di "luaran" adalah: Mengapa malah Burmah Oil yang hampir bangkrut itu yang dipilih untuk melakukan pesanan tanker LNG oleh Pertamina? Krisis keuangan Burmah Oil mencapai puncaknya ketika musim pasang minyak mulai surut di tahun 1974. Dan saham-saham dari maskapai minyak yang juga tergiur mempertaruhkan modalnya dalam bisnis tanker itu, dengan cepat diambil alih oleh Bank of England di akhir 1974. Sementara itu di Jepang -- yang belum pulih dengan heboh bekas PM Tanaka yang terlibat skandal Lockheed masalah Burmah Oil itu juga jadi sorotan pers. Yomiur Shimbun, salah satu harian besar di Jepang, awal pekan lalu memberitakan bahwa Burmah telah memberikan uang pelicin sebanyak $AS 3 juta kepada pejabat di lingkungan perkapalan Jepang. Tak diketahui dengan pasti apakah lebih dari seorang pejabat yang mendapat uang pelancar itu. Juga apakah fihak perkapalan itu terdiri dari swasta atau pemerintah. Tapi disebutkan bahwa uang sogokan itu $ 2 juta berupa tunai dan lebihnya berupa cek. Yomiuri juga menyebut sebuah perusahaan bemama Edna, yang didirikan fihak Burmah di Hongkong untuk memberikan uang pelancar. Robin Loh, pengusaha Singapura yang pernah kebagian banyak proyek dad Pertamina, tersebut namanya sebagai "orang yang bertugas menyalurkan uang pelancar itu kepada pejabat-pejabat di Indonesia". Kalau semua itu benar, jelas bahwa larangan Presiden untuk meng"komersiilkan jabatan" memang soal serius.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus