Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH rapat penting bakal digelar Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jakarta, Rabu pekan ini. Topiknya lumayan gawat. Setengah dari perusahaan taksi di ibu kota negara ini sedang terancam gulung tikar.
Tingginya kenaikan harga bahan bakar minyak pada Maret dan Oktober tahun lalu, yang mencapai 155 persen, rupa-rupanya telah membuat industri taksi babak benjut. Bayangkan, harga bensin premium, yang semula hanya Rp 1.810 per liter, kini meroket menjadi Rp 4.500 per liter.
Akibatnya, tarif taksi terpaksa dinaikkan, meski tak bisa mengejar tingginya kenaikan harga BBM. ”Penumpang makin jarang, padahal harga suku cadang kian melambung,” kata Sekretaris Organda DKI Jakarta, T.R. Panjaitan.
Hantaman lain datang dari bank. Suku bunga kredit telah naik, dari semula hanya di kisaran 9,5 persen, kini di atas 13,5 persen. Padahal, hampir semua kendaraan yang digunakan perusahaan taksi diperoleh dengan cara kredit melalui perusahaan leasing.
Tak kuat menahan beban berat itu, menurut Panjaitan, kini setengah dari sekitar 26 ribu unit kendaraan milik 20 perusahaan operator taksi di Jakarta bakal ”dikandangkan”. Beberapa perusahaan taksi bahkan sudah menyatakan akan menutup usahanya. ”Diperkirakan 50 persen yang akan bangkrut,” kata Panjaitan, tanpa menyebut nama perusahaan taksi yang akan tutup.
Ruwetnya persoalan inilah yang akan dibahas dalam rapat Organda bersama para pengusaha taksi DKI pada 11 Januari mendatang. ”Saat itu akan kelihatan siapa yang akan menutup usahanya, dan berapa puluh ribu pengangguran akan bertambah dari sektor ini,” katanya.
President Taksi termasuk yang sedang limbung. Taksi yang dikelola dengan sistem setoran ini, menurut Direktur Umum President, Karmen Siregar, kini tinggal mengoperasikan 2.000 unit taksi. Menyusut setengahnya dari dua tahun lalu, yang mencapai 4.000 unit.
Kenaikan harga BBM telah membuat para sopir kesulitan memenuhi target setoran harian Rp 150-180 ribu. Akibatnya, perusahaan pun sulit membayar cicilan ke perusahaan leasing. Padahal besar cicilan makin membengkak.
Untuk menyiasati kesulitan itu, selama ini perusahaan membuka pintu dialog dengan para sopir. ”Tapi, jika kondisi terus begini, PHK sudah pasti dilakukan,” kata Karmen, meski belum bisa dipastikan jumlahnya.
Kondisi serupa terjadi di Surabaya. Taksi Metro, yang bernaung di bawah bendera PT Metropolis Surya Raya, milik Aryo Widjanarko, anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, terus menyusut armadanya: dari 100 unit kini tinggal 50. ”Kami tak berdaya,” kata Nasikhin, karyawan bagian personalia. ”Penumpang sepi, BBM mahal.”
Nasib tak jauh berbeda dialami taksi Kosgoro. Armadanya yang berjumlah 40 unit kini tinggal setengahnya yang beroperasi. ”Setelah BBM naik, keadaan kami amat berat,” kata Mujiono, salah seorang karyawannya. Dan untuk bisa bertahan hidup, perlu ada kucuran dana segar dari investor. ”Kalau tidak ada, ya kami mati.”
Tak semua perusahaan taksi memang di ambang kebangkrutan. Blue Bird, yang selama ini menjalankan usahanya dengan sistem bagi hasil pendapatan antara perusahaan dan pengemudi, masih bisa bertahan.
Menurut Kepala Humas Blue Bird, Riva Lazuardi, meski berat, perusahaan taksi terbesar di Jakarta ini akan terus melakukan peremajaan armadanya. Insentif pemerintah dalam bentuk penghapusan pajak barang mewah bagi kendaraan diharapkan akan menurunkan nilai jual kendaraan, sehingga menutup tipisnya margin keuntungan taksi saat ini.
Blue Bird, yang kini mengoperasikan 9.000 unit taksi dengan 14 ribu pengemudi, kata Riva, juga masih akan merekrut 4.000 sopir baru. Sebab, tenaga sopir yang dibutuhkan sekitar dua kali lipat dari jumlah kendaraan yang ada.
Rinny Srihartini, Maria Ulfah, Sunudyantoro (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo