Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan hasil kajian teknis dan lahan pasca gempa bumi untuk hunian tetap bagi para korban gempa Cianjur, Jawa Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelaksana Tugas Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid mengatakan rencana relokasi lahan hunian tetap bagi para korban gempa bumi telah melewati evaluasi geologi teknik dan hidrogeologi yang berlokasi di Kampung Pasir Sembung, Desa Sirnagalih, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kondisi geologi tanah hasil pelapukan batuan produk gunung api berupa tanah lempungan berwarna cokelat, bersifat plastis agak kaku, batuan dasar breksi andesit dan lava," ujar Wafid dalam konferensi pers yang dikutip via YouTube Badan Geologi, Kamis, 8 Desember 2022.
Wafid menjelaskan lokasi tersebut tidak terlihat adanya potensi gerakan tanah, tidak ditemukan adanya retakan baru, dan belum pernah terjadi pergerakan tanah atau longsor. Lahan memiliki kemampuan dukung yang cukup baik bagi bangunan ringan atau secara umum bangunan maksimal dua lantai.
Ia menyarankan, sebelum masuk pada tahap konstruksi sebaiknya melakukan penyelidikan tanah rinci terkait kekuatan tanah pondasi, baik tanah asli maupun tanah timbunan.
Badan Geologi pun telah menghitung estimasi kebutuhan sumur bor untuk memenuhi kebutuhan 200 unit rumah di daerah itu. “Estimasi kebutuhan air mencapai 100.000 liter per hari dengan jumlah minimal sumur bor sebanyak empat unit pada kedalaman 50 sampai 70 meter,” kata Wafid.
Selanjutnya: Selain lokasi lahan di Desa Sirnagalih...
Selain lokasi lahan di Desa Sirnagalih, Badan Geologi juga memeriksa tiga lahan relokasi di Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Secara geografis, lokasi ketiga calon lahan relokasi berada di bekas HGU Betaraya, bekas HGU PT Ciranji, dan Kantor Kecamatan Mande.
Adapun Badan Geologi telah memetakan lokasi dan tingkat kerusakan bangunan dan lokasi gerakan tanah yang dihimpun baik melalui survei maupun informasi yang bersumber dari media massa dan penduduk.
Badan Geologi mengungkap kerusakan paling parah terjadi di daerah yang disusun oleh endapan breksi dan lahar Gunung Gede. Di Kecamatan Cugenang, intensitas mencapai VII-VIII MMI ditandai dengan kerusakan bangunan yang sangat masif serta terjadi gerakan tanah. Secara morfologi, daerah yang mengalami kerusakan pada umumnya adalah daerah dengan morfologi pebukitan bergelombang.
Kemudian, gerakan tanah terbesar yang dipicu oleh gempa ini berlokasi di Desa Cijedil, dengan menelan korban jiwa lebih dari 30 orang. Gerakan tanah ini berada pada area yang disusun oleh Produk Gunungapi Tua. Gerakan tanah juga terjadi Kampung Cisarva, Desa Sarampad.
Lebih lanjut, Badan Geologi mengungkap bahwa sesad penyebab Gempa Cianjur 21 November 2022 belum terdefinisikan dan mash memerlukan kajian lapangan lebih rinci. "Sebagai upaya mitigasi, bangunan yang berada pada dan dekat dengan garis sesar yang dipetakan secara regional harus dibangun dengan mengikuti kaidah bangunan tahan gempa bumi," ucap Wafid.
DEFARA DHANYA PARAMITHA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.