Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Makin Kreatif di Masa Sulit

Berbagai cara dilakukan pengusaha warung nasi dan UMKM untuk menghadapi mahalnya harga telur ayam. Dari memilih telur yang lebih kecil agar mendapat jumlah lebih banyak hingga menaikkan harga jual produk.

26 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang pelayan melayani pelanggan di Warung Tegal di Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta, 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Aneka masakan olahan telur ayam ras tersaji di etalase Warung Nasi Hegar Sari di bilangan Bendungan Hilir, Jakarta Selatan, kemarin. Belasan butir telur itu disuguhkan dalam berbagai jenis masakan, dari telur mata sapi goreng, telur ceplok balado, opor, hingga rendang.

Hendi, pengelola warung tersebut, tak ambil pusing akan tingginya harga telur ayam belakangan ini. Karena itu, pelbagai masakan telur pun tetap tersaji kendati komoditas tersebut belakangan menjadi perbincangan hangat masyarakat dan pejabat.

Menurut pria berusia 40 tahun itu, harga telur memang sudah tinggi sejak beberapa bulan belakangan. Karena itu, kenaikan harga saat ini relatif tidak terasa untuk keseluruhan usaha warung nasinya. "Enggak terasa kalau harga makin mahal karena dari dulu sudah naik harganya. Jadi, saya juga enggak ngurangin jumlah masakan telur," kata dia kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Ketua Komunitas Warteg Nusantara, Mukroni, menuturkan para pengelola warung nasi belakangan memang dituntut makin kreatif dalam mengakali harga bahan pangan pokok yang makin melambung. Mereka berupaya untuk beroperasi seperti biasa dan tidak menaikkan harga makanan, meskipun harga berbagai bahan baku masakan makin mahal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pekerja menata telur ayam di salah satu agen penjualan telur Jakarta, 3 Juni 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Kreativitas Warteg Hadapi Mahalnya Telur

"Warteg jadi makin kreatif. Misalnya dengan memilih telur yang lebih kecil agar mendapat jumlah lebih banyak. Jadi, misalnya sebelumnya sekilo dapat 16 butir, kami akan cari yang sekilo 18 butir," ujar Mukroni.

Menurut dia, para pengusaha warteg memilih menahan harga lantaran melihat daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih. Namun Mukroni khawatir para pengelola warung nasi tidak bisa bertahan kalau harga pangan terus melambung. Karena itu, ia berharap pemerintah segera meredakan gejolak harga pangan tersebut.

"Kalau sudah sebulan harga-harga tidak turun, terpaksa dinaikkan (harga masakan) untuk menjaga kelangsungan usaha daripada tutup. Tapi itu masih belum pasti," ujar Mukroni. Ancer-ancernya, harga masakan olahan telur diperkirakan bisa naik sekitar 20 persen dari Rp 5.000 per lauk telur menjadi Rp 6.000.

Menyitir data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS Nasional) kemarin, harga rata-rata telur ayam ras segar di pasar tradisional menginjak Rp 31.300 per kilogram. Kalau dilihat berdasarkan daerah, harga terendah masih didapati di Jambi, yaitu seharga Rp 26.450 per kilogram. Adapun harga tertinggi terdapat di Papua, yaitu Rp 39.650 per kilogram.

Harga tersebut jauh di atas harga acuan pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020, yaitu Rp 24 ribu per kilogram di tingkat konsumen. Bahkan harga itu juga masih di atas harga acuan pembelian/penjualan (HAP) yang diusulkan Badan Pangan Nasional, yaitu Rp 22-24 ribu per kilogram di tingkat peternak dan Rp 27 ribu per kilogram di konsumen.

Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, mengatakan anggotanya sudah banyak yang mengeluhkan tingginya harga telur ayam, khususnya para pelaku usaha makanan dan minuman. Dalam situasi seperti ini, ia mengatakan para pelaku usaha memiliki strategi berbeda-beda.

Pedagang telur melayani pembeli di Pasar Kebayoran, Jakarta, 22 Agustus 2022. Tempo/Tony Hartawan

Menaikkan Harga Produk

Ada yang menaikkan sedikit harganya, mengurangi porsi atau timbangan, serta tetap menjaga harga dan porsinya dengan risiko keuntungan berkurang. "Pilihan tersebut mau tidak mau harus dilakukan. Sebab, bagi UMKM, usahanya adalah mata pencarian utama," ujar Hermawati.

Menurut dia, para pelaku usaha dihadapkan pada situasi sulit yang bertubi-tubi. Sebelum melonjaknya harga telur, masyarakat sudah dibebani oleh tingginya harga minyak goreng dan gas. Karena itu, akan sulit bagi pelaku usaha untuk bertahan apabila tidak melakukan berbagai penyesuaian dalam usahanya.

"Maksimal mereka bertahan dua pekan atau menghabiskan stok bahan, meskipun kebanyakan UMKM yang dalam produksi belanjanya harian. Nah, yang harian ini yang harus mau tidak mau melakukan strategi yang saya sampaikan tadi," kata Hermawati.

Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero, khawatir tingginya harga bahan pangan membuat masyarakat menahan konsumsinya. Ujung-ujungnya, penjualan produk UMKM pun bisa terkena dampak. "Di satu sisi, modal para pengusaha UMKM juga terimbas," tuturnya.

Karena itu, para pelaku usaha menunggu langkah-langkah pemerintah menstabilkan harga pangan. "Kita akan lihat seberapa besar dampak intervensi pemerintah terhadap harga pangan," ujar Edy. Kini, ia hanya bisa mendorong anggotanya untuk tetap berjuang di tengah gejolak harga agar bisa tetap mempertahankan usahanya. "Jangan menyerah meski di tengah berbagai kenaikan harga."

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Rizal Edy Halim, mengatakan pemerintah harus bergerak cepat mengecek ketersediaan dan cadangan telur saat ini, baik di tingkat peternak maupun pedagang. Pemerintah juga harus segera mengidentifikasi penyebab lonjakan harga telur dan segera mencari jalan keluar. "Kami berharap pemerintah segera mencari langkah antisipasi untuk membendung kenaikan yang lebih tajam," ujar Rizal.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan kenaikan harga telur ayam perlu diwaspadai karena dapat mendorong inflasi lebih tinggi. Sebagai catatan, inflasi bahan pangan pada Juli 2022 sudah hampir menyentuh 11 persen secara tahunan. "Di saat yang sama, pemerintah sedang mewacanakan penyesuaian harga BBM bersubsidi, maka inflasi secara umum bisa mencapai 7 persen karena harga bahan bakar angkutan pangan ikut naik," kata dia.

CAESAR AKBAR | RIANI SANUSI | JELITA MURNI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus