Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Polemik tentang pagar laut bambu sepanjang 30 kilometer lebh di perairan wilayah Kabupaten Tangerang, Banten, berlanjut. Pemerintah seolah baru tanggap setelah terucuk bambu itu viral meskipun sudah menjadi penghalang nelayan mencari ikan selama berbulan-bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah pemerintah menyatakan akan mencari pihak yang melakukan pemagaran laut tanpa hak, tiba-tiba muncul Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim sebagai pembuat pagar laut dengan alasan sebagai mitigasi dan tsunami.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah pihak mengaitkan pagar laut itu dengan pengembang kawasan Pantai Indah Kosambi (PIK 2), yang juga berada di sekitar wilayah Kabupaten Tangerang.
Namun Manajemen PIK 2 membantah melakukan pembangunan pagar laut yang terbuat dari bambu di perairan pesisir utara (pantura) Kabupaten Tangerang, Banten.
"Itu tidak ada kaitan dengan kita, nanti selanjutnya oleh kuasa hukum yang akan menyampaikan dengan tindak lanjut," kata Manajemen PIK 2 Toni di Tangerang, Banten, Minggu, 12 Januari 2025, seperti dikutip Antara.
Ia menyebutkan bahwa pengembangan kawasan kota baru di PIK 2 saat ini masih akan terus berlangsung ke beberapa wilayah pesisir utara Tangerang hingga ke wilayah Kecamatan Kronjo.
Pagar laut ilegal yang disegel Kementerian Kelautan dan Perikanan melintasi pesisir 16 desa di enam kecamatan di Kabupaten Tangerang. Pagar tersebut terbentang di tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga. Pagar tersebut disegel oleh KKP pada 9 Januari 2025.
Sebelumnya, kelompok bernama Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang, menyatakan mereka yang membuat pagar laut sepanjang 30,16 kilometer secara swadaya.
Mereka mengklaim bahwa pagar bambu yang terbentang di laut pantai utara (Pantura) di daerah itu dibangun sebagai mitigasi bencana tsunami dan abrasi.
Koordinator JRP, Sandi Martapraja di Tangerang, Sabtu, 11 Januari 2025, mengatakan jika pagar laut yang bikin heboh di publik adalah tanggul yang dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya.
"Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi," katanya seperti dikutip Antara.
Tidak dijelaskan berapa dana yang dikeluarkan untuk pagar laut yang menghabiskan ribuan bambu tersebut.
Ombudsman Nilai Ada Pembiaran
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan ia merasa heran karena pembangunan pagar laut tidak ditindak lebih cepat oleh pihak berwenang. Dia menilai penyegelan yang baru terjadi pada 9 Januari 2025 cenderung terlambat. "Itu sudah jelas-jelas mengganggu pekerjaan nelayan, kok bisa didiamkan begitu?" kata Yeka kepada Tempo pada Ahad, 12 Januari 2025.
Yeka mengatakan di lokasi tersebut seharusnya ada pihak-pihak yang memiliki wewenang untuk menghentikan pemagaran ilegal. Yeka sudah mengunjungi sejumlah desa yang terdampak pemagaran laut di Kabupaten Tangerang itu pada Desember lalu
Yeka tidak mau berspekulasi terlalu dini soal mengapa pembiaran itu terjadi. "Tapi yang jelas, kok bisa laut dipagar terus aparat desanya diam, camatnya diam, pemerintah provinsinya diam, dinasnya diam, aparat penegak hukumnya juga diam," ucap Yeka.
Yeka berujar dia juga mendapat sejumlah laporan soal adanya intimidasi yang diterima warga karena melaporkan pembangunan pagar laut. Meski begitu, Yeka belum bisa mengonfirmasi kejadian tersebut atau identitas pihak-pihak yang melakukan intimidasi kepada masyarakat.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menilai pemerintah lamban dalam menyegel pagar laut tanpa izin tersebut. Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati menilai pemerintah seharusnya bertindak sebelum pagar laut itu berdiri hingga puluhan kilometer.
"KKP telah mengetahui adanya pemagaran laut tersebut, akan tetapi tidak ada tindakan yang serius dan tegas yang dilakukan KKP," kata Susan melalui keterangan tertulis pada Jumat, 10 Januari 2025.
Sebab, kata Susan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten telah mengetahui keberadaan pagar ilegal tersebut setidaknya sejak Agustus 2024. Selain itu, tim gabungan DKP Banten dan Polisi Khusus dari Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP sudah meninjau lokasi pagar pada 4-5 September 2025.
Susan menyampaikan KKP baru bertindak setelah isu pemagaran laut itu tersebar di publik dan media sosial pada awal 2025. "Ini membuktikan bahwa KKP telah melakukan pembiaran terjadinya pemagaran laut di Kabupaten Tangerang," ucap Susan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pagar laut ilegal di perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten berdampak terhadap ribuan nelayan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kini telah menyegel pagar laut sepanjang 30,16 kilometer itu.
Wahyu mengatakan pagar laut tersebut melintasi wilayah pesisir enam kecamatan di Kabupaten Tangerang. "Kemudian nelayan yang terdampak itu ada 3.888 orang," kata Wahyu melalui keterangan tertulis pada Jumat malam, 10 Januari 2025.
Wahyu berujar pembuat dan pemilik pagar itu akan terkena sanksi jika sudah teridentifikasi. "Ketika dia melanggar, tentu kita akan denda administratif," kata Wahyu.
Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.