Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Bansos Diduga Kuat Dipolitisasi Menjelang Pemilu, Ekonom: Harus Dievaluasi Besar-besaran

Ekonom sekaligus Direktur Celios Bhima Yudhistira menanggapi soal dugaan politisasi bansos atau bantuan pangan menjelang Pemilu 2024.

25 Januari 2024 | 10.39 WIB

Warga menerima bantuan sosial (bansos) beras 10 kilogram (kg) di Gudang Perum Bulog, Jakarta, Senin 11 September 2023. Pemerintah akan mulai menyalurkan bantuan pangan beras tahap kedua mulai pekan depan, Senin 11 September 2023. Penyaluran ini akan dilakukan kepada 21,353 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) selama tiga bulan ke depan. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Warga menerima bantuan sosial (bansos) beras 10 kilogram (kg) di Gudang Perum Bulog, Jakarta, Senin 11 September 2023. Pemerintah akan mulai menyalurkan bantuan pangan beras tahap kedua mulai pekan depan, Senin 11 September 2023. Penyaluran ini akan dilakukan kepada 21,353 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) selama tiga bulan ke depan. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menanggapi soal dugaan politisasi bansos atau bantuan pangan menjelang Pemilu 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Bhima menilai dugaan ini semakin menguat dengan adanya beras Bulog yang berasal dari cadangan beras pemerintah (CBP) yang ditempel stiker Paslon nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Menurut dia, pembagian beras tersebut salah sasaran karena yang menerima manfaat dari program tersebut bukan penerima bansos. "Jadi pemerintah justru sedang menyubsidi dua aktor," ujar Bhima kepada Tempo, Rabu, 24 Januari 2024.

Ia menjelaskan, aktor yang pertama adalah petani di luar negeri atau negara asal impor beras. Sebab, sebagian beras untuk program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dan bantuan pangan itu berasal dari impor.

Artinya, kata dia, pembagian bansos beras saat ini malah menguntungkan petani yang ada di Vietnam, Thailand dan negara-negara lainnya yang menjadi sumber impor beras yang digunakan untuk bansos.

Kedua, pemerintah menyubsidi calon presiden yang menyalahgunakan bansos itu.

Adapun dugaan politisasi bansos semakin menguat ketika Presiden Joko Widodo atau Jokowi semakin aktif dalam kebijakan bansos atau bantuan pangan beras. Jokowi pun terang-terangan mengklaim dirinya sebagai presiden boleh memihak salah satu paslon dan ikut berkampanye. Di beberapa kesempatan, Jokowi juga menunjukan gestur salah dua jari. 

Apabila tidak ada tindakan terhadap kecurangan Pemilu ini, menurut Bhima, tak tertutup kemungkinan bansos akan jatuh ke pihak yang bukan berhak. Ia khawatir bansos akan diberikan kepada orang-orang miskin yang dinilai potensial menjadi calon pemilih pasangan Capres dan Cawapres yang memanfaatkan penyalahgunaan bansos. 

Oleh sebab itu, ia menilai pemberian bansos dalam bentuk bahan pangan memiliki potensi penyimpan yang sangat besar. Khususnya bila dibandingkan dengan bansos yang menggunakan skema bantuan tunai atau yang ditransfer langsung ke rekening penerima. "Jadi ini jadi harus dievaluasi besar-besaran," ucapnya. 

Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus