Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Banting Setir Di Arab Saudi

Pembangunan di arab saat ini terpusat pada teknologi, untuk itu para kontraktor korsel, taiwan mulai banting setir mengadakan patungan dengan kontraktor dari negara-negara maju.(eb)

30 Agustus 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEKAYAAN Arab Saudi yang berlimpah dari minyak telah menimbulkan bisnis yan melimpah bagi para kontraktor bangunan Dari hasil minyaknya itu pemerintah Arab Saudi melakukan pembangnan besar-besaran terhadap prasarana dn perumahan. Karena di Arab Saudi sendiri tak tersedia cukup perusahaan kontraktor yang mampu melaksanakan pembangunan itu, kontrakkontrak akhirnya mengalir ke para kontraktor asing. Di antaranya para kontraktor dari Indonesia. Zaman emas para kontraltor itu sudah berlangsung beberapa tahun. Tapi pertanyaan kini adalah Sampai kapan bonanza dari Arab Saudi untuk para kontraktor asing ini masih dapat dinikmati? Tanda-tanda bahwa bisnis para kontraktor asing di Arab Saudi sudah melampaui masa puncaknya mulai kelihatan. Indikasi pertama adalah anggaran belanja pemerintah Arab Saudi untuk pembangunan perumahan dan prasarana Pada Repelita III Arab Saudi (19801985), dari anggaran belanja pembangunan sebesar US$ 250 milyar--sekitar 15 kali APBN Indonesia 1980/1981--hanya 35% yang akan diperuntukkan sektor pembangunan perumahan dan prasarana. Jumlah ini menurun dari 50%, yang disalurkan dalam Repelita II Arab Saudi yang berakhir tahun lalu. Bagi para kontraktor asing persentase yang menurun itu sedikit merisaukan. Mereka umumnya bergerak di bidang pembangunan prasarana dan perumahan. Para kontraktor Korea Selatan misalnya, seperti dilaporkan mingguan For Eastern Economi view baru-baru ini1 sudah mulai banting setir. Dengan sekitar US$ 8 milyar kontrak yang dipegangnya di Arab Saudi sekarang ini, para kontraktor Korea Selatan itu adalah paling besar di antara kontraktor asing yang beroperasi di Arab Saudi. Didukung oleh 100.000 buruhnva, kelompok kontraktor Korea Selatan yang masuk di pasaran Saudi sejak 1974 itu, telah melaksanakan berbagai proyek raksasa, seperti lapangan terbang international di Ryadh, ibukota Arab Saudi dan kota tentara Raja Khalid. Mereka juga menggarap proyek gedung universitas perminyakan yang serha modern itu, Jaringan telekomunikasi dan proyek pembangunan perumahan di Ryadh. Tapi pembangunan Arab Saudi pada tahap berikutnya akan lebih terpusat pada pembangunan industri dasar, industri petro-kimia dan industri lainnya yang padat teknologi. Kontraktor dari Korea Selatan, Taiwan, apalagi Indonesia jelas tak memiliki keahlian dalam pembangunan proyek-proyek seperti itu. Akibatnya sebagian besar kontrak-kontrak raksasa ini jatuh ke tangan kontraktor dari negara-negara lain yang sudah maju, seperti kontraktor Amerika Serikat. Jepang dan Eropa Barat. Cara yang ditempuh kontraktor Korea Selatan untuk ke bagian proyckproyek yang padat teknologi itu adalah dengan mendompleng kontraktor negara-negara maju, lewat semacam usaha patungan dan usaha sebagai sub-kontraktor. Bagi Indonesia yang sampai sekarang masih bertaraf sebagai sub-kontraktor di bidang pembangunan prasarana dan perumahan, jalan keluar yang ditempuh para kontraktor Korea Selatan itu tentu boleh ditiru. Tapi nampaknya suasana baru di Arab Saudi itu tak begitu dirisaukan oleh pihak Indonesia. Dr. Zainul Yasni, Ketua Tim Koordinasi Ekspor ke Timur rengah, mengakui proyek prasarana dan pcrumahan yang kelas besar memang sudah mulai jenuh. "Tapi yang kecil-kecil berjalan terus," katanya. Ir. Santoso Sutrisno, Direktur Eksekutif Asosiasi Kontraktor Indonesia juga beranggapan lapangan kontrakting buat Indonesia masih terbuka luas. "Yang sesuai dengan kondisi kita, yang puluhan juta dollar masih banyak, terutama di Medinah dan Mekkah," katanya. Di kedua kota suci itulah para kontraktor Indonesia merasa lebih banyak mendapat angin. Sampai tahun lalu Indonesia mendapat borongan yang belum masuk hitungan: US$ 175 juta. Kini nampaknya ada peluang lain. Selain di kota-kota besar seperti Jeddah, Ryadh, Mekkah dan Medinah, pemerintah Arab Saudi mulai melaksanakan pemerataan pembangunan di kota-kota kecil. "Dan Indonesia yang mengetahui rencana Arab Saudi itu sedang mempersiapkan diri lebih baik lagi," kata Suradi Wongsohartomo, Dir-Ut PT Indonesian Consortium Contractor Industries (ICCI). Selain sudah memperkuat diri melalui konsorsium para kontraktor Indonesia di Timur Tengah itu, sebanyak 7.000 orang kini sedang dilatih untuk menjadi tenaga trampil. Selain mendapat latihan teori dan praktek di lapangan, kursus enam bulan itu juga mengharuskan adanya latihan kemiliteran selama dua minggu latihan yang diadakan di Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya dan Ujungpandang itu rupanya ingin menanamkan rasa disiplin seperti dimiliki tenaga-tenaga trampil dari Korea Selatan yang di Arab Saudi saja sudah tercatat sebanyak 100.000 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus