Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Bantuan Sosial Jumbo di Tahun Politik

Anggaran perlindungan sosial pada 2024 naik 14,89 persen menjadi Rp 546,9 triliun. Dinilai rentan dipolitisasi di tahun politik.

17 Juni 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga penerima manfaat memperlihatkan uang tunai saat pencairan Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial sembako di Kantor Pos Besar Kota Kediri, Jawa Timur, 13 Mei 2023. ANTARA/Prasetia Fauzani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Meningkatnya anggaran bantuan sosial rentan dipolitisasi di tahun politik.

  • Ekonom mengingatkan soal pengawasan penyaluran bantuan sosial di tahun politik.

  • Sri Mulyani menyatakan bahwa kenaikan anggaran perlinsos karena pemerintah ingin mengentaskan kemiskinan ekstrem.

JAKARTA — Pemerintah menyiapkan anggaran perlindungan sosial jumbo dalam kerangka Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. Anggaran perlindungan sosial di tahun politik itu diusulkan hingga Rp 546,9 triliun atau naik 14,89 persen dari anggaran 2023 sebesar Rp 476 triliun. Anggaran itu akan digunakan untuk berbagai kebutuhan penyaluran bantuan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, hingga bantuan langsung tunai (BLT) desa.

Fenomena kenaikan anggaran bantuan sosial menjelang pemilu telah menjadi pola berulang yang tampak sejak era pemilihan presiden secara langsung pada 2004. Direktur Eksekutif Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono berujar, fenomena ini pun cenderung menguat pada dekade terakhir.

“Menjelang Pemilu 2019, kenaikan anggaran penanggulangan kemiskinan bahkan telah terlihat sejak 2018, dan berpuncak pada 2019,” ujarnya kepada Tempo, 15 Juni 2023. Pada APBN 2019, anggaran perlindungan sosial naik 24 persen menjadi Rp 200,8 triliun.

Meningkat di tahun politik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Menurut Yusuf, anggaran perlindungan sosial rentan dipolitisasi, meski kenaikan anggaran pengentasan kemiskinan berpihak pada rakyat, terlepas dari motif yang melatarinya.

Praktik politisasi bantuan sosial bukanlah hal baru dan ramai terjadi pada masa pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Kala itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ramai menemukan bantuan sosial dampak pandemi Covid-19 dari pemerintah yang ditempel gambar atau foto kepala daerah dan simbol partai politik yang akan maju dalam pilkada serentak 2020. Bawaslu mencatat, di 12 provinsi dengan 23 kabupaten/kota terdapat pembagian bansos dan diduga dipolitisasi dengan cara menempelkan gambar kepala daerah yang berpotensi menjadi inkumben. Padahal bantuan tersebut berasal dari anggaran negara. Modus yang digunakan adalah memanfaatkan kesempatan untuk meraih perhatian masyarakat agar memilih calon kepala daerah tersebut saat masa pemilihan berlangsung.

Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengatakan, ketika presiden atau kekuatan politik inkumben ingin melanjutkan masa kepemimpinan, sering kali terdapat tren kenaikan anggaran perlindungan sosial, terlepas dari untuk apa pun peruntukannya. “Merespons hal ini, kata kuncinya ada pada proses pengawasan. Jangan sampai kemudian penyaluran anggaran perlindungan sosial ditunggangi oleh oknum, baik itu calon presiden tertentu atau oknum dari partai tertentu,” ucapnya. Dengan demikian, publik dapat melihat transparansi serta obyektivitas dari penyaluran perlindungan sosial yang dilakukan.

Warga penerima manfaat antre mencairkan Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial sembako di Kantor Pos Besar Kota Kediri, Jawa Timur, 13 Mei 2023. ANTARA/Prasetia Fauzani

Kata Sri Mulyani Soal Meningkatnya Anggaran Perlindungan Sosial

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, kenaikan anggaran perlindungan sosial tersebut berhubungan dengan upaya pemerintah mengurangi kemiskinan ekstrem. Agenda itu menjadi salah satu prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo pada tahun terakhir kepemimpinannya. “Perlindungan sosial di 2024 untuk menghapus kemiskinan ekstrem serta menciptakan koefisien gini yang semakin merata,” katanya.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi diharapkan tidak hanya dinikmati oleh mereka yang kaya, tapi juga dirasakan oleh lapisan masyarakat paling bawah. Pada 2022, tingkat kemiskinan ekstrem tercatat sebesar 2,04 persen terhadap total masyarakat, kemudian pada tahun ini diharapkan dapat turun ke 1,04 persen, hingga menjadi nol persen pada tahun depan.

Pelaksana tugas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Ferry Irawan, berujar bahwa agenda pemberantasan kemiskinan ekstrem telah dituangkan dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. “Percepatan itu dilakukan melalui strategi kebijakan yang meliputi pengurangan beban pengeluaran masyarakat melalui pemberian bansos, jaminan sosial, dan subsidi, peningkatan pendapatan masyarakat, serta penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur pelayanan dasar,” ujarnya kepada Tempo.

Adapun kemiskinan ekstrem merupakan kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, meliputi makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial. Berdasarkan klasifikasi Badan Pusat Statistik, seseorang dikatakan miskin ekstrem jika pengeluarannya di bawah Rp 10.739 per orang per hari atau Rp 322.170 per orang per bulan. “Program bantuan sosial menjadi salah satu instrumen yang dilakukan pemerintah dalam menurunkan beban pengeluaran keluarga miskin dan akan terus berlanjut untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan,” ucap Ferry.

GHOIDA RAHMAH

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ghoida Rahmah

Ghoida Rahmah

Bergabung dengan Tempo sejak Agustus 2015, lulusan Geografi Universitas Indonesia ini merupakan penerima fellowship Banking Journalist Academy batch IV tahun 2016 dan Banking Editor Masterclass batch I tahun 2019. Pernah menjadi juara Harapan 1 Lomba Karya Jurnalistik BPJS Kesehatan di 2016 dan juara 1 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Media Cetak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021. Menjadi Staf Redaksi di Koran Tempo sejak 2020.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus