Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terus berupaya memperkuat perdagangan nikel melalui bursa berjangka di Indonesia, dengan fokus utama membentuk harga acuan nikel yang dapat mencerminkan kondisi pasar domestik. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengoptimalkan potensi nikel sebagai komoditas yang diunggulkan Indonesia, sekaligus meningkatkan pendapatan negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Bappebti Tirta Karma Senjaya mengatakan Indonesia sebagai produsen dan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, perlu mengambil langkah strategis untuk menentukan harga referensi sendiri. Selama ini, harga nikel di pasar global masih mengacu pada bursa luar negeri, yang dinilai belum mencerminkan potensi dan kondisi pasar domestik. "Bappebti siap membentuk harga acuan nikel melalui Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) yang akan mendukung hilirisasi industri, penguatan pasar dalam negeri, serta meningkatkan ekspor Indonesia," ujar Tirta di Jakarta, Jumat, 31 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Tirta, nikel memiliki potensi besar sebagai subjek kontrak berjangka di Bursa Berjangka Indonesia, karena komoditas ini memiliki tingkat fluktuasi harga yang tinggi, sehingga ideal untuk diperdagangkan di pasar berjangka. Selain itu, nikel kini semakin banyak digunakan dalam industri baterai kendaraan listrik, menjadikannya semakin strategis di pasar global.
Tenaga Ahli Bappebti Veriyadi menyebutkan Indonesia sebagai eksportir nikel terbesar di dunia, dengan kontribusi sebesar 55 persen dari produksi nikel primer dunia pada 2023, memiliki peluang besar untuk menetapkan harga referensi yang lebih transparan dan mencerminkan kondisi fisik komoditas. "Faktor seperti volume perdagangan besar, keragaman produk nikel, dan volatilitas harga menjadi pendukung kelayakan nikel masuk ke bursa berjangka," kata Veriyadi.
Namun, Veriyadi juga menyoroti beberapa tantangan dalam proses penetapan harga nikel, antara lain kebutuhan akan harga yang transparan dan dapat diamati oleh semua pihak yang terlibat, seperti pembeli, penjual, dan lembaga keuangan. Selain itu, isu geopolitik dan kebijakan politik global yang mempengaruhi pasar nikel juga menjadi tantangan tersendiri.
Meskipun demikian, langkah Bappebti untuk menjadikan nikel sebagai subjek kontrak berjangka diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam perdagangan nikel di Indonesia. Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, menyampaikan upaya itu diharapkan dapat membantu Indonesia mengurangi ketergantungan pada harga internasional yang selama ini terpengaruh fluktuasi pasar global. "Dengan harga patokan yang jelas, kita bisa lebih kompetitif dan memperoleh nilai tambah yang lebih besar," ujar Meidy.
Bappebti juga berencana untuk merevisi Peraturan Bappebti Nomor 10 Tahun 2024 mengenai komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka, dengan target nikel dapat diperdagangkan di Bursa Berjangka Indonesia pada tahun ini. Dengan langkah ini, Bappebti berharap dapat mendorong Indonesia untuk menjadi penentu harga nikel di pasar global, sekaligus memperkuat peran Indonesia sebagai pusat perdagangan komoditas dunia.
Pilihan Editor: Dampak Penghematan Belanja Pemerintah ke Bisnis Hotel