Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menargetkan penurunan emisi karbon sampai 26 persen pada 2020. Salah satunya dengan melakukan perencanaan pembangunan rendah karbon.
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan berdasarkan data pemerintah, penurunan karbon gas rumah kaca pada 2016 mencapai 13,47 persen. Selain itu, Indonesia berhasil menurunkan intensitas emisi nasional dari 681,16 ton CO2e/miliar Rp pada 2010 menjadi 512,08 CO2e/miliar Rp pada 2016.
"Negara sahabat, seperti Jerman, Inggris dan Jepang, juga ingin membantu mengurangi emisi karbon, baik nasional maupun global," katanya dalam paparan Rencana Pembangunan Rendah Karbon di gedung Bappenas, Jakarta, 25 Oktober 2017.
Baca: Insentif Kendaraan Emisi Karbon Rendah Terbit Tahun Ini
Menurut Bambang, target pelaksanaan pembangunan saat ini adalah mengintegrasikan keberlanjutan daya dukung lingkungan hidup ke dalam kebijakan target ekonomi dan pembangunan sosial. Selama ini, pertumbuhan ekonomi cenderung disertai dengan penurunan kualitas lingkungan.
Pembangunan rendah karbon menjadi penting untuk mengubah pola pembangunan yang tidak berkelanjutan menjadi berkelanjutan. Bahkan, rencana pembangunan rendah karbon ini akan dimasukkan ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan rencana kerja tingkat daerah.
"Kami akan mengintegrasikan rencana pembangunan ekonomi, sektoral, dan penurunan emisi gas rumah kaca melalui perencanaan pembangunan rendah karbon dengan basis hukum yang kuat," ujar Bambang.
Karena itu, pemerintah akan membuat peraturan presiden yang baru untuk memperkuat Perpres Nomor 16 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca. Adapun perpres yang akan dibahas tersebut tentang perencanaan pembangunan rendah karbon (PPRK).
Dengan perpres yang baru tersebut, target pembangunan rendah karbon akan dibahas dengan spesifik agar tujuan yang dicanangkan pemerintah tercapai. "Rancangan Perpres PPRK berorientasi pada keseimbangan pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, dan stabilitas sosial. Yang paling penting juga menurunkan emisi gas rumah kaca," ucapnya.
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Tjatur Sapto Edy menyambut positif rencana pemerintah mengurangi efek rumah kaca dengan pembangunan rendah karbon. Menurutnya, Indonesia ada di posisi kunci dalam perubahan iklim dunia. "Kenaikan ekonomi kita juga berkontribusi pada perubahan iklim. Jadi rencana pembangunan rendah karbon memang sudah semestinya ada di rencana pembangunan pemerintah," tuturnya.
Menurut Tjatur, potensi kerugian imbas efek gas rumah kaca atau karbon mencapai 7,5 persen dari produk domestik bruto Indonesia. Bahkan ada 100 juta orang Indonesia yang terdampak efek gas rumah kaca. "Negara memang harus hadir. Dari data tersebut (100 juta penduduk Indonesia terdampak emisi karbon), artinya sudah terjadi kiamat kecil di Indonesia," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini