TERCAPAI sudah niat Noke Kiroyan, Direktur Kaltim Prima Coal. "KPC sudah beroperasi dengan efisien di tangan kami dan akan tetap begitu," katanya kepada TEMPO beberapa waktu lalu. Sejak akhir Juli lalu, perusahaan yang mengeduk batu bara di Sangatta, Kalimantan Timur, ini sudah menepati janjinya untuk mengalihkan 51 persen sahamnya, tapi divestasi ini tetap akan membuat KPC sebagai pemegang porsi saham terbesar.
Kok bisa? Rupanya, 51 persen saham yang dialihkan itu—nilainya US$ 419 juta—tak mengalir seluruhnya ke tangan pemerintah daerah seperti yang selama ini diminta. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, yang mengumumkan keputusan besar itu, mengatakan bahwa pemerintah pusat membagi saham itu menjadi dua. "Untuk daerah 31 persen dan 20 persen untuk BUMN," ujarnya dengan berseri-seri. Tak mengherankan bila Purnomo merasa girang. KPC adalah harta menggiurkan yang laba bersihnya mencapai Rp 2,5 triliun per tahun. Pengalihan sahamnya sempat tertunda enam tahun karena terbentur perbedaan kepentingan KPC, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, dan pemerintah pusat. Divestasi akhirnya bisa terlaksana setelah Pemerintah Kal-Tim mencabut gugatannya dalam kasus ini, 29 Juli lalu.
Bagi Purnomo, masalah yang tersisa tinggallah menggelar uji tuntas untuk mencari calon pembeli, yang disyaratkan mesti perusahaan dari Indonesia. Namun, tidak demikian halnya dengan kalangan eksekutif di Kal-Tim. Pada hari yang sama dengan pengumuman Purnomo, DPRD Kal-Tim langsung menyatakan penolakannya dengan mengeluarkan Surat Keputusan No. 16 Tahun 2002. Dewan meminta kepada Gubernur Kal-Tim agar 51 persen saham KPC dapat dimiliki semuanya oleh pemerintah daerah. Kalau tidak? Seluruh kegiatan produksi akan ditutup dan menyetop pengapalan batu bara (status quo), dengan segala kerugian menjadi beban dan tanggung jawab PT KPC.
Tak mengherankan bila kalangan Pemda Kal-Tim itu resah. Dengan saham yang hanya 31 persen—itu pun dibagi dua: 21,4 persen untuk Pemerintah Kal-Tim dan 18,6 persen untuk Kabupaten Kutai Timur—mereka akan selalu kalah dalam pengambilan keputusan dengan KPC.
Maka, mereka pun menggunakan kembali jalur yang sempat memacetkan divestasi saham itu: lewat pengadilan. Para pejabat Pemda Tingkat I dan DPRD akan menggugat pemerintah pusat ke pengadilan karena dinilai ingkar janji. Menurut Wakil Ketua DPRD Kal-Tim, Khairul Fuad, pemerintah pusat jelas sangat merugikan daerah karena hanya mementingkan KPC dan tidak mempedulikan keinginan daerah. Menurut dia, pemerintah pusat juga tidak konsisten karena awalnya menyatakan tidak berminat, tapi sekarang malah mengambil bagian. Asisten II Sekwilda Kal-Tim, Syaiful Teteng, kepada TEMPO memastikan bahwa gugatan akan segera diajukan dalam bulan ini di Pengadilan Negeri Tenggarong atau Samarinda. "Kalau perlu isi gugatan untuk menyetop produksi KPC," katanya. Kalau gugatan itu menggagalkan divestasi? Ia tak peduli.
Ternyata, tak hanya orang daerah yang sewot dengan keputusan divestasi itu. Anggota kabinet pun terbelah. Rabu pekan lalu, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno menulis surat kepada Menteri Energi Purnomo Yusgiantoro untuk mempertimbangkan kembali perjanjiannya dengan KPC, karena ada keberatan dari Pemda dan DPRD Kal-Tim. Menteri Dalam Negeri pun menderetkan keuntungan yang didapat daerah bila saham itu dibeli investor swasta macam Nusantara Energi atau Batu Bara Borneo Batuah, dibandingkan jika dibeli BUMN PT Batubara Bukit Asam yang tidak memberikan komitmen apa pun. Dua perusahaan swasta itu memang sudah mengumbar janji akan membangun sarana pendidikan dan kesehatan secara gratis plus goodwill yang jumlahnya jutaan dolar. Agaknya, Menteri Hari harus inspeksi dulu ke kantor dua perusahaan itu—yang tak jelas keberadaannya—sebelum mempercayai pengaduan anak buahnya.
Menteri Dalam Negeri juga meminta agar daerah dilibatkan untuk melakukan uji tuntas para calon pembeli saham KPC agar daerah bisa memilih investor yang tepat. Hari Sabarno, menurut sumber TEMPO, didukung oleh sedikitnya dua menteri lain. Namun Menteri Purnomo hingga pekan lalu tetap pada keputusannya untuk melakukan uji tuntas sesuai dengan kesepakatan dengan KPC.
KPC boleh lega. Bola panas sudah bergulir dari tangannya. Pertempuran kini beralih ke pemerintah pusat dan daerah. Sementara itu, mereka bisa terus mengeduk kekayaan dari bumi Kalimantan Timur.
I G.G. Maha Adi, Redy M.Z., Rusman (Samarinda)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini