PASAR semakin lembek. Tengok saja, Senin awal pekan ini indeks harga saham gabungan cuma mampir di angka 395,2. Rekor paling rendah sejak Desember tahun lalu. Bagaimana buruknya situasi juga nampak dari perdagangan yang terjadi. Senin ini, cuma 795 ribu saham yang bisa dijual-belikan. Nilainya Rp 5,9 milyar, cuma separuh dari rata-rata per hari selama November, yang tercatat Rp 10,7 milyar. Ini pun sebenarnya masih jauh dari rata-rata per hari bulan lalu yang Rp 22,8 milyar. Biang keladinya masih tetap sama. Krisis Teluk yang tak jelas juntrungannya, resesi, juga ketatnya likuiditas. Sementara itu, pembagian dividen interim sebagai hasil penampilan perusahaan selama semester pertama juga semakin mengecewakan. PT Semen Cibinong, misalnya, cuma bisa membagi dividen interim Rp 50 per saham. Jika ini dibandingkan dengan harga sahamnya yang tercatat Rp 7.850 Senin lalu, penghasilan itu cuma 0,63 persen. Lantas mau apa di tengah situasi sulit ini? Ternyata masih ada yang mau menjual saham. PT Voksel Electric akan melepas 3 juta saham ke pasar bulan depan, dengan harga Rp 6.500 per saham. Produsen kabel ini masih optimistis, sahamnya akan diserap pasar. "Partner kami di Jepang juga membantu pemasaran," kata Direktur Voksel Budinata Atmadja. Salah satu mitra Budi adalah Showa Electric Wire & Cable, yang menguasai 15 persen saham. Masih ada lagi. PT Astra International akan menawarkan obligasi konversi atau convertible bond senilai Rp 50 milyar. Ini adalah barang baru di bursa Jakarta. Obligasi konversi pada dasarnya mirip obligasi biasa, yang berlaku untuk jangka waktu tertentu. Pembelinya akan mendapat bunga. Bedanya, obligasi jenis ini bisa ditukar dengan saham jika pemiliknya menganggap itu menguntungkan. Dengan adanya kemungkinan itu, obligasi konversi lebih menguntungkan dibanding obligasi biasa. Terutama untuk dana-dana pensiun raksasa. Mereka tak usah takut rugi, karena nilai obligasi konversi selalu tetap, tidak naik turun seperti harga saham. Sementara itu, jika harga saham perusahaan yang mengeluarkan obligasi itu melambung tinggi, ia bisa menukarnya dengan saham. Sayangnya, saking barunya instrumen ini, peraturannya belum ada di bursa Jakarta. "Kami memang masih sibuk berunding," kata Rini M.S. Soewandi, Direktur Keuangan Astra. Jelas, ia sedang sibuk berunding dengan Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam), untuk mencari kemungkinan diluncurkannya barang baru itu. Nyatanya, buat Ketua Bapepam Marzuki Usman, persoalan tidak menjadi rumit. "Kita bisa menerapkan obligasi konversi di sini dengan peraturan yang ada," tutur Marzuki. Memang masih ada beberapa ganjalan. Misalnya soal pemilikan saham oleh investor asing yang hanya dibolehkan mencapai 49 persen dari seluruh saham yang dijual di bursa. Batasan ini akan menimbulkan masalah jika obligasi konversi yang dijual banyak diserap investor asing. Kalau mereka ingin menukar obligasinya dengan saham, tentu saja tak akan terpenuhi semuanya. Astra harus mempertimbangkan batas 49 persen itu. "Mungkin nanti akan diatur dalam kontrak, siapa yang berhak menukar dengan saham," Marzuki menjelaskan alternatif pemecahannya. Dari sini, ada satu kesimpulan yang bisa ditarik. Masih banyak hal di bursa Jakarta yang aturan mainnya belum siap benar. Itu sebabnya, pengaturan menyeluruh untuk bursa -- termasuk juga swastanisasi Bursa Efek Jakarta -- tampaknya sudah mendesak. Pekan lalu, muncul kabar baik untuk soal ini. Soeksmono B. Martokoesoemo menegaskan bahwa pemerintah akan segera mengeluarkan paket deregulasi baru tentang pasar modal. Paling lambat akhir tahun ini. Soeksmono adalah ketua Preparation Committee dari Tim Penelaah Pasar Modal yang diberi tugas oleh Departemen Keuangan untuk menyiapkan swastanisasi Bursa Efek Jakarta. "Melalui deregulasi baru, kalangan swasta akan diberi kesempatan mengelola bursa," kata Soeksmono, seperti dikutip Media Indonesia. Boleh dibilang, rencana swastanisasi ini sudah terlambat setahun lebih. Proses ke arah sana sebenarnya sudah dimulai sejak November tahun lalu. Bagaimanapun, kabar baik ini patut disambut baik. Apalagi akan disertai dengan aturan main baru yang lebih lengkap dan ketat. Konon, syarat-syarat untuk menjadi anggota bursa akan diperketat. Cuma perusahaan sekuritas yang bermodal paling sedikit Rp 2 milyar yang bisa masuk. Tak seperti sekarang, modal minimal perusahaan pialang cuma disyaratkan Rp 25 juta. Yang lebih penting adalah bagaimana peran Bapepam. Jika nanti bursa sudah dijalankan swasta, Bapepamlah yang menjadi pengawas. Tentunya ia memerlukan wewenang yang jauh lebih tegas dan jelas. Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini