Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Askrindo terseret masalah kontra garansi bank akibat transaksi jual-beli batu bara yang berantakan.
Klaim Askrindo tentang PT Bara Daya Energi berseberangan dengan gelapnya rekam jejak perusahaan.
Ada Bara Daya lain di India yang terhubung dengan pengurus Bara Daya di Indonesia.
HINGGA pekan kedua November 2021, MV Beteigeuze masih melempar sauh di tengah Laut Sulawesi, sisi timur lepas pantai Pulau Tarakan, Kalimantan Utara. Sudah lebih dari dua bulan kapal pengangkut batu bara itu berada di lokasi tersebut. “Saat kami cek vessel-nya sesuai, kapalnya paling besar, dan ketika dicek ada batu baranya,” kata Sofyan Bonafena, Jumat, 15 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sofyan adalah Kepala Bagian Operasional Kantor Wilayah Jakarta PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo). Adapun MV Beteigeuze adalah kapal bulk carrier yang akan mengirimkan batu bara PT Bara Daya Energi ke Gujarat, India.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Rabu, 10 November 2021, Sofyan dan dua koleganya dari Askrindo mengecek MV Beteigeuze. Lima palka di badan kapal berbendera Liberia itu telah terisi sekitar 75 ribu ton batu bara. Dalam dua hari berikutnya, MV Beteigeuze akan diberangkatkan ke Muara Berau untuk kembali memuat sekitar 15 ribu ton batu bara di palka keenam.
Kunjungan perwakilan Askrindo itu bertujuan memastikan keberadaan batu bara PT Bara Daya Energi. Perusahaan perdagangan batu bara ini mengantongi kontrak pasokan batu bara sebanyak 1,2 juta ton secara bertahap untuk Pembangkit Listrik Termal Sikka milik Gujarat State Electricity Corporation Limited (GSECL).
Bara Daya menggunakan kontra garansi bank yang diterbitkan Askrindo pada Mei 2021 untuk melaksanakan kontrak senilai US$ 131,6 juta tersebut. Kontra garansi bank itu diterbitkan untuk menjamin garansi bank PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 10 persen dari total nilai proyek—yang diteruskan kepada GSECL melalui ICICI Bank Limited, perusahaan keuangan multinasional berbasis di India.
Belakangan, skema dagang ini berantakan. Bara Daya gagal mengirim pesanan batu bara periode akhir Juni dan awal Juli 2021. Buntutnya, GSECL melalui ICICI Bank—yang diteruskan oleh BNI—mengajukan klaim kontra garansi bank yang harus ditanggung Askrindo. Tak mau disalahkan, Bara Daya mengajukan gugatan ke Pengadilan Arbitrase Internasional untuk menangguhkan pencairan garansi bank yang diajukan mitra dagangnya di Gujarat.
Buntut permasalahan ini bertambah panjang. Seorang pejabat Indonesia Financial Group, holding perusahaan asuransi milik negara yang juga menaungi Askrindo, mengungkapkan bahwa persetujuan kontra garansi bank PT Bara Daya Energi sejak awal bermasalah. Diajukan pada akhir April 2021, permohonan Bara Daya sempat ditolak oleh Komite Akseptasi lantaran tak memenuhi sejumlah persyaratan untuk mitigasi risiko. Namun, setelah melalui proses negosiasi dan pelonggaran persyaratan, Askrindo akhirnya menyetujui penerbitan kontra garansi bank atas disposisi direktur operasional dan direktur teknik.
Direktur Operasional Askrindo Erwan Djoko Hermawan menegaskan bahwa perusahaannya telah menerapkan sejumlah “pagar” untuk mencegah kerugian. Nilai jaminan sebesar Rp 190 miliar dalam kontra garansi bank ini, misalnya, tidak sepenuhnya menjadi tanggungan Askrindo. Perseroan hanya menanggung US$ 707 ribu atau sekitar Rp 10 miliar. Sisa risiko ditanggung tiga perusahaan reasuransi. “Ada transfer risiko sehingga dapat back-up dari perusahaan reasuransi dan mereka melakukan underwriting secara independen,” kata Erwan.
Direktur PT Bara Daya Energi Mohamed Daupik Alkaff. Foto: LinkedIn
Direktur Teknik Askrindo Vincentius Wilianto juga menyatakan persetujuan kontra garansi bank telah mempertimbangkan profil bisnis Bara Daya Energi yang sudah beberapa kali menjadi klien Askrindo. “Kuncinya harus akses laporan keuangan dan detailnya diperiksa. Semuanya sudah dilihat," tutur Vincentius. Menurut Erwan, Bara Daya Energi merupakan salah satu pedagang besar. “Transaksinya dari omzet Rp 50-an miliar per tahun.”
Namun menelusuri jejak Bara Daya Energi di bisnis batu bara bak mencari jarum di tumpukan jerami. Di situs perusahaan, Bara Daya mengklaim sebagai eksportir terbesar kedelapan di Indonesia yang beroperasi sejak 2014 di Jakarta dan Kalimantan Timur. Namun sejumlah pemain tambang batu bara yang dihubungi Tempo tak pernah mengenali perusahaan ini dan para pengurusnya. “Tak pernah dengar,” kata seorang eksportir besar batu bara.
Tak seperti pada perusahaan sektor pertambangan mineral dan batu bara lain, data tentang alamat, pemegang saham, dan pengurus PT Bara Daya Energi kosong melompong di portal Minerba One Data Indonesia. Portal milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral itu hanya mencatat Bara Daya mengantongi izin usaha pertambangan untuk operasi pengangkutan dan penjualan selama Desember 2018-Desember 2023.
Akta pendirian Bara Daya mencatat Gedung Equity Tower Lantai 35 Unit D-G-H, Sudirman Central Business District, Jakarta Selatan, sebagai markas perusahaan ini. Rabu siang, 13 April lalu, Tempo menyambangi alamat ini yang ternyata berupa kantor virtual yang dikelola Marquee Executive Offices. Anggota staf penerima tamu membenarkan informasi bahwa Bara Daya Energi salah satu pelanggan layanan kantor virtual Marquee. Lewat resepsionis juga surat atau dokumen lain yang ditujukan kepada Bara Daya Energi biasa dititipkan untuk disampaikan kepada manajemen perusahaan.
Kepada pegawai penerima tamu itu pula Tempo menitipkan surat permohonan wawancara dan konfirmasi kepada manajemen Bara Daya. Namun, hingga laporan ini diturunkan, tanggapan dari Bara Daya tak kunjung datang.
Tak hanya profil bisnisnya yang serba gelap. Informasi tentang nama-nama pemegang saham dan pengurus PT Bara Daya Energi juga langka di berbagai platform pencarian data.
Merujuk pada akta perseroan terakhir, per September 2021, sebagian besar saham Bara Daya dikempit Nathasya Inryanny Astari, 28 tahun. Warga Bekasi, Jawa Barat, ini juga menjabat Komisaris Utama Bara Daya. Adapun 1 persen saham Bara Daya dipegang oleh Dewi Pramita Sari, 46 tahun.
Kepengurusan Bara Daya Energi dijalankan oleh Gouw Fenny Gunawan, 38 tahun, sebagai komisaris, dan Mohamed Daupik Alkaff, 30 tahun. Seperti Nathasya dan Dewi Pramita, Gouw Fenny Gunawan tak terlacak. Nama yang persis ada di daftar agen resmi asuransi Allianz, tapi tak dapat dipastikan itu orang yang sama.
Jejak yang lebih terang ada pada Mohamed Daupik Alkaff. Pria warga negara India ini juga tercatat sebagai Direktur PT Bara Daya Energi India Private Limited, perusahaan swasta yang didirikan pada 10 Desember 2020 dan berlokasi di Thoothukudi, Tamil Nadu, India. Di Jakarta, Daupik tercatat tinggal di Apartemen Sahid Sudirman, Jakarta Selatan. Rabu, 13 April lalu, Tempo juga melayangkan surat permohonan wawancara kepada Daupik. Surat diterima oleh petugas penerima tamu apartemen tersebut.
Tempo juga mencoba menghubungi Daupik dan mengirimkan pesan berisi sejumlah pertanyaan konfirmasi lewat nomor selulernya. Namun hingga Sabtu, 16 April lalu, Daupik belum menanggapinya.
Belum terang hubungan dua entitas Bara Daya Energi di India dan Indonesia yang sama-sama dipimpin Daupik. Yang jelas, dia turut mendampingi perwakilan Askrindo yang pergi ke Kalimantan Utara untuk mengecek batu bara dan kapal pengangkut MV Beteigeuze. Sofyan Bonafena, Kepala Bagian Operasional Kantor Perwakilan Jakarta Askrindo, mengaku juga pernah menemui Daupik di kantor lain Bara Daya Energi di Samarinda Square, Kalimantan Timur.
Gugatan Bara Daya Energi di Pengadilan Arbitrase Internasional kini menjadi satu-satunya harapan bagi Askrindo agar tak ikut menanggung kerugian dari sengkarut transaksi batu bara ke Gujarat ini. “Kami berharap mereka menang sehingga nanti uangnya kembali,” ucap Erwan Djoko Hermawan, Direktur Operasional Askrindo.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo