TABIR di hanggar utama Boeing Co. di Renton, Seattle itu
terangkat perlahan-lahan. Seorang petugas lapangan, berpakaian
putih-putih nampak memberi isyarat dengan dua lampu merah. Dan
ketika sebuah simponi yang mengiringi peresmian itu mencapai
klimaksnya tubuh bayi Boeing 757-200 berwarna putih
bergaris-garis merah-biru, muncul dengan gagah diselimuti asap
berwarna putih salju.
Keplok riuh pun pecah, dipelopori Senator Henry Jackson dari
Partai Demokrat dibarengi keplok lima ribu pegawai Boeing Co.
dan para utusan 62 maskapai penerbangan dunia dan undangan
lainnya.
Lalu seraya hati-hati Ny. Jane Bouillion, istri Wakil Dir-Ut
perusahaan Boeing yang bersama suaminya berkunjung ke Jakarta
dua tahun lalu, menaiki tangga pesawat. "Demi dedikasi dan
pengabdian para karyawan Boeing yang tak kenal lelah," katanya.
Dan Ny. Bouillion yang hari itu bergaun warna merah jambu
membaptis dengan menyiramkan sebotol sampanye ke hidung pesawat.
Sejak hari itu pesawat yang dibuat dalam waktu 22 bulan dan
melibatkan 1.300 sub-kontraktor siap untuk bersaing dengan
Airbus-300 yang barusan dipakai oleh Garuda. "Saya memahami hal
itu tak mudah," kata Richard Welch, Dir-Ut Boeing Commercial
Airplane Co. Tapi menurut Roy Watts, Wakil Dir-Ut penerbangan
British Airways yang hadir di situ, B-757 yang digerakkan dua
mesin jet merk Rolls Royce RB-535 itu sangat kopetitif.
"Terutama dalam biaya per mil per tempat duduk, sangat rendah,"
kata Watts.
Dalam soal pemakaian bahan bakar misalnya, menurut Boeing Co.,
B-757200 lebih irit dibanding banyak pesawat lain. Pesawat itu
juga disebut unggul karena tubuhnya dibuat dengan campuran
aluminium bermutu tinggi dan dirancang berdasarkan disain sayap
baru yang menggunakan bahan fiberglass dan Kevlar.
Ajaib
Sementara Airbus Industries, milik sebuah konsorsium 5 negara
Eropa (Jerman Barat, Prancis, Inggris, Spanyol dan Negeri
Belanda) tak berpangku tangan. Dengan tipe Airbus 300 perusahaan
itu cepat merebut maskapai penerbangan sedunia yang memang
sedang membutuhkan jenis pesawat jarak sedang berdaya angkut
tinggi. Kini Airbus tercatat sebagai pembuat pesawat jet
komersial terbesar kedua sesudah Boeing Co., meninggalkan
McDonnel Douglas dan Lockheed Corporation.
Sukses Airbus itu ditiru Boeing dengan mencoba memasarkan
pesawat berbadan lebar Boeing 767 yang berdaya angkut 211
penumpang. Pesawat itu diluncurkan pertengahan tahun lalu
(TEMPO, 29 Agustus 1981). Kini menyusul Boeing 757, pesawat
berdaya angkut 175 sampai 195 penumpang yang didasarkan disain
tubuh B-7Z7.
Sampai awal tahun ini sudah 197 B757 dipesan berbagai maskapai
penerbangan, terutama dari AS. Di tengah suasana bisnis
pengakutan udara yang sedang lesu, kenyataan itu, tentu saja,
cukup mengejutkan. "Ada pertalian ajaib," ujar T.A. Wilson,
Direktur Utama Boeing Co. "Untuk setiap keuntungan US$ 200 juta
yang diperoleh maskapai penerbangan, mereka membeli sejumlah
pesawat berharga US$ 1 milyar."
Kendati demikian Boeing tahun lalu hanya menerima pesanan 23
pesawat Jumbo 747, sedang tahun 1980 berjumlah 49. Juga Boeing
727 jarak sedang, tahun lalu hanya dipesan 24, sementara tahun
1980 sebanyak 74 buah. Seretnya pemasaran kedua jenis pesawat
itu menyebabkan pendapatan Boeing Co. tahun lalu hanya mencapai
US$ 16,5 milyar--turun US$ 300 juta dibanding pendapatan tahun
1980.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini