Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Naik Tarif, Naik Airbus

Tarif angkutan udara mengalami kenaikan. Pengembangan armada garuda, dengan membeli airbus 300 dan boeing 747. Perkembangan kenaikan kapasitas angkutan Garuda. (eb)

23 Januari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK pekan lalu tarif angkutan udara mengalami kenaikan lumayan. Kini misalnya tiket pesawat udara dari Jakarta ke Medan berharga Rp 96.500, naik 27% di atas harga semula Rp 75.675. Tapi agaknya keyataan itu tak mengurangi minat penumpang. Tetap saja bandar udara di Jakarta, Medan, Surabaya dan lain tempat, berjubel dipenuhi calon penumpang. Itu sebabnya Dir-Ut Garuda, Wiweko Supono tak surut dari rencana pengembangan armada Garuda. Meski sudah bisa diduga suatu kenaikan harga BBM tahun ini yang bakal mempengaruhi tarif angkutan, rencana pembelian enam pesawat berbadan lebar, A-300 tetap terlaksana. Bahkan awal tahun lalu ditambah dengan kesediaan membeli tiga A-300 dan dua Boeing (Jumbo) 747 lagi. Tahap pertama rencana itu pekan ini bakal terwujud dan pesawat Airbus pertama tiba di Indonesia. Mulai 22 Januari pesawat itu yang sanggup mengangkut 302 penumpang, dioperasikan antara Jakarta dan Medan. Mula-mula dua kali setiap hari, tapi berangsur--dengan kedatangan lima Airbus menjelang bulan Maret--frekuensi ini ditambah hingga empat kali setiap hari. Sementara pesawat Airbus kedua yang tiba akhir bulan, bakal melayani rute Jakarta-Surabaya mulai 2 Februari dengan target frekuensi lima kali setiap hari. Sedang mulai 21 ebruari juga dibuka rute Airbus antara Medan dan Singapura, minimal setiap hari satu kali. Rute lain yang sampai saat ini dilayani pesawat DC-9, seperti Jakarta-Ujungpandang dan Jakarta-Manado juga dicalonkan untuk dilayani Airbus kelak. Tentu saja rencana pengembangan Garuda itu mengundang banyak kritik, tak kurang dari para "pengamat" luar negeri. "Suatu pertaruhan besar-besaran," tulis Asian Wall Street Journal thun lalu. "Garuda melancarkan pengembangannya di saat perusahaan penerbangan lain membatasi rencana mereka, menghadapi kenaikan harga bahan bakar, peningkatan persaingan dan keuntungan yang semakin menyusut." Bagaimana caranya Wiweko mengatasi berbagai tantangan itu? "Saya sendiri tak tahu," jawabnya dalam suatu wawancara tahun lalu. "Tapi menurut angka-angka yang ada sekarang kami bisa mengatasinya." Apakah angka-angka itu menggembirakan? Agaknya tidak, terutama tentu saja bagi mereka yang "berkacamata hitam". Meski begitu angka utama - volume penumpang -- tetap cenderung naik. Tak bisa disangkal, tahun 1978 bagi Garuda merupakan tahun gemuk. Jumlah penumpang domestik mencapai 3,2 juta, kenaikan 26% lebih dari tahun sebelumnya. Juga penumpang rute luar negeri naik hampir 24% mencapai 722. 000' Tapi tahun berikut, Kenop-15 dan kenaikan harga BBM mulai berpengaruh. Laju kenaikan sangat merosot. Kurang dari 5% untuk domestik dan melebihi 5% untuk luar negeri. Tapi naik dan bahkan tahun 1980 domestik sudah mencapai 7,6% dan luar negeri bahkan 13%. Truf Lain Tapi itu kenaikan penumpang. Sementara kenaikan kapasitas angkutan Garuda berkembang luar biasa. Jika menjelang akhir tahun ini semua pesanan terpenuhi, Garuda memiliki armada 36 F-28, 24 DC-9 (kalau belum terjual), 6 DC-10, 6 B-747 dan 9 A-300. Ini mencakup kenaikan lebih 5.000 kursi atau hampir 80% dari kapasitas sebelumnya. Bisakah kursi sebanyak itu terisi? Menurut Sekretaris Perusahaan, R.A. J. Lumenta, 1981 dan 1982 memang "tahun berat bagi Garuda". Tapi Garuda mengharapkan titik balik di tahun 1983. Betapapun armada Garuda disiapkan untuk dua dasawarsa mendatang. Seperti pernah diungkapkan Wiweko, "Kami memperoleh pesawat terbang masa depan menghadapi perkembangan masa depan dengan harga masa kini." Suatu ungkapan yang terasa idealistis agaknya. Sementara cadangan menghadapi masa kini juga ada. Tahun 1980 lebih 78. 000 jamaah haji diangkut Garuda, menghasilkan hampir Rp 57 milyar. Ini merupakan 16,5% dari total penghasilan Garuda tahun itu. Tahun sebelumnya program "haji udara" merupakan 10,5% dari pemasukan Garuda. Selain program haji itu, Wiweko masih punya truf lain. Umumnya perusahaan penerbangan memperkirakan masa susut pesawat terbang mereka dalam 12 sampai 15 tahun. Tapi Wiweko semula menetapkan masa depresiasi untuk semua pesawat hanya 7 tahun. Angka ini dalam laporan tahunan tentu menggerogoti sebagian penghasilan dan akhirnya juga laba. Tapi kalau masa penyusutan ini diperpanjang, angka setiap tahun bisa kecil. Itu yang dilakukan Wiweko dan mengubah masa penyusutan dari 7 tahun menjadi 8 tahun, khususnya untuk Boeing 747 menjadi 10 tahun. Agaknya ini cukup memberinya peluang tambahan untuk mengatasi sejumlah "tahun berat".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus