Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Untuk Apa Tarik-Ulur Bea Masuk Impor Tekstil

Sejumlah kementerian terlibat tarik-ulur soal penerapan bea masuk impor tekstil. Bisa memicu balasan negara pesaing.

14 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPPI sudah merekomendasikan perpanjangan pengenaan bea masuk untuk impor tekstil.

  • Kementerian Keuangan belum menerbitkan aturan perpanjangan penerapan bea masuk sejak 2022.

  • Bea masuk antidumping akan melindungi produk lokal dari serbuan impor tekstil.

SUDAH dua tahun Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) menerbitkan “Laporan Akhir Hasil Penyelidikan Perpanjangan Pengenaan Tindakan Pengamanan Perdagangan terhadap Impor Barang Kain”. Namun sampai saat ini belum ada rekomendasi dalam berkas laporan setebal 90 halaman itu yang berjalan. Termasuk rekomendasi mengenai perpanjangan pengenaan bea masuk tindakan pengamanan atau BMTP atas produk kain impor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pelaku industri tekstil pun meradang. Sebab, pengenaan tarif proteksi perdagangan seperti BMTP penting untuk membendung impor produk tekstil berharga murah, yang jelas-jelas mengancam industri dalam negeri. Hingga saat ini, Kementerian Keuangan belum menerbitkan aturan tentang BMTP impor kain. “Coba tanya Kementerian Keuangan, mengapa penerbitan aturan ini macet lama sekali,” kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia Redma Gita Wirawasta pada Selasa, 9 Juli 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KPPI memulai penyelidikan tentang safeguard pada 18 April 2022. Pada 10 Agustus 2022, lembaga itu menerbitkan laporan yang antara lain menyebutkan “KPPI merekomendasikan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk memperpanjang pengenaan BMTP terhadap impor produk kain sebanyak 107 nomor HS (kode penyelarasan) 8 digit, sesuai BTKI (Buku Tarif Kepabeanan Indonesia) 2022”. 

Bukan hanya pengusaha yang kesal. Lambatnya penerbitan aturan BMTP juga memantik respons Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Agus bereaksi terhadap pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 11 Juni 2024 bahwa industri tekstil dan produk turunannya anjlok karena banyak digempur produk impor. Sri Mulyani juga menyebutkan produk impor membanjir karena ada kelebihan pasokan yang memicu negara produsen melakukan dumping atau menjual barang di luar negeri dengan harga murah. 

Sejumlah produk tekstil asal Tiongkok dipamerkan dalam pameran produk tekstil Indo Intertex-Inatex 2023 kembali digelar di Jakarta International Expo Kemayoran Jakarta, 30 Maret 2023. Tempo/Tony Hartawan

Agus mengamini dugaan Sri mengenai dumping. Namun politikus Partai Golkar ini juga mengingatkan Sri agar konsisten. Menurut Agus, pemerintah seharusnya cepat mengantisipasi praktik dumping dengan mengambil kebijakan antidumping, safeguard atau BMTP, serta nontarif.  

Jika dibandingkan dengan bea masuk antidumping (BMAD), penerapan BMTP sebetulnya jauh lebih mudah dan sederhana. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengizinkan sebuah negara menerapkan BMTP atau safeguard jika terjadi serbuan barang impor yang mengancam industri dalam negeri. 

BMTP untuk kain pernah berlaku mulai Mei 2020 lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 55/PMK.010/2020, yang kemudian direvisi menjadi PMK Nomor 78/PMK.010/2021. Sejak kebijakan itu berlaku, volume impor kain turun 21,56 persen. Penurunan terbanyak tercatat pada 2020, yaitu hingga 42,58 persen. Pangsa pasar kain impor asal Cina di Indonesia juga anjlok dari 70,17 persen pada 2019 menjadi 48,87 persen pada 2021. KPPI menyebut hal ini sebagai tanda penerapan BMTP efektif. 

Ketentuan BMTP tersebut berakhir pada November 2022. Sebelumnya, pada April 2022, pelaku industri tekstil mengajukan permohonan perpanjangan pemberlakuan kebijakan itu karena masih membutuhkan tambahan waktu untuk dapat bersaing dengan produk impor. Apabila pengenaan bea masuk tersebut tak diperpanjang, pelaku industri khawatir perbaikan struktural mereka tak berhasil. Tiga bulan sebelum kebijakan safeguard berakhir, KPPI merampungkan penelitian atas permintaan industri yang menghasilkan rekomendasi perpanjangan. 

Toh, kepastian kelanjutan pengenaan BMTP baru muncul pada Selasa, 25 Juni 2024, setelah Presiden Joko Widodo memimpin rapat kabinet membahas gejolak industri tekstil yang berujung pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Dalam rapat tersebut, Jokowi memerintahkan pemberlakuan BMTP untuk kain dilanjutkan. Informasi ini dibenarkan oleh pelaksana tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian, Reni Yanita. “Senin, 8 Juli, sudah selesai rapat pleno di Badan Kebijakan Fiskal. Harapannya, peraturan Menteri Keuangan soal perpanjangan BMTP kain segera terbit,” ucapnya pada Rabu, 10 Juli 2024. 

Seorang pejabat di Kementerian Koordinator Perekonomian mengungkapkan, telatnya perpanjangan pengenaan BMTP kain sebetulnya menguntungkan industri garmen dalam negeri. Sebab, para pelaku industri bisa mendapatkan opsi bahan baku kain yang lebih banyak, baik produk lokal maupun impor. Reni mengakui adanya dilema dalam soal penerbitan BMTP kain. Namun, dia menambahkan, dilema itu terjadi karena sebagian industri garmen dalam negeri tidak pernah mencoba menggunakan kain lokal.  

Selain untuk kain, Jokowi meminta pengenaan BMTP buat produk pakaian dan aksesori pakaian diperpanjang. Aturan BMTP pakaian jadi baru akan berakhir pada November tahun ini. “Kami sudah mengajukan perpanjangan tiga bulan lalu,” tutur Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Anne Patricia Sutanto di gedung parlemen pada Rabu, 10 Juli 2024.  

Di samping BMTP, ada rencana penerapan bea masuk antidumping (BMAD) setelah industri tekstil melaporkan adanya gelombang PHK. Pemerintah kemudian menuding praktik dumping negara lain memicu banjir impor tekstil dan pakaian jadi ke Indonesia. Dampaknya, industri dalam negeri kelabakan menghadapi lonjakan jumlah produk impor yang harganya jauh lebih murah. 

Namun rencana penerapan BMAD menimbulkan kekhawatiran. Sebagian pihak khawatir BMAD produk tekstil dan turunannya, terutama impor dari Cina, akan memicu balasan atau retaliasi negara tersebut terhadap barang asal Indonesia. 

Pada Jumat, 5 Juli 2024, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah tidak hanya berfokus pada produk impor asal Cina, melainkan pada tujuh komoditas tanpa memandang negara asal. Komoditas impor itu adalah tekstil dan produk tekstil, pakaian jadi, keramik, perangkat elektronik, produk kecantikan, barang tekstil jadi, dan alas kaki. Ihwal tarif BMAD, Zulkifli menyebutkan nilainya akan bervariasi sesuai dengan hasil penyelidikan KPPI dan Komite Anti Dumping Indonesia atau KADI. 

Sejumlah produk tekstil impor sebetulnya sudah terkena BMAD, dari benang rajut spinning drawn yarn asal Cina sebesar 5,4-15 persen hingga serat stapel sintetis poliester dari tiga negara, yaitu Cina (dengan tarif 0-11,94 persen), India (5,82-16,67 persen), dan Taiwan (28,47 persen). Adapun BMAD untuk beberapa produk tekstil lain masih dalam tahap penyelidikan, seperti benang filamen sintetis dari Cina. 

Khusus untuk pakaian jadi, permintaan pengenaan BMAD diterima KADI baru-baru ini. Kepala KADI Danang Prasta Danial mengatakan Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API sudah mengajukan permintaan penyelidikan dugaan dumping produk pakaian jadi dari Cina. Menurut Danang, KADI masih mengumpulkan bahan-bahan awal dugaan tersebut. “KADI akan mengumumkan ke publik jika penyelidikan sudah dimulai,” ucapnya pada Kamis, 11 Juli 2024.

Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana mengatakan organisasinya sudah menemukan bukti kuat dumping pakaian jadi asal Cina. Salah satu indikasinya adalah produk yang dijual ke Indonesia jauh lebih murah dibandingkan dengan yang dipasarkan Cina ke negara lain. Harga pakaian jadi dan aksesori pakaian impor Cina yang masuk ke Indonesia sebesar US$ 7,11 per kilogram pada 2023. Adapun harga sandang per kilogram dari Cina yang masuk ke Amerika Serikat sebesar US$ 11,24, Jepang US$ 16,65, dan Jerman US$ 26,54. “Itu indikasi kuat terjadinya dumping,” ujar Danang pada Kamis, 11 Juli 2024. 

Sambil menunggu hasil penyelidikan KADI, industri tekstil kini hanya mengandalkan BMTP kain dan pakaian jadi. Saat ini tarif BMTP pakaian jadi Rp 17-56 ribu per potong. Dengan bea masuk tersebut, industri dalam negeri bisa bersaing dengan produk impor dari negara mana pun, termasuk Cina. Tapi lain cerita jika produk lokal harus bersaing dengan barang selundupan alias impor ilegal, yang sudah pasti tak membayar bea apa pun.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Caesar Akbar berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Jeri Memungut Tarif Proteksi"

Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus